blank
Foto: dok/kominfo.go.id

Oleh: Hendra J Kede

blankTIM Perumus Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP), telah menyelesaikan tugasnya dan telah menyerahkan hasil perumusan, untuk selanjutnya masuk tahapan politik hukum, guna diambil keputusan di dalam pleno Komisi Infornasi Pusat (KI Pusat).

Sebagaimana telah pembaca budiman sekalian pahami, salah satu produk reformasi adalah Amandemen II Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, yang salah satunya melahirkan Pasal 28F, yang berada dalam Bab Hak Asasi Manusia.

Pasal tersebut disamping mengubah rezim pengelolaan informasi publik di Indonesia, sekaligus mengakui hak atas informasi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM), dan memberikan hak atas informasi sebagai Hak Konstitusional seluruh Warga Negara Indonesia (WNI).

Pengakuan dan pemberian kedua hak ini dimaksudkan, agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengembangkan diri dan lingkungannya secara optimal, untuk mewujudkan kesejahteran lahir dan batin, termasuk juga dalam melindungi diri dan keluarga serta harta bendanya.

Agar hal tersebut dapat diwujudkan, maka segala saluran yang akan membantu optimalisasi pemenuhan Hak Asasi dan Hak Konstitusional WNI tersebut sudah selayaknya dioptimalkan, dan tidak tidak terbatas pada pemberian Legal Standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat.

Pers merupakan pilar keempat demokrasi, yang menurut Pasal 6 huruf a Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan, bahwa pers Nasional melaksanakan peranan sebagai memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

Sementara di sisi lain Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak warga negara Indonesia atas informasi. Ini artinya, untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu.

Sementara Advokat menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-undang no 18 tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan, Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri, yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Maka dengan demikian, kedudukan advokat adalah setara atau sederajat dengan aparat penegak hukum lainnya (Polisi, Jaksa, Hakim), dalam hal ini melaksanakan tugas untuk memperjuangkan hak hukum WNI yang sedang menghadapi masalah hukum.

Namun terdapat perbedaan antara penegak hukum selain advokat dengan penegak hukum advokat, terkait akses pada sumber-sumber informasi dalam rangka penegakam hukum dan pemenuhan hak hukum warga negara.

Penegak hukum selain advokat, relatif memiliki akses tidak terbatas pada sumber-sumber informasi yang diperlukan dalam kegiatan penegakan hukum. Bahkan dapat melakukan penyitaan sekali pun.

Sementara penegak hukum advokat relatif tidak memiliki akses seluas penegak hukum lain terhadap sumber-sumber informasi, dalam kegiatan penegakan hukum untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang tersandung masalah hukum.

Beranjak dari realitas itu, maka penulis berpendapat perlu dipertimbangkan untuk memberikan legal standing kepada wartawan yang sedang bekerja, untuk memenuhi hak masyarakat untuk tahu sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi, sebagaimana dimaksud UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sebagai hak tambahan disamping segala hak yang sudah diberikan dan dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Penulis juga berpendapat, bahwa seorang advokat yang juga merupakan sebagai penegak hukum, perlu dipertimbangkan diberi legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi, sebagaimana dimaksud UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Hal itu sepanjang advokat tersebut sedang melakukan tugas untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang terjerat kasus hukum kongkret, dan terbatas pada informasi terkait tugasnya tersebut, untuk memperjuangkan hak hukum kliennya.

Sehingga dengan demikian, ada kesetaraan akses informasi antara penegak hukum advokat dan penegak hukum lain, dalam penegakan hukum kasus yang lebih kongkret.

Dan sekaligus ada peluang bagi warga negara yang sedang menghadapi masalah hukum, untuk dapat memperjuangkan hak hukumnya, melalui ketersediaan informasi yang dibutuhkan. Dan boleh jadi, informasi itu dalam penguasaan Badan Publik.

Rezim Pengelolaan Informasi Publik

Sebelum Pasal 28F UUD NRI 1945 lahir, berlaku rezim pengelolaan informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen Badan Publik Negara, bahwa seluruh informasi tersebut memiliki status hukum dasar sebagai informasi yang rahasia, dan informasi yang tertutup.

Kecuali dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan dari informasi tertutup, setelah menjalani serangkaian proses dan diakhiri dengan penetapan sebagai informasi yang terbuka.

