blank
Peserta Lokakarya Produk-produk Wisata Desa Ngargoretno, Salaman, Kabupaten Magelang, berfoto bersama. Eko Priyono

MAGELANG (SUARABARU.ID) – Para pelaku wisata Desa Ngargoretno di kawasan Bukit Menoreh melakukan webinar lokakarya produk-produk wisata desa, Minggu 22 November 2020. Kegiatan itu dalam rangka memajukan sektor wisata di wilayah Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

Lokakarya itu mengundang petugas Kementerian Desa, Dispermades Provinsi Jawa Tengah dan Dinas UMKM Jawa Tengah. Dalam lokakarya yang bertajuk “Survival of community bassed tourism village in the midst of pandemi 19″ itu dilakukan di tengah-tengah terpuruknya dunia pariwisata.

Tak lain karena minimnya kunjungan wisatawan.”Ternyata Wisata Desa Ngargoretno mampu mendayagunakan seluruh potensi yang ada sehingga dalam menghadapi wabah covid-19 hampir bisa dikatakan tidak berdampak bagi wisata desa tersebut,” kata Soim warga setempat yang juga menjadi salah satu pembicara dalam lokakarya tersebut.

Kegiatan lokakarya itu dilaksanakan bersama BEM KM Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang tengah ikut melakukan pemberdayaan di Desa Ngargoretno. UGM hadir karena permintaan warga masyarakat dan Desa Ngargoretno dalam optimalisasi produk-produk kuliner desa.

“BEM KM UGM sudah sekitar tiga bulan ikut membenahi sisi marketing online dan memperbaiki packaging produk-produk kuliner di desa kami,” kata Dodik Suseno Kepala Desa Ngargoretno.

Ketua Tim Program Holistik Pemberdayaan Desa dari UGM, Thimoty Rhema, mengatakan bahwa pihaknya merasa sangat senang dengan kondisi Desa Ngargoretno yang potensinya sangat besar. Seluruh masyarakatnya bisa bersinergi bersama untuk memajukan desanya.

Pihaknya hanya melakukan suporting sistim dari apa yang sudah dilakukan oleh warga bersama pemerintah Desa Ngargoretno.

“Pihak kami juga berkomitmen tidak akan begitu saja meninggalkan Desa Ngargoretno meskipun program pendampingan sudah selesai,” katanya.

Rhema menambahkan bahwa nuansa membangun ekonomi dari pinggiran atau dari desa sangatlah terasa di desa itu. Dari sanalah mereka akan banyak belajar dan mengabdikan diri di desa itu.

“Model-model pembangunan  melalui pola komunikasi bottom up seperti inilah yang akan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama karena pembangunan didasarkan pada aspirasi masyarakat bawah,” tambah Rhema.

Eko Priyono-trs