blank
Ilustrasi

blank SEPULUH tahun lalu di daerah saya ada info, setiap tanggal 1 Sura, di sungai yang menjadi batas dua kabupaten itu sering muncul Lenga Tala. Kemunculan lenga atau minyak itu diyakini bisa membuat orang menjadi kebal dan sekaligus awet muda.

Kemunculan minyak itu ditandai air sungai menjadi mengkilat seperti ketumpahan minyak tanah atau dalam istilah warga setempat disebut semimplah. Beberapa kali awal Sura fenomena itu muncul dan banyak warga berebut untuk mandi atau kungkum di situ.

Sayangnya, lama-lama fenomena itu mulai dicurigai karena ada sekumpulan anak muda yang keceplosan bicara bahwa yang dianggap fenomena mistis itu karena ulah anak muda iseng. Belakangan diketahui yang menyebabkan sungai menjadi mengkilat itu karena oli bekas yang dibungkus dalam plastik yang ditali dengan batu lalu dimasukkan dalam air. Tusukan jarum kecil pada plastik itu menyebabkan olie keluar hingga air pun tampak mengkilat dan diperebutkan untuk mandi.

Bertemu Lucu-Lucu

Saya termasuk tipe penulis yang lebih senang dengan referensi lapangan dibanding dengan referensi dari buku-buku. Karena penulisan yang  mengandalkan referensi buku cenderung mengulang-ulang dari yang pernah ditulis penulis lain.

Zaman muda dulu saya sering mengunjungi daerah terpencil. Selama jalan itu saya bertemu banyak profesi, termasuk yang bergerak  di bidang metafisik, mulai dari kiai beneran, semi-kiai, dukun tradisional dan modern, dsb yang mulai “sadar media”. Hasil dari pertemuan dan pertemanan dengan mereka itu lalu saya tuangkan dalam buku.

Banyak hal yang mengesan yang itu  mewarnai dalam tulisan-tulisan saya.  Misalnya, saya pernah bertemu orang yang pada kartu bergelar keagamaan dan dalam keseharian dia selalu berjubah dan bersorban. Saat ke kediamannya, saya diberi beberapa lembaran fotocopy berbagai amalan hizib.

Karena ragu dengan “keaslian” keilmuannya, saya bertanya bagian tulisan Arab yang kurang  jelas. Dia tampak tersipu dan bilang, “Maaf mas… saya tidak bisa baca huruf Arab,“ Dia mengaku  fotocopy itu pemberian  temannya.”

Lain hari saya mendatangi pemasang iklan jasa melipatgandakan uang di media (spesialis) metafisika. Saat saya  datang, tuan rumah  sedang tidak keluar. Oleh istrinya saya  disuruh menyusul ke tempat kerjanya. Saya benar-benar kaget ketika istrinya mengatakan suaminya kerja di sebuah bengkel sepeda. Ah, saya pilih berbaik sangka, mungkin dia sedang menggandakan sepeda.

Sebelumnya, tujuan saya mendatangi rumah pemasang pengganda uang itu untuk saya jadikan narasumber  pada buku mendatang. Sebab, dengan bertemu langsung dengan narasumber, refrensinya lebih kuat dibanding jika mengambil refrensi dari buku-buku.

blank
ilustrasi

Provokasi Budayawan

Mungkin karena pernah diprovokasi sosok budayawan bahwa penulis itu selain kuat membaca, modalnya juga harus mbeling. Tanpa itu  dia miskin refrensi baru, atau paling (bisanya) hanya menulis yang sifatnya pengulangan.

Setelah menulis banyak buku, saya menyadari nasihat itu benar adanya, karena sebagian dari yang saya tulis itu lebih dominan hasil dari pengalaman keseharian. Ide-ide  saat menulis pun selalu spontan, layaknya sedang mendongeng.

Sumber inspirasi saya selain kuat membaca juga kebiasaan mbeling itu. Misalnya, di kota Semarang, bersama teman dari sebuah harian, saya  mewawancarai narasumber yang di media mengaku ahli melacak barang hilang. Karena bahasa dia bombastis, saat dia pamit ke belakang, mbeling saya muncul.

Handphone dia yang ditinggal di meja saya matikan lalu saya taruh di atas bufed. Saat kembali ke ruang tamu, dia tampak gugup karena handphone-nya tiba-tiba raib. Dilematis, mau tanya sama tamunya, apalagi sampai menggeledah, juga tidak mungkin, karena dia sudah telanjur mengaku pakar melacak barang hilang.

Dalam perjalanan pulang, kami tersenyum-senyum. Saya jadi ingat kata seorang budayawan bahwa wong lanang iku ya sekali kali kudu ana mbelinge. Jika tidak ada mbeling-nya, kurang komplet.

Selain bermodal mbeling dalam menulis saya juga bermodal doa atau amalan yang diajarkan sosok guru yang saya yakini, karena beliau sudah menulis beberapa buku (kitab) dan secara genetik adalah keturunan dari sosok penulis andal.

Yakin dan Tekun

Kesimpulannya, saya yakin dengan kekuatan doa. Tentang kecerdasan dan sekaligus karir, misalnya. Saya ingat  trainer muda. Dia  mengaku sampai nolak-nolak job. “Pakdhe, saya mau menghentikan doa yang dulu pernah kita pelajari. Saya capek, tak ada waktu istirahat, pendidikan S3 saya terbengkelai,” katanya.

Sesaat saya merenung, mengartikan kata “kita” itu. Saya jadi ingat 10 tahun lalu kami pernah ketemuan dengan pengusaha yang memiliki 75 cabang usaha di berbagai kota di Indonesia. Ketika saya tanya apa kunci suksesnya, dia mengaku, selain tekun dan ulet, dia menyugesti diri dengan “doa Jawa”  yang diajarkan ibunya.

Saat doa itu diucapkan, trainer itu mencatat lalu mengamalkannya. Trainer itu sangat yakin karena yang memberi konsep itu orang sudah membuktikannya. Kesimpulannya? Yakin dan rajin pemicu keberkahan.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati