blank
Joe Biden. Foto: ccanactionfund.org

Oleh: Muchotob Hamzah

blankJAMES Patterson dalam bukunya The Day America Told the Truth, Andrew L Sapiro dalam We are Number One, Hamilton Howze dalam The Tragic Descent: America in 2020 dan Brezezensky dalam Self Corruption Hedonistic Consumerism, sama-sama memprediksi yang dalam bahasa halusnya, ‘Kemunduran AS’.

Mereka menengarai adanya ketidakberesan negara adidaya tersebut yang menjurus pada deklinasi AS.

Prediksi ini ternyata muncul vulgar di tahun 2021. Ketika itu ribuan loyalis Donald Trump dari Partai Republikan (bendera merah dan disebut dengan rajawali=eagle), kebanyakan para fanatis ras putih di pedesaan dan kebanyakan berpendidikan SLTA, menduduki Capitol Hill selama empat jam, pada 6 Januari lalu, dengan korban jiwa lima orang.

Pemicunya, pilpres tahun ini dimenangkan oleh Joe Biden dari Partai Demokrat (bendera biru dan disebut merpati=pigeon), yang kebanyakan pemilihnya di perkotaan dan berpendidikan tinggi.

Ketegangan suasana tidak reda sampai 20 Januari 2021, ketika Joe Biden dilantik menggantikan Trump, dengan meletakkan tangan di atas Alkitab berumur 127 tahun yang dibawa isterinya, Jill Biden.

Banyak ahli yang mengkhawatirkan akan adanya ikutan perkepanjangan dari peristiwa yang menodai citra demokrasi ini. Negara Super Power yang diwariskan dari Trump kepada Biden, sedang mengalami deklinasi, dengan ditandai antara lain,

Pertama, pandemi global covid-19 paling parah di dunia, dengan korban tewas 400 ribu orang.

Kedua, keterbelahan politik yang mengingatkan kejadian perang saudara pada 12 April 1861.

Ketiga, perang dagang dengan Cina, yang menurut penelitian Centre for Economic and Business Research (CEBR) terhadap 197 negara, pertumbuhan ekonomi AS pasca pandemi, hanya pada kisaran 1,9 persen/tahun dari 2022-2024, dan akan menurun 1,6 persen pada 2025.

Sementara Cina menetapkan pertumbuhan 5,7 persen/tahun dari 2021-2025, dan menurun 4,5 persen/tahun pada 2026-2030. Cina diprediksi akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi number one di tahun 2028.

Keempat, Jerman dan kawan-kawan telah menandatangani penggunaan teknologi komunikasi Cina 5G, Hua Wei yang mencemaskan AS.

Komunitas Muslim

Kelima, berbeda dengan AS yang memaksakan demokrasi ala mereka ke luar, Cina menawarkan pinjaman modal dan pembangunan infra struktur, termasuk kereta listrik super cepat.

Keenam, meskipun Cina dan AS berambisi menjadi number one di dunia dan Cina kelihatan keras terhadap Muslim Uigur, tetapi kebijakan AS dengan larangan masuk AS bagi Muslim dari berbagai negara, lebih vulgar di mata dunia.

Ketujuh, Cina juga tidak menawarkan revolusi sosial ataupun ideologi komunis yang menjadi fobia masyarakat dunia, tetapi menawarkan otoritanian meritokrasi yang mampu memenej warga negaranya.

Kedelapan, monopoli uang dolar AS di seantero dunia sudah tersaingi oleh uang Euro maupun Renminbi yang stabil.

Kesembilan, peluru hipersonik buatan Rusia telah dapat menjangkau kota-kota besar Eropa dan AS.

Kesepuluh, sebagian loyalis Trump yang khawatir perlakuan Biden pasca pelantikan, banyak yang mendaftar menjadi warga negara Rusia.

Sedangkan di dalam negeri, Biden paham terhadap fakta bahwa AS juga memiliki warga negara Muslim, yang diperkirakan tidak kurang dari empat jutaan orang.

Biden diwarisi fobia Partai Republik pada Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Glenn Carle, dalam Mochtar Pabottinggi (Kompas 21/1/2020/7), bahwa selama 25 tahun CIA dan FBI telah menilai terhadap milisia dan organisasi sayap kanan dalam negeri, sebagai ancaman bagi AS.

Tetapi para pemimpin partai ini hanya menjadikan Islam sebagai tertuduh tunggal pelaku teroris. Mereka banyak mendengarkan suara Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization, daripada suara Noam Chomsky.

Joe Biden memang tidak sekaku Donald Trump. Biden bahkan menyapa komunitas Muslim dengan terma-terma Islam: ada sebutan Insya Allah, hadits Nabi Muhammad SAW dan seterusnya.

Tetapi menurut saya, perubahan sikap lebih lunak kepada Muslim, tidak akan terlalu drastis. Karena bagaimanapun, lobi Yahudi di Kongres AS masih kuat.

Wallaahu A’lam bis-Shawaab!

Dr KH Muchotob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo