blank
Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen Fakultas Hukum UNISSULA

Peran Ibu Menanggulangi Korupsi

Oleh:

Ira Alia Maerani

Peran Ibu dalam menanggulangi tindak pidana korupsi nampaknya perlu digaungkan. Mengingat beberapa kasus hukum yang mencuat di pemberitaan media terutama terkait tindak pidana korupsi diduga diawali oleh pola konsumsi para kaum hawa ini sehingga tergiur dengan pergaulan jet set dan glamour.

Pola pergaulan sosialita yang mengedepankan penampilan. Penampilan yang ingin selalu tampil mewah dan trendy. Plus dengan atribut perhiasan, tas super mahal, baju bermerk, koleksi berbagai atribut duniawi yang membuat mata terbelalak. Bahkan koleksi mobil super mewah edisi terbatas (limited edition) yang hanya dimiliki segelintir orang saja di dunia ini.

Kehidupan ala kalangan jet set ini memang mempesona dan menghipnotis. Sehingga beberapa kalangan kepincut. Meski harus menghalalkan segala cara. Termasuk melakukan tindak pidana korupsi dengan berbagai cara dan modus. Baik korupsi uang negara maupun pribadi orang perorang dengan cara menipu, menggelapkan hingga membunuh. Sungguh sangat ironis.

Nah, terkait dua hari peringatan nasional di bulan Desember yakni Hari Anti Korupsi Sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Desember dan peringatan Hari Ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember. Dalam rangka memperingati kedua hari besar itulah yang menginspirasi tulisan ini. Upaya kaum ibu untuk mengelimir tindak pidana korupsi, meski bukan satu-satunya para ibu menjadi penyebab terjadinya korupsi ini. Sebuah langkah koreksi dan solutif untuk melindungi keluarga dan negara dari perilaku koruptif dan mubadzir. Nah, langkah-langkah apa sajakah yang harus mengiringinya?

Qona’ah

Qona’ah  meminjam istilah dalam Bahasa Arab yang berarti merasa cukup dengan pemberian ALLAH SWT. Cukup menjadi kata kunci. Tidak kurang dan juga  tidak berlebihan. Cukup dalam hal makan, berpakaian dan sebagainya. Hidup sederhana dan bersahaja ala Rosulullah SAW menjadi teladan. Meski Rosulullah memiliki harta untuk menggunakan alas tidur yang baik akan tetapi beliau tidak melakukannya. Walau Rosulullah memiliki kemampuan untuk makan dengan menu yang mahal, tapi beliau lebih sering kedapatan menjalankan ibadah puasa dan tidak memuaskan nafsu makannya.

Merasa cukup dengan penghasilan yang didapat. Sehingga tidak mencari celah-celah atau kesempatan yang bukan haknya. Percaya diri dan bersyukur dengan segala yang ALLAH SWT  anugerahkan. Yakinlah bahwa itu adalah rezeki yang terbaik dunia dan akherat. Rezeki yang halal menjadi pegangan.

Bekal rasa syukur dan percaya diri bahwa urusan rezeki tidak akan tertukar, maka membuatnya semakin bersyukur. Hal ini berimbas positif dalam banyak hal. Rasa syukur membuat rezeki semakin bertambah-tambah dan berkah. Hidupnya lebih bahagia. Keluarga pun bahagia dan sejahtera.

Tidak merasa minder bergaul walau tanpa tas bermerk, busana mahal  atau perhiasan berkelas. Jika tidak memiliki  kesempatan dan “modal” bersosialita, tetap bisa bersilaturohim melalui kecanggihan teknologi dan sarana media sosial. Asal tidak lupa waktu dan lupa status sebagai isteri dan ibu yang memiliki tanggung jawab utama perhatian terhadap suami dan anak-anak.

Jika tidak memiliki mobil, jasa antar jemput online pun tersedia. Pilihan jasa antar jemput syar’i pun terpenuhi. Bila punya kendaraan roda dua dan pandai menggunakannya tentunya lebih hemat dan praktis. Menekan pengeluaran belanja. Meski agak berpanas-panas, maka berpikirlah positif bahwa ALLAH SWT memberikan anugerah Vitamin D di balik sinar matahari guna kesehatan tulang.

Soal pilihan makan pun demikian. Banyak pilihan menu sederhana akan tetapi halal, sehat dan menyehatkan. Sesekali dalam rangka refreshing bersama keluarga bolehlah makan di restoran. Namun di banyak hari perlu “mengencangkan ikat pinggang.” Jadi makan makanan mewah yang menguras kocek tidak selamanya baik untuk kesehatan.

Sepenggal pilihan bijak dalam life style di atas merupakan pilihan disesuaikan dengan kondisi pribadi masing-masing. Pola hidup hedonis, konsumtif, dan berfoya-foya sudah saatnya ditinggalkan.

Hal penting yang harus diketahui oleh seorang ibu adalah kehalalan rezeki yang ia terima. Tak ada salahnya ia menanyakan pada suami, sumber penghasilan yang didapat. Bersikap qona’ah dengan rezeki yang ia terima dan bersyukur pada ALLAH SWT merupakan pilihan bijak dan tepat. Sehingga jargon yang berbunyi, “Ada uang abangku sayang, tak ada uang abang kutendang,” sudah saatnya tidak perlu didendangkan. (Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen Fakultas Hukum UNISSULA)

Suarabaru.id