blank
DIALOG: Ketua Komisi E DPRD Jateng, Abdul Hamid dan Kepala Dinkes Jateng dokter Yulianto Prabowo, menjadi narasumber dalam acara Dialog Bersama Parlemen, Kamis (13/2/2020) di Hotel Noormans, Semarang. Foto: hery priyono

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Program Rumah Sakit Tanpa Dinding menjadi gebrakan inovasi yang dilakukan Pemprov Jateng. Program ini menjadi terobosan baru di bidang kesehatan, dalam menghapus sekat-sekat batasan warga masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Dalam acara Dialog Bersama Parlemen; Rumah Sakit Tanpa Dinding, Kamis (13/2/2020) di Hotel Noormans, Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid, mendukung dan mendorong penuh program yang digagas Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng itu.

”Secara prinsip program ini harus didukung. Secara kelembagaan, DPRD sebagai mitra kerja Pemprov mendorong program itu bisa terlaksana, sepanjang bermanfaat buat masyarakat. Program ini sendiri mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” katanya.

Sedangkan Kepala Dinkes Jateng, dr Yulianto Prabowo MKes menambahkan, Rumah Sakit Tanpa Dinding merupakan kiasan semata, dan bukan arti sebenarnya. Maksudnya adalah, tidak ada sekat-sekat dan melakukan upaya kesehatan yang bersifat promotif preventif.

blank
Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid

Lebih Proaktif
”Yang penting itu mencegah jangan sampai masyarakat itu sakit. Di rumah sakit itu kan tenaga ahlinya sayang kalau hanya untuk mengobati saja,” imbuh Yulianto.

Menurut dia, selama ini Rumah Sakit Tanpa Dinding lebih banyak dimainkan perannya dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Oleh karena adanya keterbatasan tenaga kesehatan, menjadikan pelayanan kesehatan belum banyak dirasakan masyarakat.

”Kami mendorong peran rumah sakit untuk lebih proaktif memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, sehingga hasilnya bisa lebih maksimal. Sebab rumah sakit tak sekadar mengobati orang sakit, tapi juga mencegah penyebaran penyakit, baik menular atau tidak,” lanjut dia.

Lebih jauh Yulianto menambahkan, Pemprov Jateng akan terus fokus pada pengembangan tujuh rumah sakit milik pemprov, yang ada selama ini. Baru setelah itu kemudian rumah sakit milik kabupaten/kota dan swasta.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro, dr Budiyono berharap, pihak Pemprov Jateng bisa mengubah persepsi soal Rumah Sakit Tanpa Dinding itu. Apalagi masyarakat sangat membutuhkan layanan kesehatan yang benar-benar bisa memfasilitasi kebutuhan kesehatan mereka.

”Program ini jangan cuma jadi sekadar rencana atau hal yang bersifat politis saja, tapi harus bisa benar-benar terlaksana dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pola dan pelaksanaannya seperti apa, harus benar-benar jelas dan bisa diimplementasikan,” kata dia.

Lebih jauh Budiyono mengungkapkan, dari program Rumah Sakit Tanpa Dinding ini, diharapkan bisa mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdikari. Oleh karena itu, program ini perlu disosialisasikan, diterapkan pelaksanaannya hingga menjadi kebiasaan di tingkat masyarakat.

”Istilahnya ada tahapan yang harus dilalui, agar program ini bisa terlaksana dan diterima. Seperti diperkenalkan dulu, diadakan pelatihan, praktek, hingga keahlian beserta peran serta swasta, akademisi dan masyarakat sendiri, sehingga program ini bisa menjangkau masyarakat yang ada diseluruh pelosok,” tukas Budiyono.

(Adv/hery priyono)