blank
Eni (kiri) saat ditemani anaknya mengantarkan jamu ke salah satu pelanggan. Foto : Hana Eswe,

GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Masa pandemi Covid-19 membuat Eni Widayanti tidak berhenti untuk mengembangkan usahanya. Pilihannya yaitu meneruskan warisan keluarganya yang bergelut di bidang rempah-rempah. Yakni, jamu tradisional.

Jika dulu, jamu identik dengan perempuan yang memanggul wadah berisikan botol-botol alias mbok jamu. Namun Eni memperdagangkan jamu produksinya dengan cara yang lebih modern.

Dirinya memanfaatkan smartphone dan sepeda motor yang dimilikinya untuk menjual jamu-jamu berlabel eniselani tersebut. Setiap hari, 300 botol jamu dengan aneka jenis ramuan dijual secara berkeliling bersama satu tenaga kerjanya.

“Saya sudah 1,5 tahun ini berjualan jamu. Kenapa saya memilih jualan jamu, soalnya ini adalah warisan keluarga saya yang memang sejak dulu usaha di bidang rempah-rempah. Selain itu, jamu adalah salah satu obat herbal yang diwariskan nenek moyang kita dan banyak manfaat untuk kesehatan,” ujar Eni, Rabu (13/1/2021).

blank
Jamu buatan Eni tersebut diminati banyak kalangan. Foto : Hana Eswe.

Di masa pandemi ini, Eni lebih banyak membuat jamu tradisional seperti jahe merah kencur, alang-alang, kunir asam, dan temulawak. Dirinya berkeyakinan, semua jamu yang dibuatnya ini dapat meningkatkan imunitas.

“Dalam produksi jamu ini, saya turun langsung untuk memprosesnya. Kemudian, setelah itu di-packing dalam botol yang higienis. Setelah semuanya siap, saya langsung menjualnya di beberapa tempat, seperti kantor-kantor pemerintahan atau swasta, Pasar Purwodadi, atau lewat online shop. Semua itu saya lakukan setiap harinya dan saya sangat menikmati pekerjaan ini. Paling banyak yang dicari pelanggan adalah jamu untuk daya tahan tubuh, yang terdiri dari jahe merah, kencur, alang-alang, madu, temulawak dan serai,” ujar Eni, yang sehari-harinya dibantu dua tenaga kerja dalam pembuatan produksi jamunya.

Sebotol jamu dijual dengan harga Rp 5 ribu. Pelanggannya datang dari berbagai kalangan. Mulai dari karyawan kantoran, mahasiswa, ibu rumah tangga, maupun pegawai negeri.

Dari penjualan jamunya selama 1,5 tahun itu, Eni bersyukur bisa dipergunakan untuk membiayai anaknya sekolah, juga membangun rumah. Selain itu, kebutuhan sehari-hari dapat tercukupi.

“Selain berjualan jamu dapat memberikan pemasukan keluarga, saya juga turun langsung untuk mengenalkan jamu kepada kaum muda. Jamu yang berbahan rempah-rempah ini harus dikenalkan agar tidak punah. Pokoknya, bagaimana kita mengenalkan jamu itu berkhasiat kepada anak-anak muda. Jamu itu ada varian rasanya, ada yang pahit, ada yang tidak. Ini yang perlu dikenalkan karena rempah-rempah yang merupakan warisan nenek moyang ini, ternyata banyak manfaatnya,” ujar perempuan yang tinggal di Desa Sindurejo, Kecamatan Toroh ini.

Banyak Peminat

Jamu yang diproduksi Eni sudah banyak yang meminati. Sriyani, salah satunya. Warga Desa Bantengmati ini mengungkapkan, ia lebih menyukai tekstur dari jamu yang diproduksi Eni.

“Saya suka minum kunir asem. Rasanya enak. Teksturnya lebih enak. Selain kunir asem, saya biasanya request sesuai dengan apa yang saya rasakan. Misalnya, saya nyeri haid. Saya sampaikan ke Mbak Eni. Besoknya langsung dibuatkan dan dikirim ke rumah saya,” komentar Sriyani, menanggapi jamu buatan Eni ini.

Hana Eswe.