Amandeman II UUD NRI 1945 mengubah rezim pengelolaan informasi tersebut menjadi informasi yang tersimpan dalam dokumen-dokumen Badan Publik Negara, dan memiliki status hukum dasar sebagai informasi yang terbuka, sehingga oleh karenanya dapat diakses, diminta, disimpan, diolah, digunakan, dan disebarluaskan oleh seluruh warga negara.

Kecuali dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan dari informasi terbuka, setelah menjalani serangkaian proses (uji konsekuensi) dan diakhiri dengan penetapan sebagai informasi yang dikecualikan (tertutup).

Pengaturan Dalam Raperki SLIP

Pertanyaannya adalah, dimana pengaturan pemberian legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat itu akan diatur?

Penulis dalam kapasitas sebagai Koordinator Perubahan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Infornasi Publik (SLIP), yang akhirnya disepakati, sebaiknya melahirkan Perki baru dan membatalkan Perki Nomor 1 Tahun 2010.

Selain itu, mengusulkan agar pemberian legal standaing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi kepada wartawan dan advokat, termasuk bagian yang diatur dalam Rancangan Perki SLIP tersebut.

Penempatan dalam Perki tentang SLIP itu dengan pertimbangan bahwa, setelah Pasal 28F UUD NRI, UU 14 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010, keduanya tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka pengaturan dalam hierarki selanjutnya ada dalam Perki tentang SLIP.

Perki-Perki yang lain merujuk pada Perki SLIP, nantinya (semisal Perki Penyelesaian Sengketa Informasi dan lain sebagainya).

Setelah melalui tahapan perumusan Daftar Inventaris Masalah (DIM), perumusan Naskah Akademis, perumusan norma-norma Raperki SLIP dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait dan melakukan uji publik, pada akhir Desember 2020, Tim Perumus Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP), telah menyelesaikan tugas menyusun Raperki SLIP dimaksud. Dan telah menyerahkan hasil perumusan Raperki SLIP tersebut kepada Ketua Komisi Informasi Pusat (KI Pusat).

Selanjutnya masuk tahapan proses politik hukumnya, berupa pengambilan keputusan dalam pleno KI Pusat, yang direncanakan hari ini, Kamis 14 Januari 2021, di kantor KI Pusat, Wisma BSG lantai 9, Jalan Abdul Muis nomor 40 Jakarta Pusat. Setelah itu, proses pengundangan ke Kemenkumham.

Salah satu materi yang akan diputuskan dalam pleno KI Pusat tersebut adalah, apakah wartawan dan advokat disetujui atau tidak disetujui diberikan legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi.

Bisa aklamasi disetujui, namun nampaknya hampir tidak mungkin aklamasi untuk tidak disetujui, karena penulis Insya Allah tidak akan mengubah pandangan.

Keputusan memang harus dibuat, dan tidak bisa diabaikan atau dikesampingkan.

Baik aklamasi maupun voting, karena materi tersebut sudah disepakati dimasukkan dalam naskah asli Raperki SLIP, yang dihasilkan Tim Perumus dan telah diserahkan kepada Ketua KI Pusat, melalui Nota Dinas resmi Wakil Ketua KI Pusat selaku Koordinator Tim Perumus Raperki SLIP, untuk diambil keputusan di pleno KI Pusat.

Penulis tetap dalam pandangan, bahwa wartawan perlu diberikan legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi, sebagai bagian dari usaha optimalisasi terlayaninya Hak Asasi dan Hak Konstitusional masyarakat untuk mendapatkan informasi, guna mengembangkan diri dan lingkungannya.

Bukankah wartawan memang bekerja untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui sesuai UU Pers? Bukankah tidak semua masyarakat dapat memperjuangkan secara sendiri dan mandiri hak atas suatu informasi, sesuai mekanisme hukum dalam memperoleh informasi?

Penulis juga akan tetap berpendapat, bahwa advokat perlu diberikan legal standing yang sama. Ini semata, agar masyarakat yang sedang diperjuangkan hak hukumnya oleh advokat, dapat secara maksimal mengakses informasi yang diperlukannya, guna memperjuangkan hak hukum warga negara tersebut yang sedang diperjuangkan oleh advokat yang diberi kuasa untuk itu.

