blank
Sarasehan Kebudayaan di rumah dinas Eks Karisidenan Pati. Foto: Karim

Jepara – Gagasan untuk untuk menjadikan Jawa Tengah sebagai  Rumah Kebudayaan hendaknya tidak hanya berhenti pada konsep dan wacana  tetapi  harus benar-benar hadir  dan bergerak ditengah-tengah masyarakat.  Hal tersebut  diungkapkan oleh Mukti Sutarman Sp,  penullis senior dari Kudus pada  Sarasehan Kebudayaan Menjadikan Jawa  Tengah sebagai Rumah Budaya tingkat Eks Karesidenan Pati. Acara  yang diselenggarakan oleh Dinas P dan K Provinsi Jawa  Tengah bekerja sama dengan Yayasan Le GePe ini berlangsung  di Eks Rumah Dinas  Residen  Pati Kamis (28/11)    diikuti  oleh 72   seniman dari Jepara, Kudus, Pati, Rembang dan Blora. Juga organisasi yang  bergerak di bidang seni budaya seperti KSBN, DKD, Fk Metra, Pepadi dan instansi terkait.

blank
Peserta sarasehan Rumah Kebudayaan Jawa Tengah. Foto: Karim

Dalam acara yang dipandu oleh,  Hadi Priyanto ini menghadirkan , Ripana Puntarasa dari Yayasan Le GePe.  Ripana dalam  papaparannya menjelaskan konsep rumah budaya Jawa Tengah. “Rumah Kebudayaan Jawa  Tengah  adalah ruang terbuka  yang nyaman  bagi  semua orang untuk mengembangkan oleh cipta, rasa dan karsa berlandasakan gotong  royong. Oleh  sebab  itu rumah  kebudayaan ini harus  dimaknai  sebagai ruang   yang menjamin  keluasan dan  keleluasaan untuk berkreasi,  berekspresi  dan berapresiasi. Bukan dalam bentuk gedung atau bangunan fisik” ujar Ripana.

Harapannya  rumah kebudayaan ini dapat mengembangkan nilai-nilai dan menguatkan identitas kebudayaan masyarakat  dengan memberikan pengakuan, perlindungan, pengembangan dan pelestarian keragaman budaya masyarakat. Juga  untuk memfasilitasi ruang-ruang  kreasi,  ekspresi dan apresiasi.   Sedangkan basis kegiatannya adalah desa, dusun, kelompok masyarakat,  sanggar, padepokan. “Kabupaten akan berfungsi sebagai penggerak dan pelindung kegiatan pengembangan rumah budaya“,  ujar Ripana.  Sarasehan  yang sama juga  diadakan di wilayah eks Karesidenan  yang lain. Harapannya pada bulan Desember akan diadakan tingkat  di Jawa Tengah.

Harapan Peserta sarasehan  pada umumnya  menyambut baik  gerakan Jawa Tengah  Rumah Kebudayaan. Mereka  berharap kebudayaan,  termasuk    seni dan budaya tradisiional  kembali mendapatkan ruang. “ Pemerintah kurang hadir dalam pengembangan seni budaya tradisional, hingga banyak yang kemudian  mati,” ujar Jumari Hs dari Kudus. Pengakuan terhadap semakin berkurangnya  minat masyarakat pada budaya juga diungkapkan oleh Ketua KSBN Jepara,  Sholih. “Permainan anak tidak lagi diminati. Anak-anak  kita lebih senang bermain gadget”,  ujarnya Sholih. Hal  yang sama juga diungkapkan Ki  Wibowo Asmoro dari Pati  dan Ketua Pepadi Jepara Hendro  Suryo  Kartiko.

Sementara Meiriko Nazamudin, pegiat  budaya dari Blora berharap terjadi sinergitas antara lembaga seni dan budaya yang ada dengan komunitas   masyarakat, para pegiat dan penjaga budaya, sanggar dan  pedepokan. “Tentu  pemerintah harus  hadir dan  tidak boleh abai. Sebab pelestarian dan pengembangan  budaya juga  menjadi salah satu  tugas pemerintah disemua tingkatan.  Gerakan Jawa Tengah  Rumah  Kebudayaan semoga  menyadarkan pemerintah tentang kewajibannya”,   ujar Karim, seorang pegiat budaya  pesisiran Jepara.

Sementara Kepala Cabang Dinas Pendidikan  Wilayah  III Jateng Sunoto berharap saresehan tersebut dapat menghasiilkan pemikiran konstruktif tentang Jawa Tengah sebagai Rumah  Kebudayaan. Ini sangat  penting  sebab kebudayaan  adalah salah satu pembentuk karakter bangsa, ujar Sunoto. (SuaraBaru.Id/Hadi Priyanto)