blank
KRA Pranoto Adiningrat (tengah depan) saat memimpin upacara adat tradisi Susuk Wangan, di kawasan Hutan Setren lereng Lawu selatan.

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Ada cara metodis untuk menentukan Tanggal Satu Sura versi Kejawen. Sebagaimana pada Tanggal 1 Sura Tahun Jawa 1954 ini misalnya, jatuh pada Jumat Wage (21/8). Ini mengacu pada hitungan versi Aboge (Tahun Alip Rabu Wage).

Untuk tahun ini, jatuh dalam Tahun Jimakir 1954. Hitungannya berpedoman pada Kirmahge. Yakni Tahun Jimakir, Tanggal 1 Sura-nya jatuh pada hari Jumat Wage (Kirmahge). Tanggal satu Sura Tahun lalu, hitungannya jatuh pada Wunenwon. Artinya, Tahun Wawu, Tanggal 1 Sura-nya hatuh pada hari Senin Kliwon (Wunenwon).

Demikian diungkapkan Budayawan Jawa, Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto Adiningrat MM. Peraih Bintang Budaya yang juga abdi dalem Keraton Surakarta ini, menyatakan, kalau pada kalender sekarang tanggal merahnya jatuh Kamis Pon (20/8), itu adalah Tanggal 1 Muharam 1442 H.

Yang hari tersebut (Kamis Pon), bertepatan dengan Tanggal 1 Sura versi Asopon, yakni Tahun Alip Tanggal 1 Sura-nya jatuh pada hari Selasa Pon. ”Ada dua versi metode untuk menentukan Tanggal 1 Sura. Yakni versi Aboge (Alip Rabu Wage) dan Asopon (Alip Selasa Pon),” jelas Pranoto yang juga mantan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga (Disparpora) Kabupaten Wonogiri ini.

Tokoh Kejawen
Menurut Pranoto, cara metodis yang gampang untuk acuan penentuan Tanggal 1 Sura ini, dulu diciptakan oleh Koesmin Dwidjosiswoto (Alm). Yakni tokoh Kejawen pakar penanggalan Jawa, yang juga modin (juru doa) di Lingkungan Salak, Kalurahan Giripurwo, Kecamatan dan Kabupaten Wonogiri.
blank
Keraton Surakarta mentradisikan malam Satu Sura untuk ritual kirab pusaka. Tapi karena Covid-19, Sura kali ini kirab pusaka yang biasa melibatkan kebo bule ditiadakan.

Cara menghitung kapan Tanggal 1 Sura, menganut babon pedoman versi Aboge. Disebut Aboge, itu artinya setiap datang Tahun Alip, tanggal satu Sura-nya jatuh Rabu Wage. Setelah Aboge, kemudian Ekatpon. Yakni pada Tahun Ehe, Tanggal Satu Sura-nya jatuh pada Hri Akat Pon (tahun Ehe, Akat Pon).

Kemudian Walmahpon (Tahun Jimawal, Jemuah/Jumat Pon). Selanjutnya Jesoing (Tahun Je, Seloso Pahing). Giliran selanjutnya, Daltugi (Tahun Dal, Setu atau Sabtu Legi). Pedoman hitungan selanjutnya Bemisgi, yakni untuk Tahun Be maka tanggal satu Sura-nya jatuh hari Kamis Legi (Bemisgi).

Pedoman penghitungan tersebut, berlanjut untuk Tahun Wawu, yang hitungannya mengacu pada Wunenwon (Tahun Wawu, Senin Kliwon). Selanjutnya Kirmahge, yang artinya pada Tahun Jimakir sebagaimana yang terjadi sekarang ini, Tanggal 1 Sura-nya jatuh pada Hari Jemuah (Jumat) Wage.

Sultan Agung
Kalau hitungan versi Asopon, itu menganut penanggalan karya Sultan Agung Harnyakrakusuma. Sebagai Raja Mataram Islam Tanah Jawa, Sultan Agung, membuat kalender Jawa, yang memadukan Tahun Saka dari India, dengan penanggalan Hijrah dari Arab. Untuk versi Asopon, artinya Tanggal 1 Sura Tahun Alip, jatuh pada hari Seloso Pon.

blank
Karena pandemi Covid-19, tradisi kirab pusaka Keraton Surakarta dan Istana Mangkunegaran Solo Tahun Jimakir 1954 ditiadakan.

Itu terhitung maju sehari dibandingkan dengan versi Aboge. Karena itu, versi Asopon pada penentuan Tanggal 1 Sura Tahun Jimakir 1954 kali ini, jatuh pada hari Kemis Pon (20/9) bertepatan dengan Tanggal 1 Muharam 1442 H.

Kata Pranoto, bila memahami versi Aboge dan Asopon, maka tidak akan memunculkan kontroversi pemahaman tentang penentuan Tanggal 1 Sura. Sebab selalu ada dua versi Tanggal Satu Sura yang berlainan harinya. Karena acuannya memang dua, yakni versi Aboge dan Asopon.

Keraton Surakarta dan Istana Mangkunegaran Solo, memedomani Tanggal 1 Sura tersebut, untuk acara kirab pusaka. Biasanya, kirab pusaka Keraton Surakarta dilaksanakan lewat tengah malam, tapi Istana Mangkunegaran pada waktu bakda Isya’.

Tapi karena sekarang ada pandemi Corona Virus Disease (Covid)-19, agenda tahunan kirab pusaka Sura Keraton Surakarta dan Istana Mangkunegara Solo, ditiadakan dan diganti dengan wilujengan ringkes (kenduri memanjatkan doa secara sederhana) di dalam keraton dan di internal istana, tanpa melibatkan massa.

Bambang Pur