blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

 BERSELIWERANLAH isu bahkan daftar nama reshuffle Kabinet baru; ada yang menyebutnya “bocoran” ada juga “draft jadi,” dan entah apa pula sebutannya. Sementara saya menyiapkan analisis bercorak alamiah (natural) ini, saya membayangkan seperti apa perasaan, pikiran, semangat, dan sikap orang yang namanya disebut-sebut akan di-reshuffle.

Berbagai media sosial, utamanya yang cepat saji (online) dengan berbagai versi dan cara masing-masing, menyebut sejumlah nama yang bakal “ke luar” itu; dan yang saya bayangkan atau pertanyakan ialah: Di satu sisi sedang dituntut untuk bekerja secara extra ordinary, di sisi lain namanya muncul di mana-mana akan “out.”

Nyamankah bekerja keras-cerdas sementara namanya disebut-sebut punya rapot merah? Mungkinkah ia tetap punya nyali menggebrak ke dalam, mendorong semua dirjen dan jajarannya untuk bekerja secara luarbiasa sebagaimana diminta oleh Bapak Presiden? Pada sisi yang lain, “anak buah” di kementeriannya yang pasti juga membaca atau mendengar informasi  berseliweran itu, akan tetap mendukung sepenuhnyakah?

Jangan-jangan mereka batin hatinya berkata: “Ahhhhh, tidak usah macem-macem Pak, sebentar lagi juga ganti kebijakan.” Ingat, dalam birokrasi itu ada yang disebut-sebut sebagai “suasana kebatinan,” yang berkembang subur mulai dari tenaga lepas sampai yang top di atas, itulah  “ilmu bisik-bisik.”

Sekali ada bisikan sesuatu, segera beredarlah tanpa dapat disetop oleh siapa pun. Begitu pagi ini ada bisik-bisik terdengar: “Bapak akan diganti,” pada tengah hari nanti, suasana kerja besar kemungkinannya sudah berubah.

Prerogatif dan Aras kembang

Memang apa pun isu dan berseliwerannya “bocoran” daftar nama, semuanya terpulang kepada hak prerogatif Presiden; artinya Bapak Presidenlah pemegang kunci keputusan itu, dan siapa pun hanya dapat menunggu dan menunggu.

Idealnya, nama-nama yang santer disebut-sebut akan kena reshuffle (atas dasar hasil polling atau survey sekali pun), atau pun mereka  yang tampaknya  aman-aman saja, tetap bekerja keras-cerdas tanpa harus terpengaruh. Percayakan saja semuanya kepada hak prerogatif Presiden.

Anggap saja isu dan “bocoran” itu sebagai  bumbu penyedap jabatan, -meskipun sangat tidak gampang- , dan bekerjalah justru semakin penuh semangat. Bagaikan pelari, idealnya semua menteri beranggapan betapa “ini kesempatan terakhir” untuk mencapai garis finish.

Di samping ada hak prerogatif, percayalah bahwa dalam diri setiap manusia, – termasuk juga dalam diri seorang presiden – , ada nuansa relung kehidupan yang tergerakkan oleh hati dan perasaan halusnya, yakni aras kembang. Hati dan perasaan halus itu sejatinya dimiliki oleh setiap pribadi, dan akan semakin berkembang optimal lebih-lebih dalam diri orang-orang yang semangat pelayanan dan pengorbanannya tinggi.

Analoginya demikian: setiap orang/pribadi pasti digerakkan oleh suara hatinya; pimpinan pasti bekerja dan berkeputusan berlandaskan suara hati, demikian pula pihak-pihak yang dipimpin juga bekerja dan melaksanakan keputusan dan kebijakan sepenuh suara hatinya. Suara hati itulah yang akan mempertemukan antar pribadi untuk merasa cocok bekerja.

Aras kembang adalah hati dan perasaan yang nyaman antara di satu sisi pimpinan di sisi lainnya bawahan; saling bertemunya suara batin antar-kedua belah pihak. Dalam Bausastra, yakni kamus, aras kembang bermakna  “gampang dikasihi dening bandara, majikan, pimpinan.”

Beriringan dengan hak prerogatifnya, Presiden juga sangat-sangat punya hak utnuk “memainkan perasaan halusnya” lewat aras kembang, sehingga menaruh kasihnya kepada orang-orang yang memang dikasihinya.

Masukan, usul, hasil survey dan informasi apa pun silakan berseliweran, dan pasti ada berbagai upaya agar bermacam-macam skenario itu “terdengar oleh Bapak Jokowi sendiri.”

Namun, sikap hormat terhadap hak prerogatif dan aras kembang Presiden sangatlah penting berkembang dalam kehidupan ini; sehingga bila sudah sampai waktunya nanti terjadi reshuffle, atau tidak terjadi reshuffle, semua pihak siapa pun itu,  sepantasnya hormat dan menerimanya.

Terlalu berlebihanlah kalau penerapan hak prerogatif dan aras kembang Presiden menimbulkan gejolak baru. Terlalu mengada-ada juga kalau hak prerogatif dan aras kembang itu dipersoalkan berkepanjangan atas nama atau alasan apa pun, misalnya merasa tidak adil atau tidak terwakili, atau haknya dikebiri dan lain-lain.

Ajaran dan ajakan moralnya ialah, hak prerogatif  Presiden sangatlah mungkin beriringan dengan aras kembang; dalam ungkapan lain, hal ini sering kita dengar bekerja itu membutuhkan chemistry. Kita dukung dengan doa, semoga menteri siapa pun saat ini tetap semangat bekerja sampai garis finish yang nanti akan ditentukan.

Artikel ini juga ditayangkan di biskom.web.id

(JC Tukiman Tarunasayoga, pengajar pascasarjana, matakuliah Pengembangan Masyarakat)