blank
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Antara

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta skenario pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) harus melalui pertimbangan sesudah terlewatinya puncak penyebaran pandemi COVID-19 di Tanah Air.

“Saya melihat di sejumlah pemberitaan banyak pihak sudah merencanakan tata kehidupan baru yang mengarah pada pelonggaran kebijakan setelah Idul Fitri, di tengah masih bertambahnya kasus positif COVID-19,” kata Lestari Moerdijat atau Rerie dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/5).

Padahal, menurut Rerie, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan negara yang bersiap melonggarkan kebijakan harus terlebih dulu mampu mengendalikan wabah, berdasarkan data epidemiologi yang terukur.

Dia menjelaskan, persyaratan lain dari WHO, yaitu negara harus bisa mengidentifikasi pusat penularan dan klasternya, lalu mengisolasi kontak berisiko.

“Pertanyaannya apakah negara kita sudah memenuhi persyaratan itu semua, di kala kasus positif COVID-19 terus bertambah?,” ujarnya.

Politisi Partai NasDem itu menjelaskan, pertambahan jumlah pasien positif COVID-19 di Indonesia masih fluktuatif, bahkan berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, pada 13 Mei lalu, terjadi pertambahan tertinggi jumlah positif, yakni 689 orang.

“Kemudian pada rentang waktu 14-17 Mei 2020 pertambahannya fluktuatif, antara 400 hingga 560 kasus positif COVID-19 per hari,” katanya.

Karena itu Rerie mempertanyakan adanya wacana pelonggaran kebijakan PSBB akhir-akhir ini, seperti rencana pelajar mulai masuk sekolah pada Juli 2020, kemudian pekerja di bawah usia 45 tahun bisa beraktivitas kembali, bahkan pusat perbelanjaan direncanakan mulai buka pada awal Juni 2020.

Dia mengatakan, pada kenyataan di lapangan memperlihatkan seolah sebaran virus sudah bisa dikendalikan, lalu menjelang Lebaran area publik dan sejumlah pasar kembali dipenuhi pembeli tanpa disiplin menjaga jarak dan bermasker.

Karena itu Rerie mengingatkan, sebelum memasuki tahap pelonggaran dan merencanakan standar kehidupan normal yang baru, jauh lebih penting saat ini pemerintah meningkatkan kemampuan melakukan tes COVID-19 per hari dan mendisiplinkan masyarakat agar mematuhi kebijakan jarak fisik.

“Kemampuan tes COVID-19 yang 4.000 hingga 5.000 sampel per hari, belum cukup untuk menggambarkan kondisi sebaran COVID-19 di Tanah Air yang sebenarnya,” ujarnya.

Rerie merujuk data Vietnam, Indonesia perlu melihat bagaimana negara tersebut mengatasi COVID-19 seperti ketegasan dan kecepatan pemerintah Vietnam dalam menghadapi wabah COVID-19, merupakan langkah yang patut dicontoh sehingga potensi penyebaran virus bisa dikontrol sejak dini.

Dia mengatakan, negara Vietnam yang berpenduduk 97 juta jiwa itu mencatatkan 300 kasus positif COVID-19 dan nol kematian, meski negara itu berbatasan langsung dengan Tiongkok.

Ant/Muha