blank
Almarhum Didi Kempot

Oleh: Sri Mulyadi

CENDHOL, dhawet..Cendhol dhawet…

Cendhol dhawet seger

Pira? Limang atusan..Terus.., gak pakai ketan…

Ji, ro, lu, pat, lima, enem, pitu, wolu…

Tak kintang-kintang…tak kintang-kintang…

Sing tak sayang ilang…sing tak sayang ilang…

blank
Mbahmul Sri Mulyadi

Itulah teriakan histeris ‘’Sobat Ambyar’’ manakala sang maestro campursari, almarhum Didi Prasetyo alias Didi Kempot (53), tampil dimana saja. Dan ‘’sing tak sayang ilang’’ ini pula nampaknya yang dirasakan puluhan juta, bahkan seratus juta lebih, penggemar adik kandung almarhum Mamiek Prakoso (pelawak terkenal mantan anggota grup Srimulat), saat ini.

Ibaratnya tiada hujan, tiada angin. Tak terdengar informasi dia sakit, tiba-tiba muncul kabar duka bahwa sang legenda ini telah tiada. Meninggalkan duka mendalam, khsusnya bagi ‘’Sobat Ambyar’’.

Munculnya sosok yang juga diberi gelar “Lord Didi” dan ‘’The Godfather of Broken Heart’’ ini boleh dibilang tepat waktu. Di tengah sepinya lagu-lagu pop dan dangdut yang ngetop dan ngepop, munculah genre campursari yang cenderung terpadukan dengan dangdut koplo.

Kondisi itu didukung lagi dengan merebaknya media sosial, sehingga memudahkan berinteraksi/berkomunikasi dengan penggemarnya. Apalagi dengan fasilitas Youtube, semua lagu dan konsernya langsung bisa menyebar.

Tema dan lirik lagu yang ditulis Didi Kempot pun, sebagian besar soal patah hati atau kesedihan akibat putus cinta. Yang kebetulan pula, tema-tema ini memang mendominasi tembang-tembang top di dunia, termasuk Indonesia.

Kalau lagu barat sebut saja lagunya James Bay yang berjudul Break My Heart Right, Julia Michaels dengan What A Time. The Vamps dengan lagunya All The Lies, Mabel lewat Don’t Call Me Up, dan sebagainya.

Untuk Indonesia semacam lagunya almarhum Rahmat Kartolo berjudul Pata Hati, Koes Plus lewat Andai Kau Datang, Diana, dan Kisah Sedih di Hari Minggu. Panbers lewat Gereja Tua. Bahkan Via Vallen dengan lagu “Sayang”, videonya ditonton 100 juta lebih penggemarnya.

Lagu Didi Kempot sendiri rata-rata ngetop dan syairnya dihafal oleh penggemarnya, jumlahnya tak terhitung lagi. Misalnya Cidra, Tanjung Mas Ninggal Janji, Stasiun Balapan, Dalan Anyar, Kalung Emas, Sewu Kutho, Pantai Klayar, Banyu Langit, Tatu, Suket Teki, Ambyar, Kangen Nickerie, hingga Pamer Bojo, semua akrab di telinga penggemar, bahkan syairnya pun mereka hafal.

Kalau kita simak setiap penampilannya, saat membawakan lagu Cidra, begitu Sang Maestro melantunkan kata: Wis sakmesthine..., penonton langsung menyahut: Ati iki nelangsa. Wong sing tak tresnani…:  Mblenjani janji. Apa ora eling…: Nalika semana. Kebak kembang…:  Wangi jroning dhadha...

Begitu juga ketika menyanyi lagu Kalung Emas. Begitu mengalun: Kalung emas sing ana gulumu.., penonton pun langsung menyahut dengan teriakan: Saiki wis malih dadi biru… yang dilanjutkan luntur kaya tresnamu. Didi pun melanjutkan dengan kata luntur kaya..sambil menyodor mik ke penonton dan ‘’Sobat Ambyar’’ menyahut: Atimu… Ketika dilantunkan: Kebangeten apa salahku iki.., dan penonton menyahut apa dosaku iki..sambil menunjukkan ekspresi sedih tapi sambil joget.

Bahkan ketika menyanyikan lagu Banyu Langit, ketika Didi meneriakkan kata: Janjine…, penonton langsung menyahut janjine-janjine.., dan langsung mengikuti lantunan nada yang dibawakan sang idola.

Paling heboh dan biasanya dinyanyikan sebagai lagu pamungkas di setiap konsernya, ketika Didi Kempot menyanyikan Pamer Bojo. Begitu diteriakkan kata dudu…… penonton pun langsung nyaut: klambi anyar..   , dan seterusnya sampai berakhirnya lantunan lagu.

Hampir semua ‘’Kempoter’’ hafal lagu itu dan larut dalam suasana lantunan lagu, dengan ekspresi masing-masing. Bahkan saking larut, tergugah rasa empati, atau mungkin ada yang mengalami seperti kisah tembang itu, tak sedikit di antara mereka yang menangis.

Tak Kendor Bersimpati

Almarhum Didi Kempot, selama hidupnya juga dikenal sebagai seniman yang produktif, kreatif, dan tak kendor bersimpati. Selama hidup dia sudah mencipta 700-800 lagu, yang hampir semua berbahasa Jawa.

