blank
Hakan Calhanoglu. Foto: Istimewa

blank

Oleh: Amir Machmud NS

// cukup panjang waktu Milan// kembali meraih cahaya// dari kisah panjang Tim Impian// menjadi orang-orang yang terus bermimpi// tahukah kalian // dari mana cahaya kembali menyiram Giuseppe Meazza?// (Sajak “Cahaya di Giuseppe Meazza”, 2020)

JANGAN sekali-sekali menyinyiri usia. Anda tak cukup memaksakan hanya memberi tempat anak-anak muda atas nama kesegaran. Lalu menjauhi yang tua karena merasa mereka hanya menjadi beban, atau dalam istilah sepak bola, “sudah menjadi besi-besi tua”.

Pastilah kalian paham kisah tentang Zlatan Ibrahimovic. Bagi pemain asal Swedia itu, umur hanyalah deret angka-angka. Selebihnya adalah fakta: semangatnya tak terusik oleh perambatan usia.

Ibra hanya satu di antara “manula olahraga” yang mampu bereksistensi panjang di panggung olahraga.

Kalian pasti pula menyoal, olahraga membutuhkan fisik prima, kebugaran nyata, dan daya saing terjaga. Banyak wonder kid, rising star yang semuanya segar dan ranum. Sedangkan atlet-atlet yang beranjak tua, berkeras hati mempertahankan performa dengan kemauan, disipilin spartan merawat fisik, untuk membuktikan kepada habitatnya bahwa dia masih mampu bersaing dengan para milenial.

Paolo Maldini, Gianluigi Buffon, dan Cristiano Ronaldo adalah contoh-contoh teladan dalam disiplin kebugaran.

Bersama Ibra, AC Milan menemukan cerah performa. Scudetto tengah musim yang diraih dalam rivalitas ketat Liga Seri A 2020-2021, dengan 14 laga tanpa kekalahan menunjukkan Rossoneri sedang dalam tren positif. Mereka menemukan kegembiraan musimnya.

*   *   *

BERMUSIM-MUSIM pasca-kejayaan Dream Team era Arrigo Sacchi dan Fabio Capello pada dasawarsa 1990-an, Milanisti menunggu momen ini. Sudah cukup lama, pada 2011 Milan merengkuh juara. Trofi terakhir diraih pada 2016, yakni Supercoppa Italia. Bahkan pada musim 2014-2015, klub bertabur gelar dengan 18 kali juara Seri A ini hanya mampu menduduki posisi 10 klasemen akhir.

Allenatore Stefano Pioli dibantu karisma Ibrahimovic mengantar Milan ke performa sekarang. Kepercayaan diri meningkat, dan aktor utama yang banyak disebut sebagai bintang utama adalah sang pemeran trequarista, penyerang lubang di belakang striker. Dia Hakan Calhanoglu.

Pemain 26 tahun berkebangsaan Turki ini selain rajin mengirim assist, juga produktif mencetak gol, baik dari open play maupun bola mati. Tendangan bebasnya keras mengecoh. Sejak 2013, dia telah mendetak 18 gol free kick. Pemain yang dijuluki “Pangeran Free Kick Milan” ini hanya kalah dalam periode yang sama dari Lionel Messi (36 gol).

Calhanoglu berkembang menjadi nyawa tim, mirip peran Ruud Gullit atau Dejan Savicevic di masa kejayaan Milan, atau Roberto Baggio dan Alexandre Pato beberapa tahun kemudian. Dari dokumentasi aksi-aksinya di Youtube, tergambar betapa tinggi mobilitas Hakan, di samping determinasi dan kelas kemampuan teknisnya.

Dalam khazanah seni sepak bola, saat ini kita kehilangan sentuhan magis Eden Hazard yang dililit cedera sejak memperkuat Real Madrid pada dua musim lalu. Kini, secara mencolok, kita menemukan gelandang dengan performa sebagai play maker itu dalam diri Jack Grealish (Aston Villa), Hakim Ziyech (Chelsea), dan Hakan Calhanoglu.

Sejatinya, Pasukan San Siro memang butuh ketokohan dari pemain panutan yang bisa menjadi solusi dan pembeda. Zlatan Ibrahimovic adalah fakta jawaban yang mampu memacu spirit rekan-rekan mudanya, sedangkan Calhanoglu menghadirkan fungsi dinamo permaiman yang dibutuhkan dalam skema ofensif Pioli.

Tak berlebihan jika disebut, gelandang andalan tim masional Turki yang pernah menjadi pilar Hamburg SV dan Bayer Leverkusen itu kini menjadi cahaya di Giuseppe Meazza. Ia sosok vital bagi strategi Pioli, dan menjadi pelayan umpan yang mumpuni untuk eksekusi-eksekusi mematikan Ibrahimovic.

Selain Ibra dan Hakan, Milan mengandalkan pilar-pilar yang kini diracik Pioli lewat kolektivitas permainan ofensif. Ada Gianluigi Donnarumma, Alessio Romagnoli, Andrea Conti, Theo Hernandes, Pierre Kalulu, Simon Kjaer, Sandro Tonali, Brahim Diaz, Franck Kessie, dan Ante Rebic.

Arrigo Sacchi, “bapak permainan pendek-rapat” yang membubungkan Tim Impian masanya, menyebut tiga serangkai kebangkitan AC Milan, yakni Paolo Maldini, Ivan Gazidis (CEO), dan Stefano Pioli. Agak aneh juga dia tidak memasukkan nama Ibra sebagai salah satu “faktor”. Padahal, kontribusi Ibra adalah realita.

Adonan taktik Pioli boleh jadi akan matang setahun-dua tahun ke depan, setidak-tidaknya untuk menjajari capaian tim Massimiliano Allegri pada 2011. Zlatan Ibrahimovic ada dalam tim yang boleh dibilang bertabur bintang atau sisa bintang, seperti Abbiati, Abate, Robinho, Cassano, Van Bommel, Nesta, Pirlo, Gattuso, Seedorf, Thiago Silva, Zambrotta, Ambrosini, Prince-Boateng, Flamini, dan Pato.

Pada tiap pekan kita bisa menikmati orkestrasi Il Diavollo Rosso dengan konduktor Hakan Calhanoglu dan karisma Ibrahimovic. Jangan sampai cahaya yang dinyalakan dalam passion mengembalikan kejayaan itu memudar dan memadam…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis olahraga, Ketua PWI provinsi Jateng