blank

blank

TAHUN 1995, karena ingin memiliki rumah pribadi, oleh kerabat saya disarankan sowan sesepuh yang oleh publik disebut Kiai Khos. Niat utama sowan beliau itu mohon didoakan atau diberi ijazah doa (wirid), agar segera punya rumah, karena saat itu saya sudah punya anak namun belum punya rumah.

Perjalanan ke kediaman sesepuh itu ditempuh 10 jam dan berganti tiga kali bus umum. Sampai terminal akhir berjalan kaki lumayan jauh. Dan  sampai kediaman yang dituju,  saya menunggu lama karena tuan rumah banyak kegiatan dan menerima tamu dari jauh-jauh yang datang lebih dulu.

Dijewer

Saat bertamu sesepuh itu, telinga saya dijewer sambil berkata : “Belajar ilmu itu jangan yang aneh-aneh, dikurangi, ya.” Selanjutnya, beliau memberi saya ijazah doa yang harus diamalkan 40 malam, tidak boleh terputus.

Pada hari ke-33 mengamalkan doa (wirid) tanda-tanda datangnya pertolongan Tuhan sudah mulai tampak. Saya menerima surat dari penerbit yang ingin membeli hak cipta tulisan saya yang dimuat rubrik disebuah harian.

Datangnya surat itu menjadikan saya lebih optimis bahwa doa saya dijawab-Nya. Selanjutnya, naskah (guntingan koran) yang tercecer itu saya kumpulkan, lalu saya antar ke penerbit dan dibayar secara tunai/cash.

blank

Hasil menjual naskah (sistem putus) atau nonroyalti itu tepat pada malam yang ke-40 saya menyelesaikan doa 40 malam. Dengan uang sejumlah itu, saya nekat memulai membuat fondasi rumah. Tentu saja banyak yang mempertanyakan “ulah nekat” itu. Karena secara logika sejumlah uang itu tidak cukup untuk membangun rumah.

Keajaiban pun terjadi. Buku pertama saya disambut baik oleh publik hingga penerbit pesan naskah lagi. Satu naskah selesai, menyusul naskah berikutnya. Hingga rumah pun terwujud. Dan sarana Tuhan mengantar rezeki untuk membangun rumah itu murni dari menulis.

Keajaiban Berlanjut

Beberapa tahun kemudian, ketika saya perlu untuk perluasan rumah, saya membaca doa 40 malam itu dengan cara yang dulu pernah saya lakukan saat membangun rumah pertama.

Namun  untuk program rumah kedua itu jauh lebih mudah. Ketika doa 40 malam saya selesaikan, keajaiban terjadi. Bahkan untuk anggaran proyek kedua itu hanya bermodal angkat telepon. Yaitu, ketika ada pembaca buku dari negara tetangga menghubungi saya melalui telepon.

Dia mengaku uangnya “dikuasai” seseorang. Intinya, dia minta bantuan saya mengurusnya.  Modal saya cukup menghubungi orang yang dimaksud itu melalui telepon. Karena kami saling kenal baik dan beberapa kali berkomunikasi melalui telepon, maka dalam waktu singkat, sejumlah uang itu sudah pindah ke rekening saya.

Ketika kabar itu saya sampaikan pemilik uang di negeri seberang sana, jawabnya mengagetkan. “Pak, saya ikhlas uang itu untuk bapak saja daripada dikuasai mereka.” Uang sejumlah itu untuk membangun rumah sisi barat.

Dan sebagai ucapan terima kasih, saat beliau berkunjung ke Indonesia, dan menginap beberapa malam di rumah saya, untuk tiket pesawat mereka berdua bagian saya yang membelikannya.

Keajaiban Ketiga

Ketika anak-anak sudah bertambah dewasa, saya perlu memperluas bangunan lagi. Saya lalu mengamalkan doa 40 malam lagi, dan keajaiban yang ketiga ini prosesnya berkaitan dengan politik.

Yaitu, teman asal luar Jawa ingin saya buatkan buku autobiografi sebagai bahan “pencitraan” dalam persiapan maju dalam pilkada. Dan untuk itu dia bayar tunai.

Sayangnya teman itu urung mencalonkan diri karena tersandung suatu masalah, sedangkan uang yang telanjur diserahkan saya itu dianggap hangus. Baginya, uang sejumlah itu kecil, namun bagi saya, nilainya sangat berharga.

Pilih Anak

Beberapa kali sowan sesepuh banyak hal yang sulit diterima nalar. Misalnya, kerabat saya yang baru lulus pendidikan SLTA saat mengantar saya sowan ke beliau, selain diberi ijazah “doa 40 malam” dia diberi hadiah kaos beratribut militer. Tak lama kemudian kerabat itu lolos dalam pendidikan pasukan khusus.

Pengalaman lain, kerabat saya yang sudah menikah tiga tahun belum ada tanda-tanda hamil, saat sowan ditanya,” Kamu pilih anak apa pilih harta?” Kerabat saya menjawab,”Pilih dua-duanya.”  Sesepuh itu menjawab “Tidak bisa! Nikmat Allah di dunia ini tidak lengkap. Lengkapnya besok di sana, di alam setelah kehidupan.

Selama mengamalkan “Doa 40 Malam” dia diuji pintu rezekinya tersumbat. Tiga mobil angkutan umum miliknya sering rusak dan banyak menyedot anggaran untuk bengkel, dan saat normal untuk jalan tak ada penumpang naik. Ujian itu berakhir ketika anak pertamanya lahir.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati