blank

blank

Oleh Amir Machmud NS

STADION Olimpiade Berlin, Minggu 27 Maret 2016. Penonton pertandingan uji coba internasional Jerman – Inggris itu terkesima, lalu spontan memberi aplaus khusus ketika striker dan kapten The Three Lions, Harry Kane membobol gawang Manuel Neuer.

Bukan sekadar golnya, tetapi bagaimana kualitas proses Kane mengeksekusi peluang. Dia membuat gerakan menahan bola, mengecoh kepungan lawan, memutar, lalu membalikkan badan untuk melepas tendangan ke tiang jauh.

Khazanah skill sepak bola dunia mereferensikan gerakan putar dan membobol gawang lawan itu sebagai “Cruyff Turn”, teknik deseptif trade mark Johan Cruyff, sang maestro total football Belanda. Inggris menang 3-2, dan dari laga uji coba Euro 2016 itu gol berkelas Harry Kane akan selalu dikenang.

Momen itu menjadi salah satu gol hebat yang biasa diperlihatkan penyerang Tottenham Hotspur tersebut. Kane merupakan jaminan kesuburan gol untuk klub dan tim nasional Inggris. Dan, kini dia tengah dispekulasikan untuk hijrah ke klub yang lebih menjanjikan trofi dibandingkan dengan apabila bertahan di The Spurs.

Pertanyaan yang membikin penasaran adalah, Real Madrid atau Manchester United-kah yang bakal mendapatkan tanda tangannya?

Kedua klub kaya itu sama-sama menginginkan kontribusi gol Kane, tentu saja dengan kompensasi transfer yang bisa menciptakan rekor baru. Diperkirakan, untuk meminang Kane butuh mahar selangit, bahkan mematahkan rekor Neymar Junior (Rp 3,3 triliun) ketika Paris St Germain memboyongnya dari Barcelona.

Banderol gila-gilaan dianggap sebagai refleksi pergerakan pasar industri sepak bola dunia sekarang. Manajemen Tottenham Hotspur akan kehilangan besar, namun mereka juga dihadapkan pada realitas utang setelah membangun stadion baru. Di tengah keterpurukan kondisi bisnis global yang terimbas pandemi virus corona, jual-beli pemain merupakan salah satu solusi, dan jualan Spurs paling sexy di pasar transfer adalah Kane.

Madrid merasa masih pincang sepeninggal Cristiano Ronaldo ke Juventus, sedangkan MU sedang membangun kekuatan, selain mengelaborasi darah muda juga butuh kehadiran pemain bintang seperti Harry Kane. Sedangkan eks bek kanan Setan Merah, Gary Neville berpendapat, mendatangkan Kane merupakan bagian dari sejarah sukses MU merekrut pemain-pemain kelas dunia. Pilar MU bakal makin kuat dengan Harry Maguire di jantung pertahanan, Bruno Fernandes di lini tengah, dan Kane sebagai ujung tombak.

Bagi Los Blancos dan Manchester Merah, Kane adalah jawaban paling dekat. Namun bukan tidak mungkin, budaya manuver di tengah lalu lintas transfer akan mewartakan realitas lain, misalnya pemain kelahiran Walthamstow 28 Juli 1993 itu justru berlabuh di klub lain. Yang jelas, rivalitas untuk mendapatkan Kane akan menjadi “perang kekuatan finansial”, mengingat The Lilywhites mengisyaratkan tidak akan begitu saja melepas sang kapten.

Hanya, kisaran Rp 3,9 triliun juga dianggap sebagai angka “lebay”. Walaupun menjadi mesin gol yang efektif, secara teknis Kane bahkan dinilai masih di bawah Neymar. Apabila MU nekat menggelontorkan dana sebesar itu hanya untuk seorang pemain, adakah jaminan tidak mengalami flop seperti kasus pembelian Paul Pogba?

*   *   *

HARRY Kane menyita perhatian pada musim 2014-2015 ketika dinobatkan sebagai PFA Young Player of the Year, lalu berturut-turut menjadi pencetak gol terbanyak pada musim 2015-2016, dan 2016-2017.

