blank
Kegiatan di Madrasah Keluarga. (ilustrasi).

Oleh Umi Nadhiroh

blankSAAT ini proses pembelajaran di sekolah belum dilakukan secara tatap muka atau offline dikarenakan adanya pandemi Covid 19. Dan pembelajaran masih dilakukan secara daring atau online.

Tentu proses kegiatannya tidak seperti saat dilakukan secara langsung, terkait dengan volume waktu dan metodenya, lebih-lebih untuk siswa jenjang Sekolah Dasar, baik di SD atau MI. Sehingga mereka masih banyak waktu luang bagi anak-anak dijenjang Sekolah Dasar ini, dan kebanyakan dipergunakan untuk bermain gadget atau gawai, berupa main HP atau smartphone, tablet, laptop atau komputer.

Kita, orang tua kadang hanya berpikir sederhana, Sing penting anak kita berdiam diri di rumah, selesai”. Tanpa kita pedulikan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka tonton? Membiarkan mereka bermain HP atau tablet berjam-jam, kadang sampai lupa waktu, kapan waktunya makan, kapan waktunya belajar dan lainnya sehingga menimbulkan kecanduan barang elektronik ini. Inilah saatnya, orang tua memiliki waktu yang cukup bersama keluarga dan anak-anaknya, untuk mengarahkan, membimbing dan belajar dengan mereka.

Anak-anak itu butuh bimbingan dan arahan dari orang-orang terdekat atau orang tuanya. Orang tualah yang menjadi pendidik utama dan pertama. Sudah saatnya keluarga menjadi lembaga pendidikan atau menjadi  “Madrasah Keluarga”  bagi anak-anaknya.

Konsep  Madrasah Keluarga ini, pertama, keluarga dijadikan media pembelajaran yang utama dan pertama. Orang tualah yang berkewajiban memberikan pendidikan dasar, hal-hal penting kepada anak-anaknya. Pembelajaran etika, perkataan, ucapan dan perilaku baik bisa diterapkan oleh orang tua, secara otomatis perilaku itu akan ditiru dicontoh  oleh anak-anaknya. Di Keluargalah dipusatkan proses pendidikan yang pertama, tidak hanya  home schooling tetapi family schoolling.

Yang kedua, orang tua sebagai sumber teladan yang baik bagi anak-anaknya. Ada yang menyatakan bahwa anak adalah fotokopi dari orang tuanya. Anaknya seperti apa itulah gambaran orang tuanya. Sehingga perilaku apapun dari orang tua akan nitis kepada anaknya.

Bahkan Jonh Locke seorang filosuf dari Inggris menyatakan bahwa anak itu ibarat kertas putih, mau dijadikan apa, mau dididik bagaimana itu tergantung orang tuanya. Peran orang tua, sangat luar biasa dalam membentuk anaknya.

Ketiga, orang tua memiliki tugas membentuk dan menanamkan karakter dan kepribadian serta memiliki kewajiban memberikan pemahaman agama  kepada anak-anaknya. Hal itu bisa dilakukan dengan cara menanamkan sikap dan sifat kejujuran kepada anak-anaknya. Melatih jujur,tidak bohong,  mulai dari jujur dalam perkataan atau melalui ucapan dan melalui perbuatan dan berperilaku.

Keempat, Orang tua menjadi guru utama bagi anak-anaknya. Di saat pandemi Inilah saat yang tepat bagi orang tua menjadi guru bagi anak-anaknya. Berilah waktu yang cukup untuk membimbing dan mengajari anak-anak.Selama pandemi, kita banyak waktu, karena bekerja dari rumah, sehingga kesempatan ini kita pergunakan scara baik dan maksimal untuk mendidik anak-anak kita di rumah. Tidak hanya menemani mereka belajar online dari rumah tetapi berilah materi yang bermanfaat kepada anak-anak.

Kelima, pengaturan waktu dan jadwal untuk anak-anaknya. Orang tua mengontrol waktu bagi anak-anaknya, kapan saatnya bermain, boleh pegang HP atau tablet, kapan waktunya belajar, kapan waktunya santai, dan kapan waktunya ibadah. Kalau perlu orang tua membuat jadwal untuk anak-anaknya. Dan orang tua harus tegas dan disiplin dalam pengaturan waktunya, agar mereka bisa belajar menghargai waktu.

Inilah solusi untuk mengatasi kecanduan gadget bagi anak, di tengah pandemi ini, tentu peran orang tua sangat diperlukan. Sesuai pesan Ki Hajar Dewantoro, pendidikan yang baik dilakukan di keluarga dan guru yang utama adalah orang tua.

Penulis Umi Nadliroh, M. Pd, Dosen STAI Pati