Pernah juga bikin lagu berbahasa Indonesia, judulnya Sutradara Cinta. Lagu ini memang tidak begitu menonjol dibanding yang syairnya berbahasa jawa. Meskipun di salah satu video klipnya ditonton 866.972 kali oleh penggemar.

Anak laki-laki dari seniman jawa almarhum Ranto Edi Gudel itu, juga dikenal sebagai seniman yang tidak itungan, atau segala sesuatu selalu dinilai dengan uang. Dia punya kepekaan sosial yang tinggi. Misalnya, ketika dia manggung di daerah Klaten dan ada anak difabel (kelainan pada matanya), ingin menyumbang lagu, dia mempersilakannya dengan senang hati.

Anak yang diantarkan oleh orang tuanya tersebut bernama Arda. Waktu itu anak ini menyanyikan lagu Didi yang berjudul Suket Teki. Didi Kempot ternyata tak sekedar mempersilakan, tetapi juga memperhatikan gaya dan suara si anak cacat netra ini. Didi pun berjanji akan membuatkan lagu si ‘’anak ajaib’’ ini.

Beberapa waktu kemudian terciptalah lagu Tatu’ yang dinyanyikan oleh Arda dan diluncurkan  bersama lagu lain Ora Bisa Mulih, Tulung, Kangen Ibu. Ternyata langsung meledak di pasaran, bahkan salah satu video klipnya sudah ditonton penggemar 20 juta kali. Itu baru salah satu video, belum yang lain, tapi rata-rata ditonton jutaan kali oleh penggemar Arda.

Kepedulian Didi Kempot terhadap Arda, ternyata tak sekedar membuatkan lagu, merekam, dan memasarkan. Di sisi lain juga nampak. Pada satu penampilan bersama, Didi Kempot dan Arda, ada pononton yang ‘nyawer’. Didi membolehkannya tapi khusus untuk Arda.

Dalam sekejap saweran sudah terkumpul Rp 800 ribu, dan Didi Kempot pun langsung membuka dompet dan menambahi saweran tersebut sebesar Rp 700 ribu. Ini tentu bukan sekedar dilihat nilainya, tapi kepekaan sosialnya inilah yang sulit dinilai.

Kepedulian adik kandung almarhum Mamiek Prakoso (juga meninggal dalam usia 53 tahun) ini kepada penggemarnya, juga terlihat pada saat pandemi covid-19 seperti sekarang ini. Bersama Kompas TV dia menyapa ‘’Sobat Ambyar’’ sekaligus mengajak agar pada situasi seperti saat ini jangan mudik dulu. Selalu menjaga kesehatan, mematuhi ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah. Bahkan dalam konser ini Presiden Jokowi pun mengapresiasi dan juga mengucapkan kata ‘’sobat ambyar’’.

Di balik kepedulian terhadap penggemarnya itu, Didi Kempot sekaligus melakukan konser amal dari rumah. Hasilnya termasuk fantastis. Rosi Silalahi sebagai pemandu acara menyebut jumlah transaksi 12 ribu lebih, dan nilainya mencapai Rp 4, 5 miliar, dan sampai rekening ditutup tercapai donasi sebesar Rp 7,4 miiar.

Terhadap bangsa dan negara serta masyarakat luas, sosok yang bangga dengan sebutan seniman tradisional atau seniman daerah ini, juga punya kepedulian tersendiri. Misalnya, bebera waktu lalu manakala pandemi Covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, pri yang cuma lulusan SMP ini, menciptakan lagu Aja Mudik dan dibawakan bersama Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo.

Syair lengkapnya: Mak bedunduk. Mak Pethungul. Virus corona neng apa kowe njedul. Mak bedunduk. Mak pethungul. Aja cedhak-cedhak. Awas aja padha ngumpul. Jaga Jarak, cuci tangan, pakai masker. Aja lali nenuwuna sing banter. Jaga jarak, cuci tangan, pakai masker. Maju bareng nglawan corona ben klenger. Neng ngomah wae. Di rumah saja. Bersama-sama ayo lawan corona.

Lagu ini banyak disebut-sebut sebagai karya terakhir dari Sang Maestro Didi Kempot.

Membicarakan almarhum Didi Kempot rasanya memang tidak akan pernah ada habisnya. Dari sosok yang terlunta-lunta di waktu kecil hingga menjelma menjadi Lord Didi dan The Godfather of Broken Heart dan raja panggung. Mulai mencipta lagu sejak sekitar 20 tahun lalu, menjelajah sampai Suriname, merekam lagu-lagunya di studio-studio di daerah (dengan niat berbagi rezeki), digandrungi kaum milenial, hingga kewalahan memenuhi undangan konser, tak ada habisnya untuk diceritakan.

Patah hati tak perlu selalu direnungi, cukup diambil hikmahnya, jadikan sebagai pelajaran, dan…dijogeti. Nikmati kesedihan, jangan terbawa berlarut-larut. Dalam kehidupan dan cinta mesti ada sedih, tapi jangan lupa nyanyi dan dijogeti.

Itulah kira-kira pesan yang terkandung di hatinya saat mencipta lagu. Selamat jalan Mas Didi Kempot. Bangsa ini jelas kehilangan salah satu putra terbaik. Karya-karyamu selalu di hati penggemarmu. Semoga jasa-jasamu terhadap bangsa ini mendapat imbalan setimpal dari-Nya, amin.

Sri Mulyadi, wartawan SUARABARU.ID