blank
Th. Dewi Setyorini

Oleh : Th. Dewi Setyorini

Tahun 2020 sudah kita tinggalkan. Tahun kemuraman yang meninggalkan banyak cerita. Tak pernah ada yang membayangkan bahwa kehidupan akan dibalik sedemikian rupa sehingga tergopoh-gopoh orang menyikapinya.  Sekilas balik mengingat suasana batin saat pandemi mulai menyerang di bulan Maret itu. Kengerian mendera tanpa pernah tahu siapa musuh yang menyerang.

Ia tak kasat mata namun serangannya mematikan hingga berjuta nyawa melayang. Tercatat hingga tulisan ini dibuat, 1, 76 juta jiwa terkonfirmasi meninggal karena covid 19. Kita masih ingat, saat itu pintu-pintu ditutup dan kita pun berlindung di rumah masing-masing berdebar menanti kapan semua akan berakhir.

Baca Juga : Akuntabilitas Personal

Hitungan waktu dan bulan pun bergerak, jalan seakan tak ada ujung. Jumlah kasus terindikasi Covid 19 makin menunjukkan kenaikan, bukan melandai atau bahkan menurun.

Tanpa kita mau, saat ini kita hidup berdampingan dengan musuh paling berbahaya dalam sejarah manusia. Bahkan belum lama ini ditemukan varian baru virus ini yang telah bermutasi menjadi lebih cepat penyebaran dan dampak yang diakibatkan.bisa lebih fatal.

Akankah kita akan kembali pada awal-awal tahun 2020? Hampir dapat dipastikan tak ada yang menghendakinya.

Mengubah Banyak Hal

Pandemi ini mengubah banyak hal, menjungkirbalikkan keyakinan dan kebiasaan yang selama ini kita pegang. Termasuk di dalamnya perubahan dalam budaya yang selama ini kita kukuhi sebagai bagian dari keseharian kita.

Kehidupan yang tak pernah lepas dari kunjung mengunjungi, bersalaman, berpelukan, dan bahkan cium pipi kanan dan kiri, kini harus ditinggalkan. Bukan untuk diri sendiri namun demi menjaga orang lain dari serangan covid 19.

Daya tahan kita diuji, kesabaran kita dipertaruhkan, bahkan keyakinan kita mendapatkan sparing partner yang seimbang untuk menguji seberapa tangguh diri kita dan seberapa kuat keyakinan kita.

Baca Juga Pemimpin di Era Pandemi

Kita yang hidup dalam masyarakat komunal dengan kehangatan budaya yang sarat makna dan sarat simbolik, kini dihadapkan pada kenyataan bahwa kedekatan itu tak harus secara fisik dengan sentuhan dan pelukan.

Sensasi indrawi peraba tidak lagi dimanjakan dengan tatap muka offline, namun kepuasan itu kita dapatkan dari visualisasi yang terpampang secara online.  Mereka yang tak biasa akan terkaget-kaget dan merasa keanehan dalam kehidupan yang tanpa batas.

Saat ini, kita sedang membangun sebuah peradaban baru, sebuah peradaban yang terbentuk sebagai sebuah upaya manusia untuk tetap bertahan dalam sebuah situasi dan kondisi yang tidak biasa.

Pelan namun pasti, kebiasaan baru dibentuk, penyesuaian dilakukan, peraturan ditegakkan demi terbentuknya formula kehidupan yang kita tak tahu sampai kapan harus dijalani. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan.

Yang sebenarnya tak hanya arti harafiah semata, namun pemaknaan yang lebih dalam adalah menjaga lingkungan, menjaga sesama,  dan menjaga  kehidupan demi keberlangsungan hidup itu sendiri.

Baca Juga Zona Nyaman

Inilah jaman baru, jaman dimana teknologi mengakuisisi kehidupan yang selama ini merayap. Kita dipaksa berubah, mau tak mau, karena kehidupan akan bergerak cepat dan lebih cepat.

Siapa yang tak mampu mengikuti, harus siap-siap tertinggal dan cukup puas dengan apa yang diperolehnya. Termasuk di dalamnya perubahan pola pikir, cara pandang bagaimana beradaptasi dengan lingkungan.

Perubahan ini juga makin menyadarkan bagaimana teknologi informasi telah berperan begitu besar dan perlu kita terima sebaai bagian dari kehidupan yang kita jalani.  Meski tak mudah dan terasa aneh,  kesadaran itulah yang nantinya akan menyelamatkan kita semua.

