blank
Plt Bupati Kudus Hartopo saat memberi sambutan acara verifikasi data warga miskin di Dinsos. foto: Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Proses verifikasi bagi warga miskin yang akan didaftarkan menjadi peserta BPJS PBI APBD dikhawatirkan bisa memicu gejolak. Pasalnya, bakal ada 110 ribu lebih warga miskin yang sebelumnya menjadi peserta BPJS, akan dicoret.

Kekhawatiran munculnya gejolak tersebut salah satunya disampaikan kalangan kepala desa. Sarjoko, Kepala Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati mengungkapkan, akan banyak masyarakat miskin yang protes terutama jika verifikasi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Dengan berkurangnya kuota peserta BPJS PBI APBD, tentu banyak warga miskin yang akan dicoret. Tentu mereka akan banyak protes,”kata Sarjoko, Senin (13/1).

Atas kondisi tersebut, kata Sarjoko, yang paling pertama berhadapan dengan masyarakat adalah kepala desa atau perangkatnya. Mereka akan pertama kali menjadi sasaran keluhan warga. “Warga tentu mengadunya kepada kepala desa dan perangkat,”tandasnya.

Oleh karena itu, kata Sarjoko, pihaknya mendesak Dinsos tetap melibatkan pemerintah desa dalam proses verifikasi data warga miskin penerima BPJS PBI APBD. Sebab, yang tahu kondisi riil warga adalah pemerintah desa setempat.

Sebagaimana diketahui, di tahun 2020 ini dialokasikan Rp 56 miliar untuk anggaran BPJS. Alokasi anggaran tersebut, digunakan untuk membayar kekurangan akibat kenaikan tarif pada Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 15 miliar. Jumlah tersebut juga masih dikurangi alokasi untuk pelayanan kesehatan gratis di bulan Januari 2020 sebesar Rp 3,5 miliar.

Dengan hanya sisa Rp 41 miliar, alokasi anggaran tersebut hanya cukup untuk mengkover BPJS sekitar 82 ribu warga miskin. Padahal, di tahun 2019, jumlah warga miskin yang terdaftar BPJS PBI APBD mencapai 192 ribu jiwa.

Dengan demikian, setidaknya akan ada 110 ribu warga miskin yang harus diberhentikan dari kepesertaan BPJS PBI APBD.

blank
Skema anggaran JKN Kabupaten Kudus 2020

Plt Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kudus, Sunardi mengatakan proses verifikasi warga miskin saat ini sudah dilakukan. Diharapkan, di akhir Januari 2020 nanti, proses verifikasi selesai dan Februari mendatang kerjasama dengan BPJS sudah bisa dimulai lagi.

Disinggung banyaknya warga miskin yang akan tercoret, kata Sunardi, diharapkan bisa beralih ke BPJS mandiri. Namun demikian, Sunardi berjanji verifikasi dilakukan sesuai fakta di lapangan.

Dalam proses verifikasi, Dinas Sosial Kudus mengandalkan sembilan orang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Dinsos juga akan berkoordinasi dengan pemerintah kecamatan untuk membantu proses verifikasi tersebut.

Wakil Ketua Komisi D Muhtamat mengingatkan, kegiatan verifikasi dan evaluasi penerima PBI jangan hanya melihat faktor ekonomi saja. Faktor kesehatan pasien juga perlu dipertimbangkan.

Wakil rakyat dari Partai Nasdem ini mengusulkan agar penerima PBI yang memiliki riwayat penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi, wajib dimasukkan kembali ke daftar penerima.

Ia mencontohkan, pasien hemodialisa yang harus rutin cuci darah yang tak mampu membiayai pengobatannya harus masuk dalam prioritas penerima PBI JKN.

Muhtamat mengatakan, bisa jadi ketika disurvei rumah pasien itu layak dan bukan termasuk kategori warga tidak mampu.

“Bisa jadi rumahnya sudah bagus, dan ada kendaraan. Namun karena dia harus rutin cuci darah dengan biaya yang cukup tinggi, sementara dia sudah tidak produktif, maka bisa berpotensi menggangu ekonomi keluarganya,” katanya.

Tm-Sb/Ab