blank
Dr H Sulistyo MPd, mantan Ketua Umum PGRI Pusat dan angota DPD RI asal Banjarnegara.(Foto:SB/Dok)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – 25 November 2020 diperingati sebagai Hari Guru sekaligus Hari Ulang Tahun PGRI. Setiap memperingati hari penting bagi guru tersebut, para pendidik di  Tanah Air, utamanya anggota PGRI, kini tentu tidak akan lupa dengan sosok pejuang guru Dr H Sulistyo MPd.

Ya pak Sulis, begitu nama akrabnya, sangat dikenang oleh para guru. Maklumlah, pria yang lahir 12 Februari 1962 di sebuah desa pelosok perbukitan di Kabupaten Banjarnegara, tepatnya Desa Kalitengah, Kecamatan Purwanegara (berbatasan dengan wilayah Kebumen), ini memang dikenal sebagai tokoh yang getol memperjuangkan nasib dan kesejahteraan para guru.

Kariernya pun nyaris sempurna dihabiskan sebagai aktivis organisasi profesi guru, PGRI, sekaligus sebagai pendidik. Ia menamatkan SD-SMP hingga SPG di Banjarnegara. Sejak kecil Sulis memang dikenal sebagai pelajar yang pintar dan rajin. Ketika penulis berkesempatan ziarah ke makam Pak Sulis, diterima oleh pamannya (pensiunan guru SD di Sempor Kebumen), yang menjelaskan bagaimana perjuangan Sulis kecil meraih mimpinya.

Pak Sulis sejak SMP setiap hari harus jalan kaki sekitar 10 kilometer ke kota Banjarnegara naik turun gunung. Bangun pagi salat dan mandi harus segera berangkat agar tak terlambat sampai sekolah. Setamat SMP, Sulis memilih masuk SPG. Tamat SPG sebelum diangkat jadi PNS guru SD, dia melanjutkan kuliah di IKIP Negeri Semarang (kini Unes).

Sebelum tamat kuliah, Sulis diangkat sebagai guru SD. Profesi ini ia tekuni antara tahun 1982-1985. Selanjutnya ia mengajar SMP 1985-1987. Sulis juga melanjutkan mengajar di SMEA/SMK hingga 1989. Sambil aktif sebagai pengurus PGRI Jateng, ia juga sebagai dosen di IKIP PGRI Semarang.

Tatkala mengabdi sebagai dosen di IKIP PGRI Semarang, Sulis pernah meraih predikat dosen teladan serta berkarier penuh di perguruan tinggi yang kini menjadi Universitas PGRI Semarang (UPGRIS). Seraya mengurus organisasi guru di PGRI dan mengajar, pak Sulis pun melanjutkan S2 dan S3 di Unes Semarang. Bahkan kariernya sebagai dosen terus berlanjut menjadi Dekan hingga Rektor.

Kecintaannya kepada guru ia buktikan dengan mengabdi sebagai anggota PGRI sejak muda lalu menjadi pengurus dan Ketua PGRI Jateng. Berkat kiprahnya kemudian terpilih sebagai Ketua Umum PGRI Pusat pada 2008-2013. Pada 2013 terpilih kembali sebagai Ketua Umum PGRI Pusat periode kedua.

Guru Sejati

Ketokohan dan perhatiannya kepada nasib guru tentu sangat wajar. Ia sekaligus sangat paham liku-liku dan suka duka guru sejak dari jenjang pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi (dosen). Pendeknya, ia seorang guru sejati dengan pengalaman mengajar lengkap. Maka tatkala menjadi Ketua Umum PGRI pun pak Sulis sangat peduli dengan nasib, kesejahteraan dan profesi pendidik.

Bisa dimaklumi bila kemudian pak Sulis terpilih dua periode sebagai Ketua Umum PGRI Pusat. Bahkan untuk memperjuangkan dan mengawal nasib serta kesejahteran guru, pak Sulis terpilih sebagai anggota DPD RI sejak 2009-2014 dan berlanjut 2014-2019.

Namun takdir berkata lain. Dalam sebuah insiden saat melakukan pengobatan terapi di RS AL Mintohardjo Jakarta, Maret 2016, pak Sulis mengalami kecelakaan dan jiwanya tak tertolong. Ia wafat di usia 54 tahun. Namun jasa, perjuangan dan pengabdiannya tentu akan selalu dikenang oleh para guru se Tanah Air.

Terbukti di makam pribadinya di sebuah bukit di dekat rumahnya di Desa Kalitengah, Purwanegara, Banjaranegara yang semula sepi, secara perlahan semakin ramai. Lokasi makam di puncak bukit, dengan panorama asri pada dataran tinggi, bisa memandang Gunung Slamet dan Baturrraden, ke timur bisa melihat dataran tinggi wilayah Kebumen. Bahkan kini makam yang dibangun megah itu menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Banjarnegara dan ramai dikunjungi para wisatawan serta peziarah.

Hampir setiap hari ada saja rombongan guru dari Tanah Air berziarah dan berdoa di pusara Pak Sulis. Kita tentu merindukan figur yang peduli dan gigih berjuang memperbaiki kesejahteraan guru seperti Pak Sulis. Sosoknya yang luwes, empatinya yang tinggi pada para guru, tahu persoalan guru serta pendidikan, relasinya luas hingga pucuk pimpinan negara. Seperti kedekatannya dengan Presiden SBY kala itu tidak terbantahkan.

Tak heran bila banyak guru setiap ziarah ke makam Pak Sulis dan berdoa di pusaranya selalu menitikkan air mata. Sebab selama menjadi Ketua Umum PGRI Pusat dua periode hingga terpilih menjadi DPD RI, perhatiannya terhadap guru se Tanah Air tak pernah berubah.

Bahkan Pak Sulis tak rela jika para guru, utamanya guru pendidikan dasar sebagai guru kelas dibebani seabreg administrasi. Lahirnya UU Guru dan Dosen hingga tunjangan sertifikasi pendidik tak luput dari perjuangan dan pengawalan Pak Sulis.

Masuk akal bila para guru sangat berutang budi atas jasa dan pengabdian Pak Sulis. Pendeknya, ia merupakan sosok pejuang guru sejati yang tahu “jerohan” dan isi perut guru. Syukurlah, semakin banyak guru ziarah ke makamnya dan berdoa, sekaligus rindu untuk datang kembali ke kampung halaman tokoh guru tersebut.

Semoga ke depan muncul lagi sosok pejuang guru yang memiliki dedikasi dan kemampuan memahami persoalan guru serta pendidikan seperti Pak Sulis. Selamat Hari Guru. Selamat merayakan HUT PGRI.

 Komper Wardopo, dosen Tarbiyah IAINU Kebumen dan wartawan Suarabaru.id