blank
Para penari “Campur Bawur” tetap menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker saat mengikuti ritual “Sungkem Telompak”. Foto: Suarabaru.Id/ Dok. Riyadi

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Di tengah pandemi covid-19, masyarakat Dusun Keditan, Desa Pogalan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, tetap melaksanakan tradisi Sungkem Telompak. Tradisi  yang dilaksanakan di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, KabupatenMgaelang tersebut biasa dilaksanakan setiap hari kelima lebaran dan tahun ini dilakukan Kamis (28/5).

Namun, pada pelaksanaan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yakni, jumlah peserta ritual Sungkem Telompak sangat terbatas. Sementara pada tahun-tahun sebelumya, peserta yang berasal dari Dusun Keditan tersebut jumlahnya mencapai ratusan orang.

Selain itu, acara tersebut juga dikemas sangat sederhana dan  tidak ada kesenian yang tampil untuk menghibur masyarakat Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

“Meskipun dalam jumlah peserta yang  terbatas dan tidak ada kesenian yang menghibur karena pandemi covid-19, namun warga Dusun Keditan tetap melaksanakan ritual tersebut,” kata salah satu sesepuh Dusun Kedhitan, Prapto Wiyoto Sujak.

Sujak mengatakan,  acara tersebut dilaksanakan oleh masyarakat  Dusun Kedhitan sebagai ungkapan syukur atas kelimpahan sumber mata air Telompak tersebut. Menurutnya, masyarakat Dusun Kedhitan tidak bisa meninggalkan tradisi tersebut. Karena pernah beberapa puluh tahun silam, ritual tersebut tidak dilaksanakan masyarakat setempat tertimpa wabah penyakit.

“Dan tahun ini, meskipun dilakukan secara sederhana karena adanya virus corona dan tidak ada kesenian yang tampil menghibur warga Dusun Gejayan, kami tetap melaksanakannya,” ujarnya.

Ia menambahkan, ritual  sungkem telompak tersebut telah dilaksanakan secara turun temurun  sejak 1932 silam, agar  semua  warga Dusun  Kedhitan mendapatkan kelimpahan  rezeki dari Tuhan melalui  mata pencaharian warga dusun itu sebagai petani.

“Ketika itu, tahun 1932 terjadi paceklik di Kedhitan. Mereka tidak bisa  menanam apa-apa, tidak ada yang dipanen, air juga tidak ada. Saat itu musim kemarau berkepanjangan, warga setempat kemudian berdoa di  mata air  Telompak dan mendapatkan petunjuk dari penunggu mata air yang dikenal sebagai Prabu Singobarong,” katanya.

Sesepuh Dusun Gejayan, Riyadi mengatakan, ritual Sungkem Telompak tersebut mempunyai dua  tujuan. Yakni secara fisik saat tradisi ini, masyarakat dua dusun bertemu dan berhalal bihalal. Selain itu secara  spiritual mereka menjalankan semangat untuk melestarikan lingkungan yakni sumber air “Telompak’.

“Air yang menetes di celah-celah batu yang ada di tempat itu hingga saat ini tidak pernah surut, meskipun di musim kemarau,” ujarnya.

blank
Masyarakat Dusun Kedhita“Sungkem Telompak”, di sebuah mata air yang ada di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi  berjarak sekitar tujuh kilometer yang diyakini  sebagai pertapaan Prabu  Singa Barong. Foto: Suarabaru.Id/ Dok. Riyadi

Pakai Masker

Ia menambahkan, acara tersebut  pada tahun ini dilaksanakan secara sederhana dan sangat singkat. Yakni, dimulai dengan arak-arak perwakilan warga Dusun Kedhitan dari ujung Dusun Gejayan.

Sesampainya  di ujung dusun juru kunci  Sendang Telompak, Alip dan beberapa tokoh masyarakat setempat menyambut rombongan tersebut. Setelah meminta izin kepada juru kunci, mereka langsung menuju sumber air, diyakini sebagai pertapaan Prabu Singobarong untuk memanjatkan doa. Dan sebagai penutup, sejumlah penari kesenian “Campur Bawur” (sejenis kuda lumping,red) pentas di dekat mata air tersebut dengan durasi sekitar dua menit.

Pada masa pandemi ini, warga Dusun Kedhitan maupun warga Dusun Gejayan  termasuk para penari “Campur Bawur” yang mengikuti prosesi tersebut menerapkan protokol kesehatan, yakni memakai masker.

“Mereka mempunyai kesadaran yang tinggi dengan mematuhi aturan memakai masker di luar rumah,’ kata Riyadi.

Riyadi menambahkan, dari kedua dusun yang jaraknya hanya sekitar 7 kilometer tersebut sebelumnya juga telah menyepakati  tentang aturan pemakaian masker untuk mengikuti acara tersebut.

“Semuanya dilakukan untuk mencegah penularan Virus Corona. Dan, semua berharap semoga  wabah ini bisa segera berlalu  dan kembali normal seperti hari hari biasa,” katanya.

Ia mengatakan, masyarakat Dusun Gejayan juga yang merasakan ada kurang bila tidak ada kesenian yang tampil. Tetapi juga ada yang menyadarinya dengan situasi saat ini.

Piye maneh ya kabeh iku  merga kahanan ( bagaimana lagi, semuanya karena situasi yang tidak memungkinkan),” ujarnya.

Yon-trs