blank
Kesenian thongtek dikolaborasikan dengan emprak (Thongprak).

Jepara – Duta seni Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Jepara   mementaskan seni pertunjukan panggung. Melibatkan 15 pelaku seni tradisi, mereka menyuguhkan kesenian thongtek dikolaborasikan dengan emprak (Thongprak) bertajuk “Uwit atau pohon.

Pentas ini diselenggarakan oleh FK Metra Jateng di Taman Wisata Purbasari,  Pancuran Mas, Purbalingga Minggu (7/7).

blank
Duta seni Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Jepara.

Dalam pentas ini para seniman tradisi Jepara mengusung pesan moral yang dikemas dalam alur cerita berjudul Uwit atau pohon yang menggambarkan makna Persatuan Indonesia. Pohon yang menaungi bangsa ini telah terluka oleh ulah orang yang tidak bertanggung jawab.

Padahal  nilai-nilai kearifan Pancasila yang masih sangat perlu dibumikan. Karena itu Uwit atau pohon itu harus dirawat dan dijaga bersama agar dapat tumbuh rimbun mengayomi dan meilindungi bangsa ini.,

Hal tersebut tergambar dari kekhawatiran Kang No yang dimainkan aktor Rhobi Shani, saat mencegah penebangan pohon  oleh  orang tak bertanggung jawab. Kang No khawatir timbul petaka di kemudian hari jika sampai pohon tersebut tumbang.

“Pohon juga sebagai salah satu simbul nilai sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia.  Nilai itu mengayomi siapa saja..” ujar Ketua FK Metra Jepara,  Arif Darmawan yang juga Kabid Komunikasi Diskominfo.

Pentas itu merupakan kolaborasi  kesenian tradisional Emprak dan  Thongtek  Meski durasi pementasan dibatasi 30 menit, thongprak berhasil mendapatkan respon positif dari penonton. “Prok prok prok. Ha ha ha,” tepuk tangan disertai riuh tawa dan sorak sorai penonton.

Para penonton mengaku terkesan dengan pesan moral yang disuguhkan. “Uwit memberikan pesan moral bagi masyarakat, untuk selalu berpikir positif dan peduli akan pelestarian alam dan juga menjaga nilai Pancasila”, ujar Sudarto penonton asal Kabupaten Purbalingga.

Tetabuhan alat perkusi terbuat dari perkakas rumah tangga, yang menjadi ciri khas kesenian thongtek mengalun harmoni dalam tiap babak.

Lebih dari 20 tahun silam, thongtek merupakan tradisi santri dalam membangunkan sahur. Oleh karena itu, thongtek termasuk tradisi dan budaya yang menjadi sarana ajang syiar agama.

Perkembangannya, thongtek menjadi wadah generasi muda dalam menyalurkan kreatifitas akan seni. Bahkan di setiap jelang Lebaran, kesenian thongtek Jepara yang terkemas dalam sebuah karnaval,  juga dilombakan.

Demikian juga kesenian emprak. Bisa dibilang kesenian ini adalah  seni tradisi khas Jepara. Terdapat dua pemain yang berhias ala kadarnya untuk menunjukkan kesan lucu, dengan mengenakan topi bayi. Berdialog saling lempar candaan dengan alat peraga khusus, sesekali mereka selingi dengan tarian khas. Konon cerita orang tua dulu, emprak juga dijadikan sebagai sarana dakwah oleh para ulama.

Suryani penonton asal Wonogiri mengaku merasa lebih terhibur, dengan tingkah kocak dan banyolan dari seniman Jepara. Juga beberapa petuah hingga satire yang dimasukkan ke dalam adegan. “Terkesan ya, ada lawakannya juga petuah disitu,” aku dia. ( Suara.Baru.Id / Hadi. Priyanto)