blank
Anggota Komisi IV DPR-RI, Drs Hamid Noor Yasin MM, mengkritisi kalung anticorona yang bila tidak disertai kajian ilmiah dan uji klinis, dapat mengundang itu sebagai produk klenik atau jimat.

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Anggota Komisi IV DPR-RI, Drs Hamid Noor Yasin MM, menyatakan, temuan kalung anticorona yang tidak disertai kajian ilmiah dan penelitian secara klinis, dapat mengundang kesan itu sebagai produk klenik atau jimat.

Hamid, Anggota Fraksi PKS asal Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar, Sragen), sangat menyayangkan terhadap temuan kalung anticorona yang kontroversial itu. Kata Hamid, sebenarnya pemerintah sudah bekerja keras untuk mengendalikan wabah virus corona. Yakni dengan upaya menemukan berbagai produk obat maupun jamu.

Tapi, pada temuan yang tidak dilakukan penjelasan secara ilmiah dan kajian klinis, serta tidak dikomunikasikan secara baik ke publik, justru dapat memicu kemunculan kontroversi yang menimbulkan heboh keributan di sana-sini, atau membuat kegaduhan di masyarakat.

blank
Kementan merilis temuan kalung anticorona berbahan dari minyak Eucalyptus. Tapi temuan ini menjadi sesuatu yang kontroversial.(Foto:Dok Kementan)

Mengendalikan Wabah
”Saya sebenarnya mengapresiasi berbagai lembaga yang telah berupaya melakukan pencarian dan penemuan produk obat, maupun metode untuk mengendalikan wabah virus corona,” jelas Hamid. Tapi, tambahnya, mestinya semua uji ilmiah beserta penjelasannya harus dilakukan secara seksama. ”Sehingga tidak menimbulkan kontroversial,” ucap Hamid.

Legislator Komisi IV asal Jawa Tengah-IV ini, menerima penjelasan dari pihak pemerintah bahwa upaya Kementerian Pertanian telah menemukan produk dalam negeri yang efektif, efisien dan murah untuk melawan virus corona. Yakni minyak Atsiri Eucalyptus yang mengandung 1,8 cineole, sudah diuji terhadap virus corona (beta dan gamma corona) di laboratorium biosecurity level 3 Kementan. Hasilnya, mampu membunuh virus corona 80 sampai 100 persen.

Tetapi Hamid, sebagai politisi PKS, menyarankan, sebaiknya pemerintah terutama pihak Kementerian Pertanian, mestinya lebih dulu mampu melakukan uji ilmiah maupun uji publik yang paten, sehingga mendapat kepercayaan publik serta penerimaan di masyarakat.

blank
Kalung anticorona temuan Kementrian Pertanian (Kementan) RI diklaim dapat mengobati Covid-19.(Foto:Dok Kementan)

Bila penemuan kalung aromaterapi produk dari Kementan tersebut dikatakan obat anticorona, maka itu harus lebih dulu melalui tahap uji klinis kepada manusia, sesuai dengan prosedur pada lazimnya penelitian obat.

Terburu-buru
”Upaya Kementan ini terlalu terburu-buru dalam merilis produk kalung aromaterapi yang masih tergolong jamu, bukan obat,” tegas Hamid. Ini menjadi persoalan, karena sudah ada klaim dapat menyembuhkan Corona Virus Disease (Covid)-19. ”Tanpa penjelasan memadai, banyak pihak akan menyangka itu klenik atau jimat,” ujar Hamid.

Berkaitan hal tersebut, Hamid, menyarankan kepada Kementan, bahwa segala tindakan penyembuhan penyakit, harus ketat dalam tindakan kajian ilmiah dan uji klinisnya. Segala asumsi dan uji coba empiris yang tidak banyak dilakukan, itu dapat membuat gaduh publik.

blank
Minyak dari daun pohon Eucalyptus, diklaim dapat membunuh virus corona dan mengobati penyakit Covid-19.(Foto:Dok Kementan)

Sebagai contoh, tambah Hamid, sesuatu yang perlu dihindari adalah perilaku analogi minyak Eucalyptus memiliki 1,8 cineole, yang kemudian itu diklaim merusak struktur protein (mpro) pada virus corona, sehingga virus tidak bisa memperbanyak diri, lalu mati.

Menurut Hamid, segala upaya penemuan yang tidak melalui uji klinis, akan berhadapan pada perusahaan farmasi besar dan kode etik kedokteran. Langkah Kementan memang seharusnya didukung untuk menemukan produk penyembuh berasal dari dalam negeri. ”Tapi dukungan pemenuhan standar dan prosedural, mesti dilalui dahulu baru merilis produk tersebut”, tandas Hamid Noor Yasin.

Bambang Pur