blank
Ketua DPRD Kudus Masan saat memimpin rakor dengan Dinas PMD terkait pengalihan tanah bengkok kades. foto:Suarabaru.id

KUDUS  (SUARABARU.ID) – Baru sehari usai pelantikan kades di Kabupaten Kudus, persoalan nampaknya mulai muncul. Sejumlah kades yang dilantik ternyata belum belum bisa mendapatkan haknya berupa tanah bengkok lantaran masih dikuasai dan disewakan ke pihak ketiga oleh kepala desa lama yang gagal terpilih.

Kondisi tersebut terungkap saat rapat dengar pendapat antara Komisi A DPRD Kudus dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) yang dihadiri seluruh Camat di Kudus, Rabu (18/12). Dalam rapat tersebut, setidaknya beberapa desa seperti Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Desa Gribig, Kecamatan Gebog serta beberapa desa lain berpotensi terjadi persoalan terkait pengelolaan tanah bengkok.

Ketua DPRD Kudus, Masan yang memimpin rapat menyatakan, setelah pelantikan kades kemarin ternyata ada persoalan tentang hak dan kewenangan kades terpilih. Rata-rata kades periode sebelumnya habis pada 17 Desember. Sedangkan di tanggal itu pula, kades terpilih secara resmi menjabat setelah dilantik di pendapa.

“Maka secara hak dan kewenangan itu selesai pada 17 Desember, begitu aturannya. Artinya, setelah pada tanggal 17 Desember, maka kades akan mendapatkan hak dan kewenangan. Termasuk juga mendapatkan tunjangan yang berasal dari bengkok desa,” jelasnya.

Hanya, di lapangan berbeda. Ada beberapa tanah bengkok masih dikuasai mantan kades dan sudah terlanjur disewakan ke pihak ketiga  Bahkan, masa sewa tersebut ada yang jangka waktunya cukup lama hingga para kades baru belum bisa memanfaatkannya.

“Maka kami menyamakan persepsi, beberapa nanti tunjangan yang dari bengkok itu yang diterima kades baru. Dan bagaimana solusinya ketika ada bengkok yang masih dikuasai kades lama,” ujarnya.

Kekeluargaan

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kudus Adi Sadhono Murwanto mengatakan, sesuai UU 6/2016, penghasilan kepala desa diantaranya bersumber dari penghasilan tetap dan penghasilan lainnya yang salah satunya adalah tunjangan tambahan penghasilan yang bersumber dari tanah eks bengkok.

“Jadi, secara regulasi, kades dan perangkat tidak memperoleh tanah bengkok, tapi mendapatkan TTP dari hasil sewa tanah bengkok tersebut. Hasil sewa tanah bengkok tersebut disetor dulu ke APBDes, untuk kemudian hasilnya dibayarkan ke kades setiap bulannya,”kata Adhi.

Jadi, kata Adhi, para kades baru sebenarnya sudah bisa mendapatkan tunjangan tambahan penghasilan (TTP)  dari tanah bengkok tersebut per 1 Januari 2020.

Namun masalahnya, pada praktiknya di lapangan, pengelolaan tanah bengkok tersebut tetap dilakukan oleh kades dan perangkatnya.  Sementara setoran yang dilaporkan ke APBDes, sifatnya hanya laporan administratif yang terkadang nilainya juga tidak sesuai  dengan nilai sewa yang sesungguhnya.

“Nah, ini yang membuat masalah karena besaran TTP yang akan dibayarkan ke kades baru mungkin jumlahnya jauh dari nilai sewa tanah bengkok yang sebenarnya,”katanya.

Oleh karena itu, kata Adhi, jika ada kepala desa baru yang mempermasalahkan soal pengelolaan tanah bengkok, Dinas PMD menyarankan untuk dilakukan pembicaraan secara kekeluargaan dengan difasilitasi camat.

“Ya lebih baik dibicarakan baik-baik dengan difasilitasi camat,”tandasnya.

Hingga selesainya rapat, baik dari DPRD maupun Dinas PMD tak kunjung menemui titik temu. Rencananya, akan dilanjutkan Kamis (19/12) untuk  mendapatkan kebijakan yang tepat terkait pengalihan tanah bengkok tersebut.

Tm/Ab