blank

Oleh: Masruri

Ruwat berasal dari kata Ngaruati yang artinya menjaga dari kesialan, musibah, dsb. Dulu, ruwat dilakukan pada anak yang sakit, anak tunggal, yang diyakini kena sial, sulit jodoh, karir suram, tujuannya agar mereka terbebas dari berbagai rintangan.

Dalam keyakinan Jawa, bayi yang lahir saat bencana, huru-hara, setelah lahir perlu diruwat, karena bisa jadi menjelang kelahiran itu orangtuanya mengalami tekanan mental dan menimbulkan efek negatif bagi anaknya.

Ruwat Versi Budaya

Ruwat tidak harus dilakukan oleh orang linuwih. Secara mandiri dapat dilakukan kedua orangtunya, misalnya  dengan  puasa weton atau puasa pada hari kelahiran anak, atau apit weton, yaitu  puasa sebelum hari dan kelahiran, saat hari kelahiran dan setelah hari kelahiran, berdasarkan kalender Jawa.

Dan laku prihatin atau tirakat tersebut diyakini mampu mendongkrak : Pangkat, derajat, karisma, rezeki, keilmuan, keselamatan, kemujuran, dan agar dijauhkan dari musibah, kesialan, Dsb.

Ruwat juga dapat dilakukan secara mandiri ketika sang anak sudah remaja atau dewasa. Caranya, dapat dilakukan dengan sungkem pada Ibu – Bapak, mohon doa agar apa yang sedang dihadapi diberi keberkahan dan dijauhkan dari rintangan, bahkan untuk lebih mantab, tradisi sungkem itu disertai dengan membasuh telapak kaki Ibu.

Bahkan ada kerabat yang anggota TNI, saat ia dikirim ke Timor – Timur, oleh sesepuh disarankan sebelum berangkat untuk sungkem dulu kepada Ibu Bapaknya, kemudian minta potongan kuku kaki Ibu, untuk dijadikan “jimat” keselamatan. Dan hal itu diyakini bisa menjadi wasilah datangnya berkah, karena Surga itu ada di bawah telapak kaki Ibu.

Yang ia rasakan, saat membawa “jimat” kuku Ibu itu, batinnya selalu tenang, dan setiap terjadi kontak senjata dia selalu selamat. Dan kisah-kisah keajaiban yang berkaitan dengan tuah Ibu dalam bentuk yang lain pun banyak dituturkan.

Selain dengan perantaraan “kuku Ibu” ada juga yang saat  menghadapi hal-hal yang  penting itu, dia sungkem dan mohon restu pada Ibunya. Dan ketika Ibu sampai menangis, air matanya diusap dengan kapas, dan kapasnya lalu disimpan dalam plastik dan  dijadikan “jimat”. Menurut orang Jawa, Ibu (adalah) Gusti kang katon.

Fokus ke Dalam Lebih Baik

Ruwat juga bisa dilakukan oleh Ibu, Bapak dan diniatkan untuk anak atau dilakukan sendiri. Kita dapat belajar dari sejarah Panembahan Senopati Mataram, Danang Sutowijoyo, yang dalam tirakatnya selalu meminta agar dirinya dan keturunannya menjadi Raja dan mengusai tanah Jawa, dan keinginan itu pun terwujud.

Kisah tentang keajaiban doa Ibu itu pernah dialami musyafir. Empat tahun berjalan kaki untuk berguru dari satu daerah ke daerah lain  agar mendapatkan derajat dan keberkahan rezeki, namun usaha itu tiada berhasil.

Saat ia sowan pada Guru winasis, mata batin Guru itu menangkap isarah bahwa tamu itu mengabaikan Ibunya. Ketika ditanya dimanakah Ibunya? Dijawab sudah meninggal. Guru lalu menyarankan tamunya segera pulang untuk berziarah ke makam Ibunya yang sudah empat tahun tak pernah ditengoknya.

Dan apa yang kemudian terjadi? Baru tiga kali ziarah malam Jumat, terjadi keajaiban. Dia yang pengangguran itu dicari juragan peternak ayam terbesar di daerahnya. Dia ditawari untuk menjaga kandang ayam. Selain gaji, setiap bulan masih diberi beras 10 Kg, dan istrinya yang semula juga menganggur diminta untuk jadi juru masak para karyawan di peternakan itu.

Intinya, keselamatan, keberkahan itu kuncinya :   Apik karo sing gawe urip (Allah),  apik karo sing jalari urip (Ibu). (“Baik dengan yang membuat kehidupan (Allah) dan baik dengan yang menyebabkan kehidupan (Ibu -Bapak). Karena itu, muliakanlah Ibumu, maka Gusti Allah pun akan memuliakan kehidupmu.

Zikir Pelengkap Puasa

Disebutkan, zakatnya hati adalah zikir, zakatnya badan adalah puasa, dan zakatnya harta adalah sedekah.  Karena itu, disaat puasa weton perbanyak istighfar, shalawat, dan membaca doa Nabi Yunus AS saat berada dalam perut ikan, “La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz-dzlimiim agar segera terbebas dari kegelapan, sebagaimana Nabi Yunus AS terbebas dari : Gelapnya dalam perut ikan, samudra dan gelapnya malam.

Doa atau wirid-wirid lain, banyak yang berfungsi untuk membuang sial dan meraih keberuntungan. Selain Doa Nabi Yunus doa,  disarankan pula menebar kebajikan dengan banyak membaca doa : Yaa Arhamarrahimiin x 3,  Farrij ‘alal muslimin” (Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih lebih dari segala yang mengasihi, berikanlah kemudahan (kelapangan) kepada orang-orang yang muslim.”

Doa ini adalah konsep resonansi “dengungan energi balik”, ketika seseorang mendoakan kepada orang lain, maka dia sendiri yang lebih dulu merasakannya, dan setelah itu baru orang yang didoakannya.

Selain berbagai konsep yang sudah tersebut di atas, meruwat diri juga bisa dengan Tapa kungkum untuk lebih mengaktifkan unsur air atau nafsu mutmainnah agar mendorong hati memiliki sifat : Al- Jud (dermawan), At-Tawakal (berserah diri), Al-Ibadah (senang beribadah) As-Syikru (Berterima kasih), Ar-Ridha (ikhlas menerima) dan Khosy-yah (takut pada maksiat).

Ketika sifat-sifat itu sudah ada pada diri seseorang, timbullah sifat pasrah, sabar, tawakal yang menunjang keberuntungan saat dia ikhtiar secara fisik.(Suarabaru,id)