blank
Ilustrasi

blankSENIN, 18 Mei lalu ada yang mengajukan pertemanan di Facebook. Setelah saya terima, dia minta nomor WhatsApp. Teman baru dari negara tetangga itu  bercerita barusan ada masalah dengan preman yang menyebabkan bagian wajahnya terluka. Untuk  meyakinkan yang diceritakan itu, dia mengirim beberapa foto bagian wajahnya yang terluka akibat tindak kekerasan.

Ketika saya tanya kenapa untuk problem yang dialami itu dia lalu menghubungi saya? Dia menjawab dengan mengirim foto dari sebuah grup Facebook, 11 November 2011 dan  disitu ada saya sedang bersama Mbah Ansori yang dikenal sebagai Guru dari Paguyuban Asmak Malaikat, dan salah satu siswa Mbah Ansori yang anggota Polri.

Ilmu Kebal

Nama “Asmak Malaikat” aliran ini identik dengan ilmu perlindungan diri. Tak jelas pasti siapa yang mengenalkan perguruan ini kepada publik hingga banyak dikenal orang dari berbagai negara. Ilmu yang konon oleh penemunya itu diperoleh secara tidak sengaja itu memang sering diperbincangkan melalui dunia maya atau saat saya mengunjungi negara tetangga.

Berbicara tentang “ilmu kebal” Asmak Malaikat, ini saya jadi teringat masa-masa SMA dulu. Saat itu oleh teman sekolah saya yang dikenal aktif di sebuah perguruan beladiri, pernah didatangi atau tepatnya dipameri dua teman sekolah yang mengaku baru saja “isi” ilmu kebal dari Jepara.

Menurutnya, prosesi pengisiannya cukup makan nasi ketan dan sedikit kulit kerbau. Bahkan dua teman asal Semarang dan Pati itu mengajak saya uji coba ilmu dengan cara menyediakan tubuhnya untuk saya pukuli.

Karena penasaran, saya pun melayaninya. Beberapa kali saya menyarangkan pukulan sekuat tenaga ke tubuhnya, anehnya setiap pukulan yang saya lontarkan itu, seakan terlindungi oleh kekuatan, sehingga walau dapat masuk telak bahkan  bunyi benturan tangan pun cukup keras, namun yang menerima pukulan itu hanya meringis sedikit.

Teman itu mengaku cukup kesakitan, bahkan bagian tubuhnya tampak memerah, namun dia tetap berdiri tegak. Padahal pukulan yang saya lontarkan itu maksimal, dan secara logika, harusnya terget itu terjatuh.

Lain waktu, saya dihadapkan pada teman seperguruan mereka yang tingkatannya lebih tinggi. Dan saat saya hajar dengan sekuat tenaga, saya merasa memukul kayu. Tiga tahun setelah kejadian itu, secara tidak sengaja, saya bertemu dengan guru yang mengisi dua teman SMA saya itu. Beliau adalah yang biasa dipanggil Mbah Ansori yang ternyata tinggal hanya 10 km dari kediaman saya.

Ilmu Yakin

Tentang ilmu kebal, pendapat Mbah Ansori itu seperti pendapat guru lain bahwa ilmu kebal itu perpaduan antara kekuatan batin dan keyakinan. Terutama saat uji coba, rumusnya  adalah : Yakin 100 persen, insya Allah berhasil 100 persen.

Sedangkan keraguan atau “rasa miris” (khawatir) itu menjadi penyebab kegagalan. Rumusnya : Yakin 50 persen gagal separo. Miris 25 persen, berhasil 75 persen. Karena itu, mereka yang belajar ilmu kebal, mentalnya harus benar-benar kuat.

Bagi mereka yang mentalnya tidak siap untuk uji coba, solusinya perkuat teknik “menabung energi” dengan memperbanyakan wirid atau membaca amalannya, minimal 40 hari tanpa terputus. Karena seiring dengan tingkat familiar dalam pelafalan itu, pendongkrak keyakinan dan powernya mulai aktif.

Ilmu Tak Sengaja

Sebelum dikenal sebagai guru ilmu kebal, Mbah Ansori adalah petani. Dari beliaulah ilmu “Asmak Malaikat” berkembang hingga manca negara. Proses mendapatkan ilmu ini  berawal dari tidak sengaja. Ketika bisnis kapuknya bangkrut, dia ingin meninggalkan rumah untuk mencari ketenangan.

Dari desanya, Mbah Ansori numpang truk pemuat kapuk dan ketika ditanya sopir mau kemana, dijawab sampai tujuan akhir truk itu. Dan akhir tujuan itu ternyata sebuah desa yang berdekatan dengan makam Sunan Muria.

Ketika banyak peziarah berjalan kaki menuju lokasi makam, dia pun mengikutinya. Sesampai makam Sunan Muria, dia merasa kurang tenang karena ramainya peziarah hingga dia  mencari makam lain yang ada di sekitar itu. Hingga bertemulah dengan makam Pangeran Gadung Sosro Kusuma, paman dari Sunan Muria yang Lebih Sepi.

Mbah Ansori lalu berpuasa hampir dua tahun hingga suatu malam seolah ditemui sosok yang memperkenalkan diri sebagai paman dari Sunan Muria itu dan menawarkan diri untuk mempertemukan dengan Sunan Muria. Proses mendapat ilmu itu unik. Sekali terdengar di telinga, langsung melekat dihati dan langsung hafal.

Wejangan ilmu itu baru diketahui manfaatnya ketika dia “turun gunung” menuju kediaman warga yang dulu pernah disingghinya. Ketika wejangan itu diceritakan pada beberapa orang, salah satu di antara mereka meyakini itu mantra ilmu kebal, hingga beberapa warga pun ikut mengamalkannya.

Keyakinan itu bertambah kuat lagi karena kejadian yang dialami warga yang ikut membaca (wirid) mantra itu. Dia menjadi korban penusukan preman akibat cemburu, namun beberapa kali hujaman pisau tidak menyebabkannya  terluka. Kejadian itu berlangsung di depan mata Mbah Ansori dan disaksikan banyak orang, hingga warga pun banyak yang belajar pada beliau.

Walau tanpa diminta, warga lalu belajar, bahkan dilakukan secara massal. Dan atas  kesadaran sendiri, warga menentukan mahar atau mas kawin yang pada tahun 70 – akhir itu Rp.2.500. Saat itu seekor sapi dewasa berharga Rp.300.000.

Asmak Malaikat terdiri atas tiga tingkat. Tingkat I dasar ilmu kebal. Tingkat II disebut Prembanyu, Tingkat II identik dengan “Aji Prembanyu” dengan karakternya yang lembut karena sifatnya meluluhkan mental dan fisik lawan.

Seseorang yang menyerang orang yang memiliki ilmu tingkat dua ini, baik secara mental maupun fisik menjadi lemah hingga tidak perlu menyelesaikan masalah dengan beradu fisik. Sedangkat tingkat III adalah penyempurna  dari tingkat satu dan dua, sebagai bekal yang ingin mencapai tahap guru.

Walau mantranya berbahasa Jawa, ilmu ini banyak dipelajari orang dari berbagai negara. Bahkan saya pernah melihat langsung salah satu jurnalis dari jaringan  televisi internasional di Amerika yang demo ilmu kebal, yang diakui, ilmu itu bersumber dari murid Mbah Ansori.

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati