blank
Ketua Komisi I DPRD Wonosobo H Suwondo Yudhistiro ketika berbicara bersama anggota Komisi II DPR RI membahas usulan perubahan UU Pilkada dan UU Pemilu di Sekretariat DPR RI di Jakarta. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

JAKARTA-Komisi A DPRD, anggota KPU, Kepala BPPKAD dan Kepala Bappeda Wonosobo menyampaikan aspirasi terkait biaya Pilkada langsung dan tambahan penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa dan perangkat desa ke Komisi II DPR RI.

Rombongan dari Wonosobo diterima jajaran Sekretariat dan Tenaga Ahli Komisi II DPR RI
yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri, Sekretariat Negara dan Pemilu di Gedung Nusantara II. Tim juga akan mengadukan hal yang sama ke KPU Pusat

Ketua Komisi A DPRD Wonosobon H Suwondo Yudhistiro, Jum’at (16/11), mengatakan dalam pertemuan tersebut pihaknya menyampaikan keberatan Pemkab setempat terhadap besarnya anggaran Pilkada langsung 2020 yang mencapai 57 miliar dan dibebankan pada APBD.

“Saya rasa biaya Pilkada langsung ini sangat membebani daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020 di seluruh Indonesia. Semua mengeluhkan tentang besarnya biaya Pilkada langsung yang seluruhnya dibebankan pada APBD,” tegas politisi PKB itu.

Anggaran Pilkada yang besar, imbuhnya, berdampak langsung pada tidak teranggarkannya program pembangunan yang menjadi prioritas daerah seperti pembangunan infrastruktur jalan, pasar, sekolah, rumah sakit dan penanggulangan kemiskinan.

“Karena itu, DPRD dan Pemkab Wonosobo memohon agar biaya Pilkada langsung jangan dibebankan pada APBD tetapi dibiayai APBN. Kalau tidak semuanya, minimal ada sharing anggaran antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Pusat,” usulnya.

Menurut Suwondo, jika Pemerintah Pusat tidak siap menyediakan anggaran, maka lebih baik Pilkada dikembalikan saja kepada DPRD. Karena biaya penyelenggaraan mahal, calon harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi untuk memenangi kontestasi Pilkada.

blank
Usai menjadi pemateri tentang usulan perubahan UU Pilkada dan UU Pemilu, Ketua Komisi I DPRD Wonosobo Suwondo Yudhistiro diwawancarai wartawan. (Foto: SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Evaluasi Pilkada

“Pilkada langsung ini, hasilnya ternyata belum sesuai yang diharapkan, yakni menghasilkan kepala daerah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk memajukan daerah. Yang terjadi justru banyak kepala daerah yang tersangkut korupsi,” tegasnya.

Saat ini, diakuinya, fenomena yang terjadi kepala daerah terpilih sibuk mengembalikan dana kampanye dan persiapan dana untuk Pilkada berikutnya. Akibatnya korupsi tidak bisa dihindarkan. Antara anggaran Pilkada dengan hasilnya tidak seimbang.

“Saya kira tidak haram kembali pada sila ke-empat Pancasila yang menekankan demokrasi perwakilan. Pilkada yang dipilih secara langsung dan Pileg dengan sistem proporsinal terbuka perlu dievaluasi pelaksanaannya,” ujar mantan Ketua BEM UNSIQ Jateng itu.

Selain biaya Pilkada, tambahnya, Pemkab/Pemkot di seluruh Indonesia juga terbebani dengan tambahan penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa dan perangkat desa sama dengan PNS golongan II A sesuai PP No : 11 tahun 2019.

“Sebagai gambaran, Pemkab Wonosobo tambahan Siltap mencapai Rp 25 milyar. Perpres No : 75 tahun 2019 tentang  Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Daerah (BPJS) juga memberatkan karena jumlahnya besar,” sebutnya.

Menanggapi tuntutan tersebut, Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Alfino berjanji akan menyampaikan aspirasi ini kepada Pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI sebagai bahan pembahasan dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU dan Kementerian Keuangan.

“Hal ini juga menjadi masukan penting terhadap revisi UU Nomor : 10 tahun 2010 tentang Pilkada dan UU No : 7 tahun  2017 tentang Pemilihan umum. Masalah ini akan diagendakan dibahas antara Komisi II DPR RI dan Pemkab/Pemkot,” tandasnya.

SuaraBaru.id/Muharno Zarka