Sempat diperkirakan menjadi one season wonder atau pemain yang mengejutkan hanya dalam satu musim, Kane membuktikan lain. Nyatanya, kapten tim Tiga Singa di Piala Dunia 2018 dan Euro 2016 ini konsisten menjaga performa sebagai pembobol gawang yang ulung.

Sejarah Liga Inggris mencatat fenonema “bintang semusim”. Bukankah Anda mengenal nama-nama Alan Smith, Kevin Phillips, Roque Santa Cruz, Michael Ricketts, Marcus Stewart, Andy Johnson, Benni McCarthy, Amr Zakki, atau Michu yang sempat meroket subur, lalu meredup pada periode berikutnya?

Pada 2015, legenda Inggris Alan Shearer memosisikan Kane sebagai satu di antara tiga penyerang terbaik Liga Primer di samping Sergio Aguero dan Diego Costa.

Mantan penyerang Spurs, Les Ferdinand yang menangani Kane remaja menyamakan gaya pergerakan striker kebanggaannya itu dengan Teddy Sheringham. Akurasi tembakannya dia sebut sekualitas Alan Shearer.

David Pleat, mantan manajer Tottenham Hotspur menilai, Kane merupakan center forward yang bergaya tradisional. Gaya ortodoks itu justru menjadi kekuatan mematikan. Tidak selalu ber-bla-bla-bla unjuk kemampuan dribel.

Sedangkan Gary Lineker, top scorer Piala Dunia 1986 menyebut, selain Neymar, yang menyeruak di tengah rivalitas ikonik Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo adalah Harry Kane. Kane merupakan deret gravitasi striker produktif Inggris setelah Kevin Keegan, Alan Shearer, Robbie Fowler, Michael Owen, dan Wayne Rooney.

Saya lebih suka melukiskan Kane sebagai orang yang tepat pada saat tepat, dalam posisi tepat, untuk mengeksekusi secara tepat.

Gaya tradisional Kane melengkapi referensi skill sepak bola Inggris Raya yang berstereotipe “kick and rush” dalam filosofi direct play. Kelebihannya, Kane menunjukkan teknik pergerakan yang terkadang sulit dibaca lawan. Nalurinya di depan gawang lawan adalah karakter killler player yang efektif dan menakutkan.

Dalam buku Sepotong Mimpi dari Rusia, saya mengulas, hanya sedikit pemain Inggris Raya yang punya daya kebintangan berbekal bakat “seni”, dibandingkan dengan yang berkembang karena spartanitas latihan. Dahulu, George Best, bintang Manchester United asal Irlandia Utara dipandang memiliki “magi” berupa kelengkapan teknis dan bakat, disusul Paul Gascoigne yang mempertontonkan pesona “sihir” di Italia 1990 dan Euro 1996. Sayang, keduanya lebih disibukkan kemelut pribadi dan lari berakrab-akrab dengan alkohol.

Ada pula Kevin Keegan, striker dengan dribel hebat yang moncer ketika memperkuat Liverpool dan Hamburg SV bahkan terpilih sebagai Pemain Terbaik Eropa dua tahun berturut-turut, 1978 dan 1979. Lalu, John Barnes sayap kanan ala seniman bola Brasil, Chris Waddle dan Glen Hoddle yang stylish, Paul Scholes yang pernah dipuji Alex Ferguson tidak di bawah kelas Zinedine Zidane, Steven Gerard yang sayangnya tidak berada dalam era tim kuat Inggris, atau Michael Owen yang cepat dan technicy. Salah satu aksi legendaris Owen adalah proses golnya ke gawang Argentina di Piala Dunia 1998. Ia bergerak cepat melewati tiga pemain sebelum sedikit melingkar mencari ruang untuk menembak ke gawang. (Amir Machmud NS: 2018).

Harry Kane kini bersiap memasuki babak baru dalam kariernya. Positioning-nya yang tepat di depan gawang lawan akan diuji untuk memilih masa depan secara tepat. Bakal menjadi one club man, atau mengejar impian lebih besar bersama klub baru?

Amir Machmud NS, wartawan SUARABARU.ID, kolumnis olahraga, Ketua PWI Jateng