blank
Sofwan. (Ilustrasi)

blankTUHAN mengirim rezeki, terkadang disertai hiburan yang mengundang senyum. Tahun 1995 datang serombongan tamu dua mobil dari luar kota berjarak 150 km. Mereka mengucapkan terima kasih karena anaknya yang semula sakit menahun itu tiba-tiba sembuh, dan mereka mengaku itu karena perantaraan (wasilah) doa saya.

Merasa tidak melakukan apa pun, saya pilih diam semi bingung saat mereka bercerita keajaiban yang dialami anaknya. Hingga akhirnya mereka pun pamit dan setiap yang ikut datang, baik itu dewasa dan anak-anak pun memberikan amplop (ada isinya).

Saat saya bingung memikirkan kejadian itu, istri saya mengatakan dua minggu lalu saat saya sedang keluar kota, ada yang menghubungi melalui telepon dan meninggalkan pesan agar anaknya yang sedang sakit itu saya doakan agar sembuh.

Bahkan istri saya diminta mencatat nama kedua anaknya, nama ibu-bapaknya,  termasuk juga weton-nya. Siapa tahu data itu nantinya diperlukan. Sayangnya, catatan itu hilang, (mungkin kesapu), dan istri saya lupa dengan pesan itu.

Min Haitsu la Yahtasib

Kisah ini menyiratkan, begitu misteriusnya perputaran rezeki. Dari sisi spiritual, itu  dapat dikategorikan sebagai rezeki yang min haitsu laa yahtasib (yang tidak diduga-duga) bagi tuan rumah. Pendekatan lain, faktor nama.

Karena sudah dikenal publik, berlaku kaidah, orang yang sudah berniat berobat itu sesungguhnya dia sudah membawa obat sendiri, yaitu motivasinya untuk sembuh. Sedangkan bagi tuan rumah, ini berkaitan dengan rezeki nomplok yang disebabkan, “Wong yen wus duwe jeneng, jenang teka dhewe” (Orang yang sudah punya nama, jenang/jajan, datang sendiri).

Penyebab lain, faktor kesungguhan dan keyakinan yang berobat. Karena itu, seseorang yang mendapatkan kesembuhan atau keberhasilan, belum tentu itu faktor “keampuhan” orang yang didatangi,  melainkan lebih  faktor yang mendatangi.

Faktor lain, mereka yang berobat itu orang yang sudah pasrah dan yakin. Jadi, dalam konsep “gojekan” peran orang yang didatangi itu ibarat montir bengkel. Ibarat ada orang awam motornya mogok, lalu dibawa ke bengkel, setelah diperiksa ternyata kran bensinnya posisi menutup. Montir cukup mengulir kran, dan setelah itu motor langsung normal.

Setelah kejadiannya berlangsung tiga bulan, saya menghubungi ayah dari anak itu dan mengatakan, keajaiban yang dialami anaknya itu karena pertolongan Allah, dan saya mengatakan tidak melakukan apa pun. Namun apa jawabnya? “Ah, bapak ini memang tawaduk.” Ya wislah.

Guyon pun Manjur

Karena dikenal sebagai penulis dan praktisi metafisika, banyak yang datang ke rumah atau janji ketemuan di luar untuk konsultasi dan  belajar. Dalam melayani mereka, saya mengikuti apa maunya.  Yang datang untuk belajar saya layani profesional, untuk sekedar jagong, saya layani layaknya orang jagong.

Pernah juga ada ada tamu dari kota yang jauh. Saat kami membahas masalah metafisika, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya mengucapkan “doa” yang aslinya semi-semi bercanda. Doa itu saya sebut Doa nyadhong kodrat. Nyadhong dalam bahasa Jawa, artinya mengharap, menunggu atau menerima jatah.

Doa itu berbunyi : “Ya Tuhan, kirimkan kepada saya, orang-orang yang sebentar lagi sudah Engkau takdirkan akan berhasil.”  Aplikasinya, jika yang datang mau berobat, doanya : “Ya Tuhan, kirimkan kepada saya, orang-orang yang sebentar lagi sudah Engkau takdirkan akan sembuh.”

Kalau yang datang mau ikut Pilkada, doanya: “Ya Tuhan, kirimkan ke sini kandidat yang namanya sudah tercatat di buku langit.”

Walau ini rangkuman “mantra humor”, ketika yang mendengar itu menganggap sesuatu yang sakral, ternyata mampu menjadi sarana pendongkrak sugesti. Dan mereka pun sukses!

Saya mengamati, sebagian dari “orang pintar” itu karena ada faktor jatah dari Allah yang menggerakkan alam. Dan kebanyakan yang kadatangan “ilmu tiban” macam itu ada faktor keturunan, seperti yang dialami tetangga desa bernama Sapuan (50) yang tidak belajar ilmu penyembuhan.

Berawal ketika ada warga yang kalap dan kehilangan kesadaran akibat salah dalam belajar ilmu lalu  berlarian di atas genteng tetangga, warga pun memintanya untuk menyadarkan. Keyakinan warga, karena almarhum ayahnya seorang penyembuh, anaknya tentu diwarisi ilmunya.

Bagi Sapuan, tak ada doa atau ilmu khusus. Saat itu dia dituntun oleh hatinya untuk membacakan Surat Alfatihah sambil memandang anak muda yang kalap itu. Tak lama kemudian yang semula ngamuk menjadi  sadar. Sejak peristiwa itu Sapuan banyak didatangi warga untuk berobat.

Putra almarhum Mbah Sulaiman, Mbah Modin Desa Sumur, Cluwak, Pati, itu kemudian sering didatangi warga untuk menyadarkan orang yang terganggu jiwanya, sapih -agar anak tak lagi menyusu Ibunya- atau yang nafsu makannya bermasalah, atau  dilupakan sesaat dengan Ibu/Ayahnya karena ditinggal kerja ke luar negeri.

Fenomena semacam ini banyak terjadi. Berawal dari keyakinan “berjamaah” kemudian memunculkan keajaiban. Manusia tinggal menjalani kodrat sesuai alat yang diterima. Artinya, kalau jatahnya diberi cangkul, ya cangkul itu  dimanfaatkan sebaik-baiknya, kalau diberi tasbih, ya siap-siaplah untuk D-5 : Diam, Duduk, Dzikir, Duit, Datang.

Masruri konsultan dan praktisi metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati