blank
Dua eks pejabat Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus, Lilik Riyanto dan Zamhuri saat menjalani persidangan. foto:Suarabaru.id

KUDUS –Lilik Riyanto, eks Bendahara Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus dan Staf Yayasan Zamhuri , Rabu (28/8) kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Kudus atas kasus dugaan penggelapan uang yayasan senilai Rp 12 miliar. Baik Lilik dan Zamhuri, membacakan eksepsinya di hadapan majelis hakim.

Dalam kasus tersebut, Lilik dan Zamhuri didakwa oleh JPU menggunakan uang YP UMK yang totalnya mencapai Rp 13 miliar. Untuk mencairkan uang tersebut, sesuai surat dakwaan, terdakwa Lilik menyuruh Zamhuri meminta tanda tangan cek kosong kepada Ketua YP UMK, Djuffan Ahmad beberapa kali, tanpa melalui rapat pengurus yayasan, di tahun 2014 silam.

Uang tersebut digunakan membeli tanah sebanyak 9 bidang dengan menggunakan nama pribadi. Uang pembelian tanah tersebut diberikan kepada Muhammad Ali selaku penjual dengan total sebesar Rp 10,2 miliar.

Namun, pada perkembangannya, ternyata pihak YP UMK belum juga bisa menguasai secara fisik tanah tersebut maupun sertifikatnya. Hingga akhirnya, pembelian tanah tersebut justru dibatalkan dan pihak penjual Muhammad Ali mengembalikan uang sebesar Rp 10,2 miliar tersebut.

Dalam dakwaan JPU, disebutkan YP UMK mengalami kerugian hingga Rp 2,8 miliar. Kedua terdakwa didakwa melakukan tindak pidana melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa juga sudah ditahan oleh JPU sejak 5 Agustus 2019 silam. Penahanan tersebut kemudian diperpanjang saat persidangan berjalan.

Tanpa Pengacara

Sementara, dalam persidangan yang sudah berjalan ketiga kalinya tersebut, baik terdakwa Lilik maupun terdakwa Zamhuri membacakan eksepsinya tanpa didampingi pengacara.

Dalam eksepsinya, terdakwa Lilik menyampaikan dakwaan JPU tidak cermat tidak benar, dan tidak lengkap.  “Terkait itu yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah dengan jumlah tersebut adalah hal yang biasa. Dengan demikian pembelian tanah dengan terlebih dahulu diatasnamakan pribadi atau perseorangan tersebut adalah wajar,” ucapnya saat membacakan eksepsi.

Ia mengatakan, terkait dengan pembelian sertifikat tanah. Awalnya sertifikat tanah dibalik nama dengan nama pribadi. Baru setelah selesai kemudian dibaik nama atas nama yayasan. Hal itu pun menurutnya, tidak ada masalah. “Kenapa sekarang malahan dipermasalahkan,” jelasnya.

Terkait dengan jumlah kerugian hingga Rp 2,84 miliar tersebut, dikatakan dia hal tersebut tidak tepat. Karena pada tahun 2016 terdakwa pernah meminjam kepada saksi berjumlah Rp 2 miliar. Dengan rincian bulan Januari 2016 meminjam Rp 1 miliar, kemudian 25 Januari sebesar Rp 500 juta, serta pada tanggal 25 Mei 2016 meminjam Rp 1miliar. Pinjaman itu digunakan untuk kepentingan yayasan pembina UMK.

“Soal uang sebesar Rp 347 juta itu adalah kesalahan input dalam laporan pembukuan ya itu seharusnya laporan Rp 347 juta, adalah dilaporan untuk keungan pendirian rumah sehat Kudus, malah diinput pembayaran masalah tanah. Atas kesalahan itu pun sudah dilaporkan kepada dewan pengurus dan pengawas. Sampai sekarang tidak ada sanki, dan tidak menikmati uang itu,” ungkapnya.

Senada juga diungkapkan oleh, terdakwa kedua Zamhuri. Menurutnya, dakwaan tersebut tidak lengkap dan tidak cermat. Oleh karenannya, ia meminta agar majelis hakim membatalkan dakwaan tersebut dan menerima eksepsi yang diajukan para terdakwa.

Dalam sidang tersebut, baik Lilik maupun Zamhuri sempat mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Namun, majelis hakim meminta agar permohonan penangguhan tersebut dilakukan secara tertulis dahulu.

Suarabaru.id/Tm