blank
Muslim Awaludin, S.IP

Oleh: Muslim Awaluddin, S.IP.

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur 12 tahun seperti mencuri, membawa senjata tajam, terlibat perkelahian, terlibat penggunaan narkoba, pencabulan, dan lain-lainnya perlu perhatian dan penanganan yang serius dari pemerintah karena anak merupakan generasi penerus dan pewaris masa depan bangsa. Lalu, bagaimana ketika seorang anak terlibat masalah hukum di usia masih dibawah 12 tahun.

Ketika ada seorang anak yang berusia di bawah 12 tahun terlibat masalah hukum atau yang disebut anak yang berkonflik dengan hukum, perlakuan anak menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka, tidak boleh ada penahanan. Hal ini didasarkan pada pasal  32 bahwa:

(1) Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orangtua /Wali dan/ atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/ atau tidak akan mengulangi tindak pidana, (2) Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut: (a) Anak telah berumur 14 (empatbelas) tahun atau lebih; dan (b) diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih, (3) Syarat penahanan sebagai mana dimaksud pada ayat 2 harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan, (4) Selama Anak ditahan,kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi, (5)          Untuk melindungi keamanan anak, dapat dilakukan penempatan Anak di LPKS.

Cara Penanganan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 65 tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (duabelas) Tahun dan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dijelaskan bahwa, penanganan terhadap anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: (pasal 67 PP No. 65 tahun 2015 dan pasal 21 UU SPPA No. 11 tahun 2012). Menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau mengikut sertakannya dalam    program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik ditingkat pusat maupun daerah, untuk waktu paling lama 6 (enam) bulan.

Rapat Koordinasi untuk Pengambilan Keputusan

(1) Rakor dibuka oleh Penyidik dengan perkenalan para pihak yang hadir, Penyidik menyampaikan maksud dan tujuan rapat koordinasi/rakor, serta tata tertib rakor untuk disepakati oleh para pihak yang hadir, (2) Penyidik menjelaskan susunan acara rakor, (3) Penyidik menjelaskan Berita Acara Interview, (4) Penyidik memberikan Kesempatan Kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk menjelaskan hasil Penelitian Kemasyarakatan dan rekomendasinya, (5) Penyidik memberikan kesempatan kepada Pekerja Sosial Profesional untuk menjelaskan Laporan Sosialnya serta program intervensi yang direkomendasikan, (6) Penyidik wajib memberikan kesempatan kepada, anak untuk didengar keterangannya, orangtua/Wali untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan Anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan, korban/Anak Korban/Orangtua/Wali untuk memberi tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan, (7) Bila dipandang perlu, Penyidik dapat memanggil pihak lain seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, guru atau ahli untuk memberikan informasi/keterangan untuk mendukung pemenuhan data dan informasi untuk kepentingan pengambilan keputusan, (8) Bila dipandang perlu, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja social professional dapat melakukan pertemuan terpisah (Kaukus) dengan para pihak, termasuk anak atau korban atau juga saksi, (9) Penyidik menuangkan hasil rapat koordinasi dalam Berita Acara rapat hasil koordinasi, (10) Dalam menyusun Berita Acara perlu diperhatikan  agar hasil rapat koordinasi tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan; atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan Anak; atau yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketika dilakukan pengambilan keputusan, tetap harus diperhatikan kepentingan terbaik untuk anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik, laporan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial yang dilakukan oleh Pekerja Sosia Profesional (Peraturan Pemerintah No. 65  tahun 2015 pasal 69 ayat 1).

Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya rapat koordinasi. Dan dalam jangka wakt paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan, keputusan tersebut disampaikan oleh Penyidik kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk dimintakan penetapan. Kemudian oleh Ketua Pengadilan Negeri membuat penetapan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan penetapan keputusan tersebut (Peraturan Pemerintah No. 65  tahun 2015 pasal 77 sd 79). ( Muslim Awaluddin, S.IP. Bekerja di Bapas Pati, Kementrian Hukum dan HAM Jateng, tinggal di Jepara)