blank
Wali Kota Sigit Widyonindito menyerahkancinderamata kepada Gus Muwafig, (Bag Prokompim, Pemkot Magelang)

MAGELANG (SUARABARU.ID) – Kota Magelang harus dipimpin oleh orang yang paham tentang wali. Karena di sini ada makam Wali Syeh Subakir, yang merupakan cikal bakal penyebaran Islam dan pembangunan peradaban besar nusantara.

Permintaan itu disampaikan KH Ahmad Muwafiq yang biasa disapa Gus Muwafiq dalam Haul Syeh Subakir dan Peringatan Hari Santri Nasional di Pendapa Pengabdian, Kamis malam (22/10).

Dihadapan Wali Kota Sigit Widyonindito, forpimda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan lainnya, ulama NU itu menjelaskan, sejarah dan peradaban Islam Nusantara itu dimulai dari bukit kecil yang bernama Gunung Tidar. Dahulu ketika peradaban Hindu-Buddha, tanah Jawa terkenal angkernya diceritakan dalam Kitab Tafsir Al Munir Syeh Nawawi, bahwa jin dan setan yang ditanam di perut bumi itu seperti gupolo. Oleh orang Jawa kemudian ditarik ke luar membantu manusia.

Menurutnya, tugas Wali Syeh Subakir adalah membuat tumbal di gunung kecil namanya Gunung Tidar untuk menjaga stabilitas makhluk di luar manusia. Baru kemudian baru muncul wali-wali yang melakukan dakwah Islam di bumi nusantara.

‘’Setelah perdemitan beres, baru dilakukan pekerja-pekerjaan dakwah, karena tidak ada lagi yang mengganggu,’’ tuturnya.

Setelah itu lahirlah Syeh Jamaludin Al Husaeni Al Kabir (Syeh Jumadil Kubro) di Turgo Lereng Gunung Merapi, melakukan pemetaan dan pemantaaun. Punya anak yang namanya Syeh Ibrahim pindah di Tuban, dan punya anak Raden Rohmad Sunan Ampel. Anak lainnya Syeh Jumadil Kubro, Syeh Ishak yang kemudian punya anak Sunan Giri. baru kemudian Sunan Ngampel punya keturunan hingga Sunan Kalijaga.

Disain besar peradaban Islam, lanjut dia, bermula dari wali yang berada di gundukan kecil Gunung Tidar di Kota Magelang. Kemudian mampu menjadi air bah, mengubah dinamika baru, peradaban baru, perubahan sistemik di seluruh wilayah nusantara, sehingga Islam bisa berdampingan dengan siapa saja hidup damai tanpa pertumpahan darah. Bertahun-tahun dia ceritakan banyak orang dan ada yang percaya dan ada yang tidak.

‘’Pemimpin yang terpapar yang begitu-begituan dan menganggap wali tidak ada, jangan harap bangsa ini bangkit dan besar. Karena tidak bersyukur pada wali dan pendahulu. Magelang harus jaga betul, cari pemimpin yang mengerti wali ini,’’ ungkapnya.

Gus Muwafiq mengingatkan, peradaban nusantara itu bermula dari Kota Magelang. Dahulu Bung Karno menghargai wali dengan menempatkan TNI di Gunung Tidar yang sekarang adalah Akademi Militer. Karena paham betul bahwa wali adalah orang yang pertama kali membangun wilayah.

Dia memberikan gambaran, para wali mempertemukan budaya dari Arab dengan budaya nusatara, makanya di tanam dengan pola yang sesuai dengan bumi nusantara. Wali itu konsep Alquran, bahasa sini disebut sunan. Al ulama waratsatul anbiya (ulama pelita bagi bumi), kemudian di sini disebut Kiai.

‘’Jadi kiai di sini adalah dorongan teologi Islam dan dorongan budaya nusantara dan membentuk sebuah peradaban. Kiai tidak semata-mata ustad dan mengajar saja, tapi representasi kiai adalah pertemuan peradaban,’’ katanya.

Dia menegaskan, santri adalah mereka yang patron pada kiai disebut santri. Karena dorongan teologis dan situasi sosial sehingga tidak semua santri itu alim (berilmu). Semua orang yang mengikuti kiai baik itu orang baik atau masih buruk semua dianggap santri. Ini memperluas jatah tilmidun (murid) para kyai sebagai poros peradaban.

Gus Muwafiq mencohtohkan, ketika Hadratus Syeh Hasym As’ari pada 22 Oktober mencetuskan resolusi jihad perang melawan penjajah adalah wajib hukumnya. Maka yang tunduk pada fatwa itu bukan hanya santri tapi masyarakat yang patuh terhadap kiai ikut perang dan dia disebut santri. Selanjutnya meletuslah pertempuran 10 November di Surabaya.

‘’Tanpa resolusi jihad, pertempuran 10 November itu tidak ada. Aksi heroik mereka terbakar dari adanya resolusi jihad 22 Otkober yang kemudian sekarang dijadikan Hari Santri,’’ tegasnya.
Seluruh rangkaian peradaban dan sejarah itu, tambah dia,  tidak akan terjadi tanpa disain besar dari para wali. Kalimat ‘La ilaha illallah’ ditanamkan oleh wali sebagai disain besar sistem peradaban, tidak seperti sekarang dikibarkan di bawa ke mana-mana.

‘’Kalau dikibarkan malah hilang karena ditembak polisi. Berangkat dari bukit kecil dari Kota Magelang peradaban nusantara itu ada hingga sekarang. Maka dari itu jangan sembrono memilih Wali Kota Magelang, jangan sampai Kota Magelang jatuh ke tangan orang yang tak kenal konsep wali,’’ pesan Gus Muwafig.

Penulis : prokompim/kotamgl

Editor   : Doddy Ardjono