blank
Pimpinan FPI, Habib Rizieq Shihab. Foto : SB/dok

Oleh M Muqorrobin Thoha

blank
M Muqqorobin, pengamat politik tinggal di Wonosobo. Foto : SB/dok

Bubarnya Front Pembela Islam atau FPI sebagai organisasi massa keagamaan yang mengatas namakan gerakan moral dan amar ma’ruf nahi munkar menjadi simbol dari tumbangnya gerakan Islam radikal di Indonesia.

Radikalisme FPI nampak dari banyaknya kasus yang menjerat pimpinan besarnya Habib Riziek Shihab serta anggota FPI lainnya.

Menurut Ketua Kompolnas ada 35 anggota FPI terbukti terlibat tindakan terorisme, 29 diantaranya dijatuhi hukuman dan berkuatan hukum tetap serta 206 anggota FPI lainnya terlibat kasus hukum.

Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah untuk membubarkan FPI melalui SKB) enam Menteri yang berisi tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan FPI. SKB tersebut ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri Dr. Muhammad Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informasi Jhonny G Plate serta pejabat setingkat Menteri yakni Jaksa Agung ST Burhanudin, Kapolri Jenderal Idham Aziz, dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafly Amar.

Keputusan pemerintah atas pembubaran FPI menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat, walaupun demikian banyak masyarkat yang mendukung dan menyambut hangat atas keputusan pemerintah membubarkan FPI.

Melihat sepak terjangnya selama ini FPI lebih tepat sebagai organisasi dengan gerakan radikalnya dan gerakan politik praktisnya daripada gerakan ormas keagamaan yang mengajak amar ma’ruf nahi mungkar.

blank
Pembacaan SKB pembubaran FPI. Foto : SB/dok

Beberapa kasus yang sangat mencolok yang menunjukkan FPI sebagai gerakan radikal disampaikan Menko Polhukam Prof. Dr. Mahfud MD, ketika mengumumkan dibubarkannya FPI pada 30 Desember 2020, setelah 22 tahun eksistensi FPI di Indonesia.

Di antara tindakan radikal FPI adalah baiat anggota FPI kepada kelompok teroris Islamic State in Irak and Syiria (ISIS), Baiat dilakukan di Makassar pada 25 Januari 2015.

Berbagai kegiatan FPI yang menimbulkan kegaduhan dan kecemasan masyarakat menjadikan antipati masyarakat terhadap keberadaan FPI semakin menguat.

Terakhir kasus penjemputan Habib Riziek Shihab sepulang dari Arab Saudi setelah tiga tahun tidak pulang-pulang, penuh sesak oleh pendukungnya dan menimbulkan kemacetan di Bandara Soekarno Hatta maupun sepanjang jalan tol dari Bandara menuju Petamburan, tempat tinggal Habib Riziek Syihab, penumpukan massa yang berdesakan tak terhindarkan jauh dari protokol kesehatan.

Radikalisme Agama
Dilanjutkan kasus pernikahan anak Habib Riziek Shihab dan peringatan Maulid Nabi serta penumpukan massa di Megamendung saat peletakan batu pertama masjid al Markaz Syariah di Megamendung, Jawa Barat. Kedua kasus ini menjadikan Imam Besar FPI Habib Riziek Shihab sebagai tersangka bersama petinggi FPI lainnya.

Radikalisme agama menurut Kamarudin Amin, Dirjen Pendidikan Islam, Kementrian Agama adalah upaya sistematis yang dilakukan individu atau kelompok masyarakat untuk melakukan gerakan radikal sampai ke akar-akarnya dengan kekerasan.

Menurutnya bahaya radikalisme keagamaan merupakan problem bersama yang harus di cari solusinya. Dalam konteks saat ini FPI menampakkan gerakan radikalisme keagamaan dengan melakukan tindakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.

Berbagai kasus kekerasan yang melibatkan ormas FPI bertahun-tahun terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia.
Hal ini yang mendoroang KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mendesak kepada pemerintah pada saat itu, untuk membubarkan FPI dan menangkap Habib Riziek Shihab karena berbagai tindakannya yang radikal dan penuh dengan kekerasan yang banyak merugikan korban.

Oleh karena itu, untuk mencegah meluasnya gerakan radikal di Indonesia semua komponen bangsa perlu melakukan upaya sistematis, masif dan tersetruktur untuk menghadapi bahaya radikalisme agama.