Karakter Baru

Sejak pandemi ini menyerang kita, banyak perusahaan berguguran, tak sedikit orang yang kehilangan mata pencaharian dan diistirahatkan.

Mereka yang kehilanga pekerjaan berusaha bangkit, bertahan, untuk kemudian berjuang lagi. Dalam situasi demikian, bermunculan profesi-profesi baru yang menyesuaikan diri terhadap teknologi yang ada.

Banyak start up baru, influencer, bisnis online berkembang pesat, demikian pula bisnis jasa pengiriman. Semua menggeliat sejalan dengan tuntutan perubahan jaman.

Baca Juga Aku dan Sosmed: Pinter atau Keblinger

Pada akhirnya, mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu melewati tantangan besar ini. Pandemi ini akan membentuk karakter baru, yaitu kemampuan untuk bertahan terhadap kehidupan dan memiliki elastisitas diri dalam merespon setiap perubahan.

Mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu memaknai perubahan sebagai sebuah keniscayaarn yang tak perlu ditolak. Menjadi bagian di dalamnya dan mengamininya yang nantinya membentuk keuletan menyiasati hidup.

Karakter baru yang bertahan adalah mereka yang mampu memanfaatkan peluang sekecil apapun, mereka yang inovatif, tidak semata mencipta tetapi berkreasi, menambah dan mengurangi dari esensi yang ada demi dapat diterima semua.

Setiap orang sekarang berbenah menciptakan peluang dan mencoba bertahan. Dalam peluang itu ada kesadaran kolektif untuk secara bersama bersinergi dan berkolaborasi karena tak ada keberhasilan tanpa kerja sama.

Baca Juga Titik Nol

Kehidupan akan menjadi semakin kompetitif karena peluang akan diperebutkan banyak orang. Semua akan mendapatkan porsi kesempatan yang sama tanpa kecuali.

Batas hidup menjadi absurd dan memberikan kemungkinan untuk berinteraksi dari belahan dunia manapun. Keterbukaan peluang menembus batas-batas negara. Dengan demikian siapa yang mampu memanfaatkan teknologi ialah yang akan menguasai pasar. Mereka yang menguasai teknologi dan tak pernah berhenti mengeksplorasi yang akan menjadi pemenang.

Namun itupun tak cukup. Pandemi ini telah mengubah watak manusia menjadi lebih cepat bosan namun di sisi lain, membutuhkan ruang gerak tanpa batas. Oleh karena itu karakter untuk selalu dinamis, ingin tahu, dan berani mencoba yang akan bergerak mengikuti perubahan yang terus berubah.

Membuka diri, terus belajar, dan tak pernah bosan adalah karakter yang patut kita miliki untuk menjalani kehidupan yang masih akan terus bergulir.

Baca Juga Di Tengah Pandemi, Jangan Lupa Bahagia

Menjalani 2021

Tahun baru sudah kita masuki. Tahun harapan dengan tantangan baru. Perguliran hidup sudah kita mulai lagi. Banyak yang sudah mempersiapkan diri jauh sejak pandemi menyerang, ada juga yang masih berjaga-jaga sambil melihat berbagai kemungkinan yang muncul.

Namun ada juga yang masih ragu dan khawatir tentang apa yang akan terjadi. Semua menyikapi sesuai dengan karakternya sendiri. Apapun itu, ibarat perlombaan, bendera sudah diayun semua mulai berpacu.

Baca Juga Terjebak Gadget Akibat Pandemi

Tahun ini adalah tahun harapan, saat vaksin sudah ditemukan, tak lama lagi anak-anak sudah akan bersekolah, roda perekonomian akan bergerak, sementara pemerintah akan mengawasi sambil menerapkan rem dan gas sesuai dengan kondisi yang ada.

Saat ini kita perlu mengambil keputusan, tetap melangkah dengan berbagai kemungkinan perlu dilakukan. Menunggu terlalu lama hanya akan membuat kita ketinggalan laga kehidupan yang menjadi lebih dinamis.

Saat ini, kita tak bisa lagi bermain sendiri, kolaborasi dan sinergi adalah kata kunci untuk dapat “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”.

Membangun kerja sama dan memperluas pergaulan adalah modalitas yang dapat kita manfaatkan untuk terus bertahan. Sambil tak lupa terus belajar, membuka diri, menyerap berbagai informasi, sambil tak lupa terus berikhtiar bahwa hidup adalah keniscayaan yang harus dijalani. Selamat Tahun Baru 2021.

(Th. Dewi Setyorini Psikolog, CEO of 3Ds Consultant, Semarang)