blank
Untuk mengantisipasi kerumunan massa yang ingin melihat pentas kesenian pada Festival 5 Gunung ke-19, para pengisi acara pentas di atas dak atap rumah penduduk yang terbuat dari cor- coran semen. Foto: Suarabaru.Id/ Yon

MAGELANG (SUARABARU.ID) – Di  tengah masa pandemi covid-19, para petani seniman yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung menggelar Festival Lima Gunung (FLG) ke-19.

Acara berlangsung di lereng Gunung Sumbing, tepatnya di Dusun Krandegan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Minggu (9/8).

Namun, pada pergelaran kali ini dilaksanakan t lebih sederhana dan jauh dari hingar bingar dari FLG sebelumnya. Yakni, tanpa dihadiri  ribuan penonton dan juga pengisi  festival kesenian tahunan tersebut  juga lebih sedikit.

Pada acara bertajuk “Donga Slamet Waspada Virus Donya” tersebut diawali dengan prosesi doa dan permohonan izin ke  makam leluhur masyarakat setempat.

Diawali dengan ziarah di Petilasan Gadung Mlati-Tledek Meyek yang ada di dekat masjid dusun setempat. Selain itu juga ke makam Eyang Dipo Drono (cikal bakal Dusun Krandegan) yang ada di dekat Sanggar Cipto Budoyo Sumbing.

Di Atap Rumah

Prosesi doa di makam Eyang Dipo Drono dan Petilasan Gadung Mlati-Tledek Meyek  tersebut dipimpin sesepuh dusun setempat Warijanto. Setelah itu dilanjutkan  pementasan  yakni Topeng Ireng, Lengger, Jarang Kepang (kuda lumping), Beksan Wanara Arga, Jathilan perempuan.

Uniknya, semua kesenian   tersebut dipentaskan bukan di atas sebuah tanah lapang,  melainkan di  atas ‘dak’ atap rumah penduduk yang terbuat dari cor-coran semen. Selain itu di sebuah lahan ladang yang ditanami onclang (daung bawang). Dan, jarak antara tempat pentas yang satu dengan lainnya berjarak sekitar 100 sampai 200 meter.

Keunikan lainnya, yakni poster-poster Festival 5 Gunung yang biasa dibagikan melalui berbagai macam media sosial tersebut, diunggah oleh masing-masing seniman hanya berselang 10 menit sebelum pentas tersebut dimulai.

Sedangkan. Biasanya poster-poster yang ditujukan untuk menarik pengunjung untuk menyaksikan acara tersebut diunggah jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan.

Adapun atap rumah penduduk yang digunakan pentas tersebut yakni rumah milik  Haryoto yang dijadikan panggung utama sekaligus tempat pentas kesenian Lengger, kemudian kesenian Topeng Ireng menggunakan rumah milik Moh Soni.

Sedangkan, kesenian kuda lumping dari kelompok Cahyo Budoyo Sumbing pentas di atas rumah milik Taufik, kesenian jathilan perempuan pentas di atas rumah milik Rodin. Sementara , kesenian  Beksan Wanara Arga pentas di atas ladang tanaman onclang (daun bawang) milik Sugiyarto.

Pentas sejumlah kesenian yang dilakukan di atas atap rumah penduduk tersebut tersebut salah satu upaya dari panita untuk menghindari adanya kerumunan massa selama pentas tersebut berlangsung.

Selain itu, panitia juga menerapkan protokol kesehatan bagi semuanya, yakni wajib memakai masker, dan jaga jarak.

Yon-trs