blank
Nampak produksi gula di PG Rendeng. foto;dok/Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Fluktuasi harga kebutuhan pokok terus terjadi. Setelah bawang putih, kini giliran harga gula pasir yang melambung. Di tingkat eceran, harga gula menembus Rp15.000 bahkan hingga Rp 16 ribu per kilogram  di tingkat konsumen.

Berdasar pantauan di Pasar Baru Kudus, lonjakan harga ini mulai terjadi selama beberapa pekan terakhir. Kenaikan terjadi secara perlahan-lahan dari harga normal sebesar Rp 12 ribu. Kondisi ini tentu cukup dikeluhkan pembeli dan pedagang.

“Sudah beberapa hari ini harga mencapai Rp 15 ribu. Bahkan, kalau penjual eceran harganya Rp 16 ribu,”kata Kholif, salah satu pedagang di Pasar Baru Kudus, Selasa (2/3).

Hal senada juga disampaikan Rohmah, salah seorang pembeli. Menurutnya, kenaikan harga gula ini cukup memberatkan. “Tentu cukup memberatkan mengingat ini merupakan satu dari sekian kebutuhan pokok,”katanya.

Sementara, menanggapi kenaikan harga ini, Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) menilai lonjakan harga gula di pasaran yang menembus Rp 15 ribu -16 ribu per kilogram dinilai hanya permainan dari pihak tak bertanggungjawab. Pasokan gula yang ada sengaja disimpan agar harga mahal yang pada ujungnya akan ada desakan pembukaan keran impor.

Pernyataan APTRI tersebut sebagaimana dihasilkan dalam sarasehan persiapan giling tebu 2016 di Surabaya beberapa waktu lalu. ”Gula mahal ini hanya permainan. Gula memang sengaja disimpan supaya harganya mahal dan stok dikesankan kurang. Arahnya jelas agar keran impor dibuka,” kata Sekjen DPN APTRI, Nur Khabsyin.

Menurut Khabsyin, kenaikan harga gula saat ini juga tidak serta merta memberi keuntungan pada petani tebu. Kata Khabsyin, lonjakan harga ini hanya akan menguntungkan para tengkulak-tengkulak saja.

“Yang untung ya pedagang saja, sementara petani tebu tetap saja tidak mendapatkan hasil apa-apa,”tandasnya.

HPP Gula

Terkait kondisi tersebut, kata Khabsyin, DPN APTRI kini tengah mendesak pemerintah segera  berharap segera adanya kepastian mengenai harga patokan petani (HPP) gula. Apalagi, dalam waktu dekat para petani tebu akan memasuki musim giling tahun 2020.

Menurut Khabsyin, musim giling tahun 2020 direncanakan akan dimulai Maret dan April 2020 ini untuk Wilayah Sumatera. Sedangkan di Pulau Jawa akan dilaksanakan mulai bulan Mei 2020. Sehubungan dengan hal tersebut, ia mengharapkan segera ada kepastian mengenai HPP gula.

“Sehingga  ada  jaminan  keuntungan  yang  diberikan  kepada petani dalam budidaya menanam tebu selama satu tahun,” katanya.

Ia mengatakan, DPN  APTRI  telah  menerima  masukan  dari  petani  tebu  dan  melakukan  perhitungan  besaran  HPP. Berdasarkan biaya pokok produksi, pada tahun ini ada kenaikan biaya pokok produksi di antaranya adalah biaya garap/upah tenaga kerja yang cukup signifikan.

“DPN APTRI mengusulkan HPP untuk tahun 2020 sebesar Rp 12.025/Kg atau dibulatkan Rp 12.000/Kg,” jelasnya.

Ditambahkan dia, usulannya itu juga telah disampaikan kepada pihak terkait. Terutama pada Kementerian Pertanian dan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.

“Harapannya usulan itu segera mendapatkan persetujuan dari Pak Menteri,” tandas pria asal Kudus itu.

Tm/Ab