blank

PEKALONGAN (SUARABARU.ID) – Pekalongan menjadi daerah terparah yang terdampak banjir di Jawa Tengah. Dari beberapa daerah yang banjir akibat hujan deras pada Rabu dan Kamis (19/20/2) lalu, Pekalongan menjadi daerah paling banyak menimbulkan dampak.

Banjir di Pekalongan melanda dua kelurahan, yakni Kelurahan Tirto dan Pasirkratonkramat. Akibatnya, sebanyak 306 warga terpaksa mengungsi di aula kecamatan dan masjid setempat.

“Awalnya 306 warga, sekarang sudah berangsur berkurang dan tinggal 265 warga yang mengungsi,” kata Camat Pekalongan Barat, M Taufiqurrahman, Jumat (21/2).

Ketinggian air lanjut Taufik saat awal terjadi banjir mencapai 140 cm. Banjir menurutnya akibat limpasan dari sungai Bermi.

“Ada juga warga yang mengungsi di Masjid al-Karomah Pekalongan,” terangnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang seharian berkeliling memantau banjir dari Kudus, Pemalang, Pekalongan dan Batang membenarkan bahwa banjir Pekalongan adalah yang terparah. Selain banyaknya pengungsi, parahnya banjir Pekalongan karena luasan banjir dan ketinggian airnya.

“Dari beberapa daerah yang tadi saya kunjungi yakni Kudus, Pemalang, Pekalongan dan Batang, memang di sini yang terparah,” ucapnya.

Penanganan banjir di Pekalongan lanjut Ganjar memang harus dilakukan berbeda. Sebagai salah satu kota besar, permasalahan lingkungan menjadi penyebab utama banjir.

“Maka tadi saya perintahkan Wali Kota Pekalongan untuk mengeruk saluran-saluran di tengah kota. Keluarkan semua alat berat dan optimalkan sumberdayanya untuk mengatasi ini. Karena, sampai Maret nanti, cuaca masih tidak menentu,” tegasnya.

Selain tanggul raksasa yang sedang dibuat, permasalahan banjir di Pekalongan lanjur Ganjar juga harus diantisipasi dengan perubahan penataan kota. Pihaknya sudah memerintahkan agar Pemkot Pekalongan melakukan penataan drainase tengah kota.

“Drainase harus ditata ulang, yang kecil-kecil harus dibesarkan agar aliran air lancar. Sambil menunggu tanggul laut selesai, program itu harus ditingkatkan,” ucapnya.

Tentu saja lanjut Ganjar, untuk mengatasi banjir di Pekalongan bukanlah perkara gampang. Pemkot tidak akan mungkin bisa menyelesaikan itu apabila hanya mengandalkan kekuatannya sendiri.

“Kerjasama dengan kami di Pemprov dan dengan Pemerintah Pusat harus dilakukan. Tidak akan mampu kalau kerja sendiri,” imbuhnya.

Masyarakat lanjut dia juga diminta mendukung upaya pengendalian lingkungan ini. Budaya hidup bersih dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak membuang limbah batik di sungai harus digalakkan.

“Sebagai kota yang terkenal dengan batiknya dan sering dikunjungi wisatawan, masyarakat Pekalongan harus hidup bersih. Bersih itu nomor satu. Kalau itu bisa dikerjakan, maka teknis pekerjaan lainnya bisa membantu,” tutupnya.