Advokat hanya memiliki legal standing ini, sepanjang sedang dan untuk memperjuangkan hak hukum atas kasus kongkret yang sedang dihadapinya. Advokat yang tidak sedang menangani kasus kongkret, tidak memiliki legal standing dimaksud.

Dari penjelasan itu dapat dipahami, bahwa bukan profesi wartawan dan profesi advokat yang menjadi basis argumentasi pemberian legal standing sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi.

Kepentingan warga negara lah yang menjadi ruh dan basis utamanya, yaitu kepentingan warga negara untuk dapat secara optimal mengakses dan mendapatkan informasi. Serta kepentingan warga negara yang sedang menghadapi kasus hukum kongkret, untuk dapat secara maksimal memperjuangkan hak hukumnya.

Rancangan Pengaturan Norma

Berikut bunyi rancangan norma yang mengatur legal standing wartawan dan advokat tersebut, sebagai Pemohon Informasi dan Pemohon Sengketa Informasi dalam Raperki SLIP yang masuk dalam Bab V, yang mengatur mengenai Standar Layanan.

Pasal 31 (1) Setiap orang berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

(2) Wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya untuk melakukan kegiatan jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Pers, berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

Lalu, (3) Advokat dalam melaksanakan tugas profesinya untuk memberikan jasa hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Advokat, berhak memperoleh Informasi Publik dengan cara melihat, mengetahui dan/atau mendapatkan salinan Informasi Publik.

Kemudian (4), Wartawan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. bekerja pada perusahaan pers yang telah memenuhi kualifikasi dan persyaratan, sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang pers;

b. terdaftar sebagai anggota Organisasi Pers sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang pers;

c. memiliki sertifikat kompetensi wartawan yang diterbitkan oleh Dewan Pers; dan

d. sedang melaksanakan tugas profesi melakukan kegiatan jurnalistik.

Berikutnya, (5) Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah diambil sumpah sebagai Advokat oleh Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya, pada sidang terbuka sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang Advokat;

b. terdaftar sebagai anggota Organisasi Advokat, sebagaimana ditentukan dalam undang-undang di bidang Advokat;

c. memiliki Kartu Tanda Pengenal Advokat, yang diterbitkan oleh Organisasi Advokat; dan

d. sedang melaksanakan tugas profesi mendampingi dan/atau mewakili klien baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Selanjutnya, (6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara Permintaan Informasi Publik yang berasal dari Wartawan dan Advokat, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), diatur dengan Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat

Penutup

Berbeda dengan UU Pers, pemberian legal standing kepada wartawan di bawah payung UU Keterbukaan Informasi Publik ini, mengharuskan Badan Publik untuk menjawab pertanyaan wartawan, tidak boleh dijawab no comment.

Dan wartawan dapat mengajukan keberatan, bahkan sampai mengajukan sengketa atas tidak diberikannya sebuah informasi. Baik sengketa itu ajukan Komisi Informasi di semua tingkatan (Mediasi dan atau Ajudikasi Non Litigasi), maupun kepada Pengadilan sampai Kasasi ke Mahkamah Agung (Ajudikasi Litigasi).

Begitu juga dengan advokat, dengan legal standing ini seorang advokat dapat mengakses informasi yang dikuasai Badan Publik, untuk memperjuangkan hak hukum warga negara yang sedang diperjuangkannya, serta akses yang setara dengan penegak hukum lainnya.

Kalau pun pleno KI Pusat tidak menyetujui pemberian legal standing kepada wartawan dan advokat ini, setidaknya jejak awal perjalanan ini sudah ada. Ada di DIM, ada di Naskah Akademis, ada di Rancangan Perki, dan ada dalam tulisan ini.

Sehingga jika dalam perkembangan sosial kemasyarakatan dan perkembanhan rasa keadilan yang senantiasa hidup dan berkembang di tengah masyarakat pada masa depan, bertemu suatu keadaan dimana pemberian legal standing kepada wartawan dan advokat ini sangat membantu warga negara, maka langkah berikutnya bisa dijalankan. Tidak dari awal lagi.

Terima kasih, semoga Bangsa Indonesia dengan kekuatan utamanya melalui karya-karya inspiratif anak bangsa yang hidup dalam budaya keterbukaan informasi, segera terwujud, Aamiin…

Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Publik RI/Koordinator Tim Perumus Perubahan Perki SLIP KI Pusat