blank
Valentina Sutini Tatang. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

WONOSOBO(SUARABARU.ID)- “Halo, bisa bicara dengan Bu Tatang?” sapa SUARABARU.ID dari ujung telepon. “Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu,” sahut Bu Tatang ramah.

Hanya sekali kontak, sebuah janji wawancara pun langsung bisa dipenuhi. Bicara via telepon itu berlangsung pagi. Tak lama menunggu, sorenya langsung bisa ketemu.

“Nanti kalau mau datang jam 15.30 WIB, ya. Saya ada di rumah”, janji Bu Tatang. Benar,  tak sampai lewat waktu, tepat pukul 15.30 dia sudah siap Restoran Asia miliknya. Keramahan segera terasa ketika bertemu wanita yang satu ini.

Di sebuah meja saji ngobrol gayeng dengan ibu berputera tiga itu, berlangsung lancar. Ditemani teh hangat, sekali-kali Bu Tatang harus menerima telpon dari kolega-koleganya. “Ini tadi dari agen travel yang mau boking hotel,” ucap dia.

Tak lama setelah duduk, dia harus beranjak lagi, karena ada tamu asing yang datang dan dirinya harus menyambut. “Sit down please!,” ungkapnya dalam bahasa Inggris pada tamu asal California AS.

Rupanya sikap ramah dan familier itulah yang menjadi modal  pemilik nama lengkap  Valentina Sutini Tatang (54) dalam mengelola Asia Restaurant dan Hotel Surya Asia Woonosobo.

Hotel bintang dua dan restoran yang dia kelola tergolong bisnis jasa yang cukup terkenal di Wonosobo. Pasalnya, hotel dan rumah makan Asia selalu menjadi jujugan turis asing dan tokoh-tokoh nasional saat berkunjung ke kota ini.

blank
Valentina Sutini Tatang bersama keluarga. (Foto : SuaraBaru.id/dok)

Wanita Jawa

Bu Tatang, boleh jadi, merupakan potret wanita karier yang cukup sukses mengelola bisnis kuliner dan jasa hotel. Wanita kelahiran Yogyakarta, 19 Februari 1965 ini adalah perempuan Jawa tulen yang menggawangi restoran seafood ala Canton China.

Dia mengaku meski orang Jawa tapi menguasai betul menu bertaste oriental. Semua itu dicapai berkat kemauan belajar resep-resep masakan warga keturunan dan kesukaannya pada dunia boga. “Sejak awal saya memang suka pada bisnis dan dunia perhotelan,” ujarnya.

Bagaimana ceritanya wanita asli Bantul Yogyakarta ini sampai terjun di bisnis restoran dan hotel? Semua bermula dari pertemuan dangan Tatang Haryanto, yang asli warga keturunan. Seperti apa kisahnya?

Kala itu, sekitar tahun 1980, Bu Tatang bekerja di Wonosobo. Di  kota inilah dia beretemu dengan Tatang Haryanto muda. Pertemuan dua sejoli itu mengantarkan keduanya ke pelaminan, pada 26 September 1983.

Biar berdarah Jawa, Bu Tatang mengaku tak canggung harus menikah dengan pria keturunan. Keduanya pun cepat menyesuaikan lingkungan masing-masing. Bu Tatang cepat belajar budaya China, suaminya juga tak canggung berbaur dengan tradisi Jawa.

“Kalau ke Yogya, Pak Tatang, ikut ritual-ritual Jawa. Saya juga melebur dengan budaya China ketika bercampur keluarga besar suami,” kisah ibu dari Ike Puspa Dewi, Robby Surya Putra dan Sherly Anidnya ini.

Ternyata, sebut Bu Tatang, antara budaya Jawa dan China, tak jauh beda. Karena, contoh dia, dalam soal upacara kematian di Jawa  juga banyak dilakukan orang China. Seperti peringatan 7 hari kematian, 40 hari dan seterusnya juga sama-sama dilakukan.

“Kalau di China ada acara cheng beng (bersih kubur), di Jawa juga ada ritual nyadran yang intinya juga bersih kubur dan mengirim doa bagi arwah leluhur yang telah mendahului kita,” urainya.

