blank

Oleh: Khadlel Nadhief

PERS bisa diartikan sebagai usaha pengumpulan dan penyiaran suatu informasi atau berita melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun internet. Dalam konteks sekarang, pers lebih mudah dipahami sebagai media, yang merupakan bagian dari proses komunikasi yang terjadi antarindividu sebagai makhluk sosial.

Perkembangan pers di Indonesia tak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik maupun kebudayaan yang berlangsung pada setiap lini masa. Di indonesia, pers telah tumbuh sejak masa kependudukan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), tepatnya pada abad ke-18 sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang.

Keberadaan pers merupakan bagian dari wadah kebebasan berekspresi, yang diperlukan di negara demokrasi seperti Indonesia. Pers merupakan pilar keempat demokrasi. Keberadaannya menjadi penyeimbang bagi informasi sepihak dari penguasa (termasuk pemilik modal media). Dalam negara demokrasi, pers jelas tidak selayaknya hanya menjadi corong penguasa.

Dampak

Kebebasan pers di Indonesia yang didapat sejak era reformasi 1998, kini membawa banyak dampak, baik itu positif maupun negatif. Hakikatnya, pers berfungsi sebagai sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada masyarakat,  juga sebaliknya informasi dari masyarakat ke pemerintah.

Pada era sekarang, masyarakat selalu memiliki rasa ingin tahu mengenai sesuatu yang terjadi, baik di lingkungannya, negara, bahkan dunia. Untuk mendapatkan informasi tersebut, setiap orang berhak menggunakan sarana apa pun.

Lewat pers masyarakat dapat mengetahui mengenai keadaan sesungguhnya yang sedang dihadapi oleh pemerintah. Maka masyarakat dapat memberikan kritik, masukan, dan saran.

Kebebasan pers memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan permasalahannya kepada pemerintah. Contohnya, penyampaian opini mereka melalui media massa. Hal ini merupakan wujud kebebasan berekspresi yang merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi.

Dalam pandangan saya, kualitas praktik jurnalistik pada saat ini belum seimbang dengan kuantitas media yang terus bermunculan. Pers masih sering disalahgunakan hanya untuk tujuan meraih kepentingan bagi kekuatan-kekuatan politik tertentu. Juga semata-mata untuk mendapatkan keuntungan bagi pemilik modal. Dari kecenderungan ini, dapat dikatakan pers lebih dominan terbawa ke arah yang negatif.

Mulai dari pemberitaan yang tidak akurat, bertendensi kepentingan, pemerasan, intimidasi, dll yang sudah jelas melanggar prinsip-prinsip moral yang terkristal dalam Kode Etik Jurnalistik.

Dampak negatif dari kebebasan pers yang kebablasan tersebut sudah sangat meresahkan, dan barang tentu harus diatasi. Ketegasan Dewan Pers harus lebih ditingkatkan. Tidak hanya dalam hal penindakan terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, melainkan Dewan Pers juga dituntut makin intens dalam membangun komunikasi langsung dengan para pelaku pers, masyarakat luas, dan pemerintah.

Tujuannya, agar tidak ada pemberitaan yang muncul dilatarbelakangi tekanan-tekanan bermotif ekonomi atau politik. Selain itu keberadaan jurnalisme warga (citizen journalism) diharapkan juga makin tumbuh agar dapat menjadi penyeimbang pemberitaan oleh perusahaan pers.

Pda sisi lain, media seharusnya juga lebih taat kepada Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Peran dan fungsi pers tidak hanya memberi informasi yang benar sesuai fakta, tetapi juga mendidik masyarakat sebagai pengawas sosial dan pilar demokrasi.

Tidak sepatutnya kebebasan pers disalahgunakan, tetapi justru harus dimanfaatkan dengan baik untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

Reintrospeksi Pers

Dengan demikian, suka atau tidak suka, media harus bergerak melakukan reintrospeksi diri, menjadi lebih inovatif serta senantiasa menjadi peka terhadap perubahan zaman. Cara kerja media bukan lagi sebatas pada bagaimana menjadi “saluran informasi”, tetapi juga menjadi penghela inovasi dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat.

Dalam situasi zaman dengan arus perubahan sedemikian tinggi, media harus tetap menjadi penggerak yang dapat memberi solusi, bukan menjadi media provokasi.

Kesadaran masyarakat juga diperlukan. Masyarakat diharapkan lebih teliti dalam membaca dan menelah setiap pemberitaan pers, tidak sekadar menjadi penikmat informasi, namun penikmat berita yang kritis dan cerdas.

Berbagai upaya harus dilakukan, salah satunya memulai dari pribadi kita sendiri untuk memahami kembali makna kemerdekaan pers. Kebebasan pers adalah wujud dari kedaulatan berekspresi masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan HAM.

Oleh karena itu kebebasan pers harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan. Yang juga dibutuhkan adalah komitmen kerja sama antara semua pihak dengan penuh tanggung jawab, sehingga terjadi keseimbangan penyampaian segala jenis informasi guna menciptakan kebebasan pers yang baik di negeri ini. * * *

Khadlel Nadhief, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unissula