blank

blank

KEMARIN ada teman yang menghubungi. Saat itu dia dalam berjalan ke arah timur, dan oleh guru spiritualnya dia dipesan, saat perjalanan pulang atau ke arah barat dia tidak boleh mampir-mampir.

Karena galau, di satu sisi dia meyakini petuah “sesepuh”-nya namun pada sisi lain, jika petuah itu diikuti, dia bisa rugi, karena perjalanan jauh yang dilakukan itu untuk tujuan bisnis. Saat perjalanan ke arah timur, dia survei barang di kota yang dilewati dan nanti saat kembali ke arah barat, dimanfaatkan untuk kulakan untuk dijual di daerahnya.

Saat dia kontak dan minta masukan tentang saran sesepuhnya, saya minta untuk sementara pindah ke mazhab saya saja yang meyakini bahwa hari itu hanya ada dua jenis. Yaitu hari baik dan hari istimewa. Sedangkan hari naas atau sial itu (aslinya) tidak ada. Dan dia ada ketika diyakininya.

Kenapa? Naas atau sial itu ada ketika manusia meyakini hingga menyebabkan  rasa waswas, ragu, khawatir, pesimis. Bukankah “Katamu (adalah) Doamu” Dan  jika berpedoman kepada agama, ana inda dhonni abdibi,  Tuhan itu mengikuti apa yang menjadi persangkaan hamba-Nya. Karena itu kita disarankan untuk selalu mengedepankan prasangka baik, dalam segala hal, termasuk terhadap hari dan menafsiri tanda-tanda alam.

Terkadang, saya melihat orang yang karena kepercayaannya terhadap “Hari sial – Hari baik” itu sampai meninggalkan nalar sehat. Misalnya, orang yang akan mengikuti tes CPNS karena posisi duduknya tidak seperti yang disarankan penasihat spiritualnya, dia memilih menggagalkan tes, karena sudah meyakini bahwa dia akan sial atau tidak lolos.

Terkadang kepercayaan terhadap “Hari Jaya – Hari Sial” itu mengundang senyum. Dua orang yang akan berkelahi, karena sama-sama meyakini saat itu “jaya dina” atau hari keberuntungan itu ada di selatan, keduanya lalu sama-sama ngotot menghadap arah selatan. Karena tidak berani saling berhadapan, akhirnya tidak jadi berkelahi.

Kalau kasus “perang tanding” itu masih ada hikmahnya. Namun jika itu berkaitan dengan Pilkades, sementara kedua calon meyakini bahwa untuk menang itu mereka harus menghadap arah kejayaannya hingga mereka berebut mengadakan pendekatan kepada panitia pemilihan untuk menata kursi yang menghadap arah keberuntungan. Berdasarkan pengamatan saya, mereka yang meyakini “hari baik-hari sial” secara haqqul yakin itu kebabasan mereka jadi terkungkung dan  kemerdekaannya terbatasi.

Baik dan Istimewa

Karena dikenal sebagai penulis tentang metafisika, oleh sebagian orang, saya sering dijadikan tempat untuk konsultasi seperti mencari hari baik untuk pernikahan, mendirikan rumah, merantau, memulai pekerjaan penting, dsb.

Jika mereka sulit menerima masukan yang lebih mengedepankan logika, saya pun bisa kompromi dengan faham yang sudah telanjur mereka yakini, namun  saya pun mengenalkan apa yang dulu pernah saya terima dari para guru. Sebaliknya, yang bertanya pun saya sarankan untuk bisa menerima masukan saya sebagai penyeimbang.

Dan kebanyakan dari mereka yang kokoh meyakini bahwa penentu  kelangsungan keluarga nantinya itu ditentukan dari “hari baik” saya punya argumen yang sering mematahkan keyakinan meraka yang mengimani adanya hari-hari yang menentukan garis kehidupan dengan berkisah tentang para pakar hitung hari baik – buruk yang rumah tangganya berantakan dan kurang beruntung dalam kehidupannya.

Versi Timur Tengah

Dalam kitab-kitab kelasik  ala Timur Tengah dikenal juga apa yang disebut Ilmu Firasat yang mengupas tentang hari – hari dengan karakternya. Misalnya, Hari Ahad diyakini hari baik untuk memulai membuat rumah dan menanam tumbuhan.

Hari Senin diyakini hari baik untuk bepergian, berniaga, musafir, dsb. Ini berdasarkan kisah Nabi Idris naik ke langit, Nabi Musa pergi ke gunung Tsur. Turunnya ayat tentang ke-esaan Tuhan, lahir, wafat dan turunnya Nabi SAW.

Selasa disebut “hari darah”. Ini dikaitkan dengan Siti Hawa, Istri Nabi Adam menstruasi pertama, terbunuhnya Habil dan para tokoh : Jurais AS, Yahya AS. Zakaria AS, Asyiah binti Mazaim, pemilik sapi yang dimanfaatkan Nabi Musa AS dalam peristiwa membangunkan mayat pada zaman Bani Israil, juga terbunuhnya Habil bin Adam AS.

Hari Rabu dikenal sebagai saat Allah menciptakan lautan dan sungai. Karena berkaitan dengan air lalu diyakini sebagai hari untuk mencari atau minum obat. Hari Rabu Tuhan merusak orang kafir dengan tujuh perkara : Terbunuhnya Uj bin Unuk dibunuh burung hud-hud, Qarun ditelan bumi, Firaun tenggelam di lautan, Namrut terbunuh oleh serangga, kaum Ad dimusnahkan badai.

Hari Kamis Allah menciptakan surga –  neraka karena pada hari itu diyakini sebagai hari baik untuk berdoa dimasukkan surga dan dijauhkan dari api neraka. Dan menurut para ahli firasat, hari Kamis diyakini hari baik untuk meminta : Berdoa kepada-Nya,  menagih utang, dsb. Hari Kamis disebutkan sebagai hari Nabi Yusuf AS keluar dari penjara, masuknya Nabi Musa ke negeri Mesir dan Nabi Muhammad masuk Makkah.

Jumat oleh Nabi SAW disebut hari pernikahan dan silaturahmi. Pada hari Jumat Adam dan Hawa menikah. Karena itu hari Jumat diyakini hari baik untuk menikah. Para Nabi, Auliya, para kiai, santri pilih menikah pada hari ini. Selain Adam, yang menikah hari Jumah adalah Nabi Adam, Yusuf, Musa, Sulaiman dan Muhammad.

Hari Sabtu disebut sebagai “hari siasat”. Itu dikaitkan dengan peristiwa berkumpulnya para suku Quraisy saat membuat rekayasa. Sebagian dari kita juga meyakini Sabtu sebagai hari hitam. Namun demikian ada pendapat yang menetralisasi tafsir dari orang-orang terdahulu itu, di antaranya dalam Kitab Qurrotul ‘Uyun berbunyi : Jangan takut dengan hari-hari karena hari tidak menimbulkan mudharat (bahaya). Setiap hari milik Allah dan baik untuk bekerja. Terlalu percaya dengan “Ilmu Perbintangan” itu hukumnya haram.”

Kesimpulannya? “Allahumma la yakti bil hasanaati illa anta wa laa haula wa laa quwwata illa billah.” Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan melainkan Engkau, tidak ada yang dapat menghilangkan kejahatan menghilangkan Engkau, dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas izin-Mu.”

Masruri, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati