blank
MAKI menggelar aksi solidaritas Save KPK di Blora, sebagai bentuk penolakan Revisi UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Foto : SB/Wahono)

BLORA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggeber aksi solidaritas Save KPK di Blora. Aksi itu sebagai bentuk penolakan Revisi UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK).

Aksi RUU KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), digelar di sisi timur alun-alun, Kota Blora, Senin (9/9/2019), dengan selingan pertunjukan seni barongan.

Aksi kali ini tergolong aneh, para aktivis antikorupsi hanya bersikap diam serta membawa beragam poster kecil, sebagai wujud penyampaian aspirasi mereka.

Dari aneka poster itu, bertuliskan bahaya revisi UU KPK, Jangan Lemahkan KPK,  Presiden harus tolak revisi UU KPK, termasuk sendirian bahwa Barongan Saja Tolak Revisi UU KPK.

Dibeber Devisi Investigasi MAKI,  Ari Prayudhanto, aksi yang digelar ini ini bentuk aksi kemerdekaan, dengan tegas menolak adanya Revisi UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK.

“Dalam revisi itu,  kami menilai sebagai bentuk pelemahan terhadap institusi KPK,” tandasnya.

Kewenangan Dipangkas

Menurutnya,  terdapat  sembilan point yang disoroti dalam draft pembahasan RUU KPK, yang mana jika revisi itu tetap dilakukan bisa berdampak besar memperlambat kerja KPK.

“Saat ini, kita bisa melihat kejahatan korupsi di Indonesia begitu luar biasa,” katanya.

Sembilan point tersebut, antara lain mengancam independensi KPK, pekerjaan penyadapan dipersulit, dan seolah dibatasi.

Selain itu, lanjut Yudha, pembentukan dewan pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, bahkan  penuntutan perkara yang harus dikoordinasikan dengan Kejaksaan.

Lebih memprihatinkan, perkara yang mendapat perhatian dari masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis di proses penuntutan dihilangkan.

Selain itu, kewenangan KPK dalam mengelola dan memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara, juga dipangkas.

Ditambahkan, RUU tersebut berpotensi memupus harapan rakyat Indonesia akan masa depan pemberantasan korupsi yang ada di negeri ini.

Suarabaru.id/Wahono