blank
Kai Havertz. Foto: ist

blank

Oleh Amir Machmud NS

// manakah yang paling jauh bersuar// matahari, bulan, atau taburan bintang// atau malah mata hati// yang melihat bumi dengan sayat pisau bakat// dan di sana ia menemukan// cahaya meronta// menguar pesona primadona// sang penari baru telah tiba…// (Sajak “Kai Havertz”, 2020)

SEPAK BOLA punya khazanah pemain berkualitas penari yang dikenang sepanjang masa. Tak harus datang dari Negeri Samba dan muncul dari kiblat Tango nan dinamis memesona. Mereka lahir dari letupan rasa, ungkapan jiwa, bergoyang di bawah alunan genderang mistis yang membetot suksma…

Zinedine Yazid Zidane memimpin penghayat tarian ballet sepak bola sebagai “The Real Ballerina”. Lentukan tubuh, ritme kaki, keluwersan pinggul, gerakan putar, dan rainbow flix yang mengecoh adalah sederet elemen dalam rezim tarian Pemain Terbaik FIFA 1998, 2000, dan 2003 itu. Dia hadir dari Prancis, negeri yang pernah memiliki dancer defender elegan Jean Tigana, pada masanya.

Zizou mewarisi karakter bermain seperti itu antara lain karena pada masa remajanya sangat mengidolakan Enzo Francescolli, “Pangeran Uruguay” yang juga seanggun ballerina dalam suguhan jagat sepak bola pada dasawarsa 1980-an.

Ronaldo Assis de Moreira alias Ronaldinho adalah juga seorang pengecoh ulung dengan daya deseptif kelas dewa. Tarian Pemain Terbaik Dunia 2004 dan 2005 itu lebih mirip sebagai pertunjukan sirkus kaum nomad yang penuh ekspresi liar. Ia juga meninggalkan jejak “era” yang akan dikenang sebagai warisan budaya jogo bonito, jiwa sepak bola Samba yang tak ada duanya.

Sejarah keindahan sepak bola mencatat deret pemain berkualifikasi penari pada diri Rainier Bonhoff (Jerman era 1970-an), Cuauhtemoc Blanco (Meksiko, 1990-an), Omar Abdulrahman (bintang Uni Emirat Arab yang sempat mengguncang percaturan 2000-an), juga dalam edar belum lama berselang kita kenal Thierry Henry, Andres Iniesta, Joe Cole, dan Robin van Persie. Salah satu dancer yang menonjol saat ini adalah Raheem Sterling.

Maka ketika kini muncul Kai Havertz sebagai aset yang sarat faktor pembeda di Bundesliga, saya haqqul yaqin artis besar the football dancer telah lahir.

Bayer Leverkusen meroketkan wonderkid dengan label berbeda dari semua yang kini beredar di kompetisi Jerman. Letupan talenta itu lebih magnitude dari impresivitas Timo Werner, tak kalah mematikan dari Erling Braut Haaland, juga lebih stylish ketimbang “sepak bola jalanan” Jadon Sancho.

Media mulai mengidentikkan permainannya dengan sentuhan selembut salju ala Mesut Oziel, namun Havertz dinilai lebih cepat. Pelatih Leverkusen Marcus Daum memberi label lebih keren, “New Zidane”. Tentu antara lain dibandingkan dengan sang legenda lantaran potensi kepenariannya. Kata Daum, Havertz “menampilkan tanda-tanda (kehadiran) Zidane”.

Dalam 42 laga musim 2018-2019 dia menorehkan 20 gol dan tujuh assist, sedangkan pada periode sekarang dari 37 pertandingan mencetak 15 gol dan 8 umpan gol. Statistik dan rekam performanya yang menjanjikan membuat Kai Havertz diincar klub-klub besar Bayern Muenchen, Real Madrid, Manchester United, dan Chelsea.

*   *   *

KLUB-KLUB Bundesliga sering menjadi “padepokan” pematangan pemain dan melambungkan wonderkid. Terutama Borussia Dortmund dan Bayer Leverkusen. Masa depan para calon bintang itu biasanya terbentang luas, kalau tidak keluar liga berarti akan digoda oleh Bayern Muenchen.

Kini, selain Havertz Liga Jerman juga menjadi “sarang” naga-naga muda. Ada Sancho dan Haaland di Die Borussen. Juga Werner di RB Leipzig. Kiprah empat bintang muda itu hampir tiap hari mewarnai kisah-kisah spekulasi hijrah.

Akankah pesona dansa Zinedine Zidane betul-betul bakal bereinkarnasi lewat seorang anak muda yang penuh percaya diri memimpin rekan-rekannya, sebagai kapten belia Bayer Leverkusen?

Zizou adalah manusia langka, pesepak bola yang belum tentu lahir dalam siklus 20 sampai 30 tahun. Seniman yang memanggungkan kemampuan lengkap: skill brilian mengolah bola, juga dengan kaki dan pinggul yang dikelola menjadi senjata mematikan dalam segala keindahan.

Selamat datang Kai Havertz. Bersiaplah mengguncang panggung, sang primadona…

Amir Machmud NS, wartawan SUARABARU.ID, kolumnis olahraga, Ketua PWI Jateng