Tidak bisa hanya melakukan kegiatan yang bersifat sporadis. Karena radikalisme agama merupakan sebuah ideologi yang ingin melakukan perubahan sistematis dalam masyarakat, maka perlu ada upaya yang sistematis pula untuk mengatasinya.

Di era digital, dalam ruang lingkup kompetisi global, disrupsi sosial politik juga terjadi di masyarakat. Media sosial telah menjadi satu faktor yang mengubah perilaku sikap keagamaan.

Masyarakat dunia saat ini telah terintegrasi secara global. Apa yang menjadi isu di Eropa, Amerika ataupun di Asia dengan mudah bisa terjadi dan berpengaruh di Indonesia. Diantara berbagai perubahan dan isu yang berkembang saat ini adalah isu radikalisme agama yang harus kita waspadai bersama.

Islam Moderat
Apa solusi dari merebaknya gerakan radkilaisme agama? Setelah FPI sebagai simbol gerakan radikal di Indonesia tumbang, maka gerakan Islam moderat adalah solusi yang tepat atas merebaknya gerakan radikalisme agama di Indonesia perlu terus digaungkan.

Langkah-langkah konkret perlu diambil oleh pemerintah dan seluruh komponen bangsa untuk menyelamatkan generasi muda dari terpapar gerakan radikalisme agama yang berbahaya.

Melawan Radikalisme
Kampanye dan sosailisasi menangkal gerakan radikalisme agama atau deradikalisasi keagamaan perlu ditingkatkan sampai ke akar rumput melalui berbagai tindakan yang terprogram dan konkrit untuk membendung merebaknya gerakan radikalisme agama yang sudah memasuki berbagai sendi kehidupan masyarakat.

Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri telah menyusun rencana aksi mendukung penanganan gerakan radikalisme keagamaan yang meliputi tindakan :

Pertama; Mendorong pemerintah daerah membuat regulasi atau peraturan daerah yang mengatur aparatur sipil negara untuk bekerja ke desa-desa melawan radikalisme.
Kedua; Membentuk forum-forum kerukunan umat beragama, tim kewaspadaan diri, tim penanggulangan terorisme.

Forum ini harus digunakan oleh pemerintah daerah untuk mencegah tindakan radikalisme individu ataupun kelompok.
Ketiga; Tim terpadu penanganan konflik sosial harus melaksanakan pemantauan terhadap pelaku aksi radikalisme dan terorisme.

Keempat; Aparat di daerah harus memonitor atau memantau keberadaan kelompok-kelompok tertentu yang berpotensi membawa paham-paham radikal.
Kelima; Pemerintah harus mendorong semua pihak hingga ormas-ormas di masyarakat untuk bersama-sama menangkal radikalisme.

Berbagai upaya, strategi, langkah dan tindakan pemerintah untuk membendung dan menangkal gerakan radikalisme agama tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat dan ormas-ormas keagamaan di Indonesia khususnya ormas keagamaan yang menampakan wajah Islam moderat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Nahdlatul Wathan, Persis dan ormas keagamaan lainnya.

Ormas-ormas keagamaan besar di Indonesia adalah modal utama yang sangat kuat untuk menjadi penopang dalam mengkampanyekan dan mencegah merebaknya gerakan radikalisme keagamaan.

Walaupun secara de jure dan de facto Front Pembela Islam atau FPI telah dibubarkan bukan berarti gerakan radikalisme keagamaan akan langsung hilang begitu saja. Justru kewaspadaan segenap komponen bangsa perlu ditingkatkan.

Disinilah perlunya pemerintah bergandengan tangan bersama ormas keagamaan terutama Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang sudah terbukti komitmen, loyalitas dan nasionalismenya dalam menjaga keutuhan NKRI serta dalam mendakwahkan gerakan Islam moderat.

Dengan pengembangan faham keagamaan Islam yang moderat serta keterlibatan berbagai komponen bangsa lainnya untuk mencegah, membendung dan menutup kran-kran berkembangnya gerakan radikalisme keagamaan di Indonesia maka akan menuai hasil seperti yang kita harapkan bersama.

Dalam pandangan Kamarudin, ormas-ormas keagamaan moderat di Indonesia utamanya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah adalah Ushakeable social infrasturcture yang dapat menjaga kehidupan sosial keagamaan yang damai, toleran dan penuh kebersamaan antar umat beragama yang majemuk.

M. Muqorrobin Thoha, Pengamat sosial politik tinggal di Wonosobo.