blank

SEMARANG ( SUARABARU.ID) – Sejak Covid-19 mewabah, mulai bulan Maret sampai sekarang, terjadi pergeseran tata kehidupan bermasyarakat. Wabah Covid-19 yang kasusnya masih meningkat sampai hari ini memaksa kita untuk memulai tatanan kehidupan baru (new normal). Pada mulanya perhatian pemerintah dan masyarakat hanya terfokus pada bidang kesehatan. Pemerintah sangat konsen mengatasi wabah ini, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, peraturan, dan anggaran yang demikian besar di bidang kesehatan. Di saat yang bersamaan, pemerintah juga harus memulihkan kondisi ekonomi yang terpuruk akibat hantaman wabah Covid-19 ini. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka memulihkan kondisi ekonomi masyarakat.

Berbagai skema pemulihan ekonomi dilakukan oleh pemerintah. Ketika upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi kesehatan dan kondisi ekonomi belum menunjukkan hasil yang maksimal, pemerintah dihadapkan pada persoalan lain yang harus diatasi, diantaranya adalah persoalan pendidikan. Maka pemerintah, melalui Menteri Pendidikan sedang diuji untuk mampu melakukan berbagai inovasi untuk mengatasi persoalan pendidikan di negeri ini.

Salah satu persoalan di bidang pendidikan yang sedang dialami oleh semua siswa dan orangtua adalah pembelajaran daring (online). Banyak orang tua yang mengeluhkan sistem pembelajaran daring ini. Persoalan yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua yang anak-anaknya masih SD adalah ketidaksiapan mereka dalam mendampingi anak-anaknya melakukan pembelajaran daring di rumah.

Setiap hari orang tua harus mendampingi anak-anaknya mengikuti pembelajaran daring dan harus bersiap diri menjadi tumpuan pertanyaan atas materi pelajaran yang tidak dipahami oleh anak-anaknya. Ketika anak-anak tidak paham terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru, maka orang tua dituntut untuk bisa menjelaskan materi tersebut kepada anaknya. Persoalannya adalah banyak orang tua yang juga tidak menguasai materi pelajaran tersebut.

Alih-Alih mendampingi anak-anak belajar online, orang tua justru banyak yang merasa frustasi. Ketika menghadapi anak-anak yang tidak paham terhadap materi pelajaran, lalu bertanya kepada orang tua, banyak orang tua yang merasa kesulitan menjelaskan materi tersebut. Beberapa dari mereka kehilangan kesabaran.

Respon orang tua kemudian bermacam-macam. Ada yang mengubah intonasi dan nada bicara menjadi lebih keras, ada yang marah karena anaknya tidak juga paham, ada yang bahkan sampai memukul anaknya. Kondisi ini menunjukkan betapa orang tua belum siap untuk menjadi guru bagi anak-anaknya di rumah. Belum lagi jika kedua orang tua setiap hari melakukan aktivitas kerja. Persoalan yang lebih kompleks tentu menjadi sebuah keniscayaan.

Persoalan lain yang dihadapi dalam pembelajaran daring ini adalah keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran. Masih banyak orang tua di desa-desa dan di daerah-daerah terpencil yang belum memiliki gawai yang terkoneksi ke jaringan internet. Masih banyak pula daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan internet. Padahal salah satu prasyarat dalam pembelajaran daring adalah tersedianya perangkat yang terkoneksi ke jaringan internet.

Keterbatasan kuota internet juga menjadi persoalan lain yang harus dihadapi. Kondisi ini tentu membuat proses pembelajaran daring tidak bisa dilaksanakan. Maka di daerah-daerah tersebut dilakukan berbagai modivikasi dan penyesuaian agar proses pembelajaran tetap bisa dilaksanakan.

Salah satu hal yang dilakukan adalah guru mendatangi siswa dalam kelompok-kelompok kecil di rumah salah satu siswa untuk melakukan proses pembelajaran tatap muka. Protokol kesehatan yang ketat menjadi prasyarat kegiatan pembelajaran ini, selain izin dari orang tua. Jika satu kelompok kecil tersebut terdiri atas lima siswa, maka untuk satu kelas di SD dengan tigapuluh siswa, harus dibagi dalam enam kelompok kecil untuk didatangi guru. Dan untuk satu materi pokok bahasan tertentu, guru memerlukan hadir sebanyak enam kali.

Kondisi ini tentu membuat waktu pembelajaran yang dihabiskan untuk satu materi pokok bahasan menjadi sangat lama. Inovasi dan perubahan kurikulum mestinya bisa menjadi solusi atas kondisi ini. Kurikulum pembelajaran harus dibuat agar tidak terlalu padat. Akan tetapi hal ini tentu memerlukan waktu yang cukup lama. Padahal di masa sekarang ini, diperlukan pengambilan keputusan yang serba cepat dan tepat. Maka mau tidak mau, peran serta orang tua dan masyarakat harus semakin ditingkatkan.

Salah satu elemen masyarakat yang ditunggu peranannya untuk melakukan aksi nyata dalam rangka mengatasi persoalan tersebut adalah kelompok masyarakat akademik, terutama dosen dan mahasiswa calon guru.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, terdapat 425 LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Kampus tersebut memiliki ribuan mahasiswa calon guru. Mahasiswa calon guru yang sudah menempuh kuliah selama enam semester akan melakukan kegiatan magang mengajar di sekolah, mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA. Mereka telah dibekali dengan kompetensi strategi pembelajaran, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi proses pembelajaran.

Bekal kompetensi yang telah mereka miliki sudah saatnya untuk diaplikasikan di masyarakat. Sudah waktunya pimpinan LPTK melakukan upaya nyata dan langkah strategis dalam membantu pemerintah, guru, siswa, dan orang tua melaksanakan pembelajaran daring. Pemerintah perlu dibantu menemukan solusi atas berbagai persoalan yang muncul dalam pembelajaran daring. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat akademik khususnya di bidang pendidikan memiliki kepedulian yang tinggi atas persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat.

Civitas academica tidak hanya berdiam diri di menara gading gedung kampus, tetapi secara aktif merespon dan memberikan alternatif jalan keluar atas persoalan yang ada. Upaya yang bisa dilakukan diantaranya adalah memfokuskan kegiatan magang di sekolah-sekolah mitra yang kesulitan melaksanakan pembelajaran daring.

LPTK harus mengidentifikasi terlebih dahulu, sekolah-sekolah yang kesulitan melaksanakan pembelajaran daring. Biasanya sekolah-sekolah ini berada di daerah pedesaan yang akses internetnya masih susah. Identifikasi juga dilakukan dengan memperhatikan tempat tinggal mahasiswa. Mahasiswa peserta magang, akan ditempatkan di sekolah-sekolah yang jaraknya paling dekat dengan tempat tinggalnya. Hal ini juga akan membuat mahasiswa peserta magang lebih memahami kondisi sosiokultural dan budaya setempat, sehingga akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan sekolah.

Keberadaan mahasiswa magang ini akan membantu guru dalam mengatasi kesulitan pelaksanaan pembelajaran daring. Kampus juga harus membekali mahasiswa magang ini dengan strategi, model, media, dan evaluasi pembelajaran daring. Sehingga ketika ditempatkan di sekolah yang sudah melaksanakan pembelajaran daring secara penuh, mereka dapat membantu guru dengan maksimal.

Jika upaya ini dilakukan LPTK dengan baik, maka tidak akan lagi kita dapati guru, siswa, atau orang tua yang mengeluh karena kesulitan mendampingi anak-anaknya mengikuti pembelajaran daring.

Penulis: Dr Turahmat MPd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unissula