Pertemuan antara wanita Jawa dan pemuda China, agaknya membawa hoki tersendiri. Karena Pak Tatang yang suka bisnis restoran dan hotel, berjodoh dengan wanita yang kesengsem terhadap dunia boga dan perhotelan.

Bersama isterinya pula restoran seafood dan bisnis hotel berkembang pesat. Bahkan, dengan cepat Bu Tatang, bisa menguasai beragam menu masakan China. Kesukaan dan keahlian memasak membuatnya tak kesulitan belajar membuat resep baru.

Apalagi, beberapa kali wanita yang pernah berkunjung ke Amerika Serikat, Thailand, Hongkong, Kamboja dan Vietnam itu diajak suaminya pergi ke Canton China untuk menengok keluarga Tatang Haryanto di sana.

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan aktifis berbagai organisai perempuan itu untuk belajar resep masakan ala Canton dari negeri asalnya.

“Saat di China saya memang berburu banyak masakan. Hasil buruan itu lalu saya praktikkan di sini. Ternyata hasilnya cukup meyakinkan. Karena rasa dan bentuk memasak tak jauh beda seperti yang ada di China,” cetus Ketua IWKRI Wonosobo itu.

Di saat bisnis kuliner dan hotel melambung, suaminya berpulang. Kepergian orang yang dia cintai, tentu membuat Bu Tatang merasa kehilangan. Dia pun mengelola sendiri Asia Restaurant dan Hotel Surya Asia.

Sebagai wanita yang berpengalaman dalam bisnis boga dan hotel, meski ditinggal suami, tak membuat usahanya mandek. Tapi justru semakin meroket. Ini menandakan kalau wanita yang hobi bermusik, renang dan senam ini memang handal dalam mengelola restoran dan hotel.

blank
Salah satu paket olahan kuliner yang biasa disajikan di Asia Restaurant Wonosobo. (Foto : SuaraBaru.id/dok)

Komunikasi

Mengelola dua bisnis sekaligus bukan perkara mudah. Tapi Bu Tatang mampu melewati profesi ganda tersebut. Menurutnya antara bisnis hotel dan restoran saling terkait. Karena, tak jarang, tamu hotel juga sekaligus tamu restorannya.

Dalam mengelola hotel dan restoran dia menerapkan managemen “Sapa, Senyum dan Ramah”. Prinsip itu dia terapkan, baik pada kolega, konsumen maupun pada karyawan itu sendiri.

Karyawan dianggap sebagai asset perusahaan yang diperlakukan layaknya keluarga sendiri. Dia tidak membuat sekat antara pemilik usaha dengan karyawan. Kedekatan itu

dia buktikan, sekali waktu karyawan secara bergantian diajak tamasya. “Selain untuk refresing acara itu sekaligus menjalin kekerabatan antarkaryawan”, ujar dia. Dengan kolega dan konsumen juga sama. Bu Tatang menjaga betul hubungan baik dengan agen travel sebagai mitra bisnis. Komunikasi setiap saat selalu saya lakukan dengan agen travel,” bebernya.

Wanita yang tinggal di Jalan Angkatan 45 No 43 itu, harus wira-wiri ke hotel dan restoran yang letaknya berjauhan. Saat di Hotel Surya Asia ramai, dia selalu standby di sana. Demikian pula kala di Asia Restaurans penuh, Bu Tatang selalu di tempat.

“Dengan begitu saya bisa bertemu langsung dengan tamu dan menyapa mereka. Kalau pemilik ramah pasti pengunjung juga senang. Mereka tentu akan mempromosikan kesan baik ketika di hotel maupun restoran di tempat asalnya. Ini promosi yang sangat efektif”, tuturnya.

Melayani dengan hati. Itulah pelayanan yang selama ini dia pegang. Keramahan dan senyum yang Bu Tatang berikan pada konsumen rupanya berbuah manis. Sebab, tiap hari restoran dan hotel yang dikelola selalu dibanjiri para tamu, baik domestik maupun mancanegara.

Muharno Zarka /mm