blank
Donal Trump. Foto : SB/dok

Oleh Dr KH Muchotob Hamzah MM

Amerika Serikat adalah negara besar. Mendiang presiden George Bush Sr dengan mantab mengatakan “We are Number One”, kita nomer satu.”

Di waktu yang sama ada studi ilmiyah dari Andrew L. Shapiro dan kawan kawan (dkk) bahwa AS akan mengalami kehancuran, bahkan di antara mereka ada yang menyebutkan pula tahun 2020.

Memang, “tiap umat memiliki ajal” (QS. Al-A’raf: 34). Tetapi geliat hidup AS masih tampak, dengan tidak menafikan salah satu indikator kesakitannya dari visi presiden Donald Trump empat tahun yang lalu, “Make America Great Again”. Sebuah isyarat bahwa AS baru mengalami kemunduran.

Lebih memalukan lagi peristiwa Rabo 6 Januari 2021, ketika Capitol Hill diduduki oleh pendukung Donald Trump. Sebenarnya kalah menang dalam pemilu adalah soal biasa dan niscaya, tetapi berujung pilu ketika menuju kehancuran sistem.

Jack Snyder dalam “From Voting to Violence: Democraziation and Nationalist Conflict” telah banyak membeberkan perihal konflik nasionalis pasca pemilu. Ia banyak menyoroti kejadiannya di luar AS, dan orang masih tak terperangah.

Tetapi ketika hal itu terjadi sebercak darah saja di biangnya demokrasi, AS, orang terheran-heran dan mencibir habis-habisan.

Tokoh Fenomenal

blank
Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo, Dr KH Muchotob Hamzah MM. Foto : SB/Muharno Zarka

Karena dunia kadung memuja dan memuji demokrasi negara Paman Sam ini. Di sana, orang memilih presiden, dewan perwakilan rakyat dan senator bukan karena dibeli suaranya seperti sebagian besar perhelatan politik di Indonesia, tetapi pilihannya karena hati nurani, idelogi dan platform partai atau visi figur calon dan pertimbangan rasionalitas. Anehnya Trump ini mampu meracuni pikiran pendukungnya.

Memang waktu itu ideologi populis Trump laris jual dan didukung secara fanatik oleh kelompok kulit putih. Presiden yang mantan promotor tinju ini fenomenal.

Dengan penataan rambut khas dan anggaran penataannya yang fantastis itu, Trump pada akhir tragedi pemilu yang berujung pilu, mengakui kekalahan, sembari tetap mengatakan bahwa pemilu telah diciderai dan curang.

Kawan Trump dari partai Republik sendiri ada yang marah, dan lima senator bergabung dengan partai Demokrat ikut berusaha memakzulannya.

Mereka yang lima itu adalah Liz Cheney putri mantan Wapres Dick Cheney dkk. Meskipun begitu mayoritas Republikan menganggap Demokrat berlebihan kalau sampai pemakzulan. Toch Trump sudah terlalu pilu.

Dari peristiwa ini, kita bisa mengaca dan mengambil pelajaran. Bahwa soal- soal kenegaraan tidak pernah akan selesai. Ada saja orang temperamental yang bisa menambang kegaduhan. Lebih- lebih kalau ada bibit ideologi Fir’aunisme, Qarunisme dan Balnganisme di hati kita yang kemudian disalurkan.

Makanya sebagai muslim dalam ibadah haji, kata Dr. Ali Syariati, (maaf mengutip dari cendekiawan Syiah), “Ketiga sifat itu –Fir’aunisme, Qarunisme dan Balnganisme–adalah lambang Jamarat yang harus kita lempari. Sifat tersebut harus hengkang dari hati kita.”
Wallaahu A’lam bis-Shawaab!

Dr KH Muchotob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo