blank
Suasana rapat PKL Balai Jagong Wergu Wetan di Aula Dinas Perdagangan Kudus.foto:Suarabaru.id

KUDUS – Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus akhirnya membubarkan Paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Balai Jagong Wergu Wetan Kudus. Pembubaran tersebut lantaran Paguyuban yang ada sering ribut, dan diduga sering menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan pungli izin pendasaran PKL baru.

Keputusan pembubaran tersebut diambil di hadapan ratusan PKL yang berkumpul di aula Dinas Pedagangan, Rabu (26/6).

“Keputusan pembubaran paguyuban PKL ini juga didasari kehendak PKL sendiri. Dari hasil voting  270 PKL yang hadir, hanya 26 orang yang menghendaki adanya kepengurusan paguyuban PKL di Balai Jagong, dan selebihnya, 244 setuju jika Paguyuban dibubarkan dan pengelolaan PKL ditangani langsung Dinas Perdagangan,” kata Kepala Dinas Perdagangan Kudus, Sudiharti saat ditemui media usai pertemuan.

Dikatakan Sudiharti, dari informasi yang didengarnya, keberadaan Paguyuban PKL Balai Jagong sering diwarnai konflik. Selain itu, muncul juga dualisme Paguyuban yang sama-sama mengklaim sebagai payung dari para PKL yang ada.

”Informasi yang ada, melalui Paguyuban tersebut juga sering muncul praktik-praktik pungli berupa izin pendasaran bagi PKL baru. Sebab, realitas di lapangan jumlah PKL yang berjualan di Balai Jagong Wergu Wetan ternyata terus bertambah dari hari ke hari.

”Dulu sudah ada kesepakatan dibatasi hingga 250 PKL. Tapi sekarang jumlahnya terus bertambah,” tandasnya.

Oleh karena itu, ke depan pengelolaan PKL sepenuhnya akan ditangani langsung oleh Dinas. Para PKL nanti akan didata ulang dan akan dberikan Surat Izin Pendasaran (SIP) sebagai tanda legalitas mereka berjualan di kawasan Balai Jagong Wergu Wetan.

“Dengan penyerahan pengelolaan ke dinas, Saya berharap hal semacam ini tidak lagi terjadi, Mengingat kawasan Balai Jagong sebenarnya diperuntukkan sebagai pusat olahraga untuk masyarakat, bukan untuk PKL. Untuk itu, keberadaan PKL di lokasi tersebut harus dikelola dengan baik,” tandasnya.

Melalui SIP ini, pihaknya berharap tidak ada lagi kisruh perebutan maupun praktik jual beli lapak di sana.”Retribusi yang dibebankan sesuai ketentuan Perda sebesar Rp. 200 permeter dan sampah Rp 60 permeter. Hal ini juga sudah disepakati tadi,” tandas Sudiharti.

Sementara salah satu pedagang PKL, Ahmad merasa puas dengan hasil musyawarah. Semenjak adanya kubu-kubuan, Ia memang menginginkan untuk menyerahkan sepenuhnya ke dinas. “Nantinya, iuran (retribusi, red) juga jelas akan masuk ke kas daerah. Daripada sekarang, tidak jelas siapa yang mengelola,”tandasnya.

Suarabaru.id/