blank
Bank Jateng di Jl Pemuda Semarang.

SEMARANG – Bank Jateng pada tahun ini dikategorikan oleh Regulator dengan Tingkat Kesehatan Bank (TKB) pada Komposit 2 (Sehat). Hal tersebut sejalan dengan kondisi ditahun-tahun sebelumnya yang berada pada Kondisi sehat, sehingga Banknya Orang Jawa Tengah ini hari demi hari mengalami pertumbuhan yang stabil bahkan cenderung berkembang.

Berdasarkan laporan Kinerja Keuangan per 30 September 2019, Asset Bank Jateng tercatat sebesar 76,441 Triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 16,47% dibanding dengan tahun sebelumnya yang sebesar 65,629 Triliun.

Disisi  Dana Pihak Ketiga Bank Jateng mengalami pertumbuhan sebesar 19,64%, yaitu dari 52,193 Triliun di tahun 2018 menjadi 62,446 Triliun di tahun 2019 pada periode yang sama. Pada sektor perkreditan, telah disalurkan sebesar Rp 48,593 Triliun pada tahun 2019 dengan pertumbuhan sebesar 6,63% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 45,570 Triliun.

Sedangkan untuk Laba Usaha mengalami sedikit penurunan dari tahun 2018 lalu sebesar Rp 1,536 Triliun menjadi  Rp 0,893 Triliun di tahun 2019 dari target sebesar Rp 1,200 Triliun di akhir tahun 2019.

Hal ini sejalan dengan Rencana Bisnis Bank (RBB)  yang telah disusun dan sepakati bersama antara Bank Jateng dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3. Bahkan dikatakan  “Untuk mencapai target diakhir tahun kami tetap optimis akan dapat dicapai”, kata Supriyatno kepada wartawan, Rabu (16/10).

 

Diungkapkan, bahwa NPL atau Non-Performing Loan merupakan salah satu indikator Tingkat Kesehatan Bank (TKB). Indikator tersebut merupakan rasio keuangan pokok yang dapat memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, laba usaha, risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas.

NPL merupakan indikator yang harus dicermati dengan seksama agar tidak melampaui batas yang ditetapkan oleh regulator.

Mengacu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2017 tanggal 4 April 2017 tentang Penetapan Status dan Tindak lanjut Pengawasan Bank Umum, ditetapkan bahwa batas tertinggi rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%, sedangkanbesaran kredit bermasalah (NPL) Bank Jateng per September 2019 adalah sebesar 2,98% ekuivalenRp 1,448 Triliun.

“Kami berupaya untuk melakukan penarikan kembali atau recovery. Artinya, jangan sampai masyarakat termakan isu/berita yang disampaikan pihak lain yang berupaya mendiskriditkan kinerja Bank melalui data yang tidak benar. Bisa jadi, ada maksud lain dibalik itu semua,” ungkapnya.

Menurutnya, meski Bank Jateng masih pada kategori sehat dan aman, pihaknya sepakat agar terus dilakukan pembenahan dan pengembangan, termasuk di dalamnya adalah pengawasannya.

Dalam konteks pengawasan, keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) diakui sangat penting kerena perbankan terus diingatkan akan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan dalam hal pengembangannya, dikatakan bahwa

“Kami  bekerja dengan selalu berinovasi dan dinamis, tetapi tetap dalam koridor prinsip kehati-hatian karena perbankan adalah usaha yang berisiko tinggi,“ katanya.

Ditambahkan olehnya, bahwa “kami selalu memberikan informasi-informasi data yang akurat yaitu yang telah disepakati bersama dengan OJK, sehingga apa yang kami sajikan dapat dipertanggung jawabkan,” tambahnya.

Digitalisasi Keuangan

Sebagai Bank yang dinamis dan berkembang, diera serba digital Bank Jateng juga merespon perubahan keadaan dengan melakukan beberapa langkah yang dianggap relevan.

Era digital yang disertai dengan berkembangnya model pembayaran non-tunai (cashless) juga terus diantisipasi melalui inovasi produk-produk perbankan dari Bank Jateng.

Salah satu program yang menonjol adalah digitalisasi untuk mendorong penerimaan pajak daerah. Dalam konteks ini Bank Jateng bekerjasama dengan Tokopedia, Shopee, Alfamart, Indomart dan PT Pos untuk menerima pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Inisiasi Bank Jateng lainnya berhasil membuka jaringan pembayaran pajak daerah melalui fintech dengan Gopay, OVO , Dana serta Link Aja. Bahkan sudah dimulai dilakukan pembayaran retribusi dengan mengimplementasikan e-retribusi, e-sampah dan e-spbu di beberapa daerah.

Program lainnya adalah layanan Cash Management System ( CMS ) di Pemprov Jateng dan 35 kabupaten dan kota yang ada di wilayah Jateng. Dengan CMS pemerintah daerah bisa melakukan monitoring dan transaksi keuangan sendiri secara langsung tanpa dibatasi waktu dan tempat.

“Implementasi program tersebut, mampu mendorong kenaikan pendapatan daerah hingga 200%,“ kata Supriyatno yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Daerah (ASBANDA) dan dikenal sebagai pemain musik tiup berkelas serta pernah tampil bersama dengan artis international sekelas Kenny G dan David Foster.

Menjawab perubahan teknologi informasi yang begitu cepat, Bank Jateng tengah menyiapkan pembangunan layanan gerai digital ( Digital Branch ), suatu model layanan yang bisa melakukan pelayanan pembukaan rekening tanpa karyawan. Di Digital Branch kegiatan pembukaan rekening dilakukan secara Self Service oleh para nasabah.

Program lain yang disiapkan adalah menyediakan aplikasi CRM (Cash Recycle Machine) agar nasabah dapat melakukan setoran dan tarik tunai tanpa harus melalui Counter bank.

“ Kami berharap Bank Jateng semakin maju dan berkembang serta bisa memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menciptakan program yang inovatif. Bank Jateng tidak berpuas diri dengan pencapaian yang diperoleh karena masih banyak potensi yang dapat digarap, termasuk peluang membiayai petani agar bisa mendapatkan akses kredit secara maksimal,”  ungkap Nano, panggilan akrab Supriyatno. (Suarabaru.id)

blank