blank

Perangi Narkotika, Sekarang!

Oleh: Ira Alia Maerani

SETIAP memperingati Hari Anti Narkotika Internasional pada hari ini, 26 Juni, selalu tema yang diusung adalah “Perangi Narkotika, Sekarang!” Pentingnya penyamaan persepsi dalam rangka memerangi peredaran ilegal narkotika dan obat-obatan terlarang ini perlu dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari tatanan masyarakat yang paling kecil, yakni keluarga, masyarakat hingga pemerintah (negara). Mengingat sudah sedemikian masif, terstruktur dan sistematisnya jaringan mafia perdagangan narkotika internasional yang diduga kuat memberi dampak negatif bagi perkembangan ekonomi, sosial, moral/akhlak dan aqidah generasi bangsa.

Penetapan 26 Juni sebagai Hari Anti Narkotika Internasional dicanangkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 26 Juni 1988. Tanggal ini dipilih dengan mengambil momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785-1851) di Humen, Guangdong, Tiongkok. Lin Zexu adalah pejabat yang hidup pada masa Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing. Ia terkenal dengan perjuangannya menentang perdagangan opium di Tiongkok oleh bangsa-bangsa asing. Kala itu, Lin Zexu melihat negaranya semakin terpuruk karena harta negara terus mengalir ke Inggris untuk membeli obat terlarang, dan ada ketergantungan akan opium. Oleh karena itu, Lin bertekad menumpas obat terlarang. Usahanya ini akhirnya memicu Perang Candu antara Tiongkok dan Inggris. (www.kompas.com)

Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang secara ilegal berikut efek yang menyertainya patut diperangi. Mengapa diperangi? Tentu saja karena dinilai merugikan kesehatan, perkembangan akhlak dan moral, kejiwaan dan fisik manusia. Hingga merugikan masa depan sebuah bangsa. Lihat saja perjuangan Lin Zexu untuk menyelamatkan keterpurukan negerinya dari perdagangan opium. Moral anak bangsa digadaikan. Harta negara mengalir ke negara pengekspor opium. Ketergantungan pada  opium membuat keterpurukan pembangunan bangsa.

Belajar dari sejarah negara lain, maka negara Indonesia perlu untuk bertindak cepat, tegas dan tuntas dalam menanggulangi peredaran narkotika ilegal.  Indonesia yang dianggap sebagai “pasar empuk”  bagi perdagangan narkotika internasional, melalui kepolisian dan institusi terkait, pernah mengungkap beberapa kasus peredaran narkoba dalam skala besar. Seperti penangkapan kapal nelayan berbendera Singapura MV Sunrise Glory di perbatasan Singapura-Batam dengan barang bukti 1 ton sabu-sabu (2018). Juga 1 ton sabu-sabu di Anyer (2017), 966 kg sabu di Teluk Naga (2006), 13 juta butir paracetamol caffeine carisoprodol (PCC) di Semarang (2017), 1,2 juta ekstasi dari Belanda (2017), 2 ton ganja dari Aceh menuju Jakarta yang ditangkap di Jalan Lintas Timur Sumatera KM. 28, desa Simpang Beringin, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Palelawan, Provinsi Riau, 11 Pebruari 2015 silam. (www.iNews.id )

Belum lama (27/5/2019) di bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali juga digagalkan penyelundupan narkotika  oleh 2 orang WNA Thailand berupa 100 bungkus sabu-sabu dengan total berat 989,66 gram. (www.kompas.com)  Penyelundupan sabu-sabu yang dilakukan kedua orang ini sungguh di luar kewajaran dan membahayakan dirinya sendiri.  Ekstremnya, mereka menelan sabu dalam bungkus plastik tersebut. Petugas pun mengeluarkan paksa barang bukti sabu senilai Rp 1,4 Miliar ini dari saluran pencernaan mereka.

Dari berita di atas, bisa diketahui begitu fantastis dan ekstrem peredaran narkotika ini. Sehingga butuh langkah ekstra fantastis dan ekstrem pula untuk memerangi peredaran “barang haram” ini.

Ketahanan Keluarga

Keluarga adalah benteng pertama dan terkuat dalam melawan penyalahgunaan narkotika. Keluarga yang solid. Memiliki kekuatan iman, fisik, karakter, dan kasih sayang yang melimpah. Membangun keluarga sakinah, mawaddah warohmah bukanlah do’a bagi calon mempelai saja. Akan tetapi patut terus untuk dibina hingga generasi selanjutnya guna membangun keluarga yang memiliki ketenangan, kedamaian dan kasih sayang.

Pentingnya menabur kasih sayang, perhatian, empati, dan kedamaian  dalam keluarga patut digiatkan. Mengingat banyak kasus “pelarian” terhadap barang terlarang ini disebabkan karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Selebihnya karena faktor-faktor eksternal lainnya. Antara lain karena keliru dalam memilih teman. Pesan orang bijak,”Berkawanlah dengan orang-orang sholih” ada benarnya.

Kekuatan iman menjadi faktor yang utama. Rasa takut pada Sang Khalik menjadi benteng terkuat bagi seorang anak manusia.  Penanaman aqidah yang kuat sejak dini di tingkat keluarga perlu dilakukan. Ditambah dengan jenjang pendidikan formal yang membuatnya semakin dekat dan takut pada Allah SAW. Istiqomah  di jalan Allah SAW.

Allah SAW berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Baqoroh Ayat 195, ”Dan belanjakanlah (infakkanlah) harta bendamu di jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Ayat di atas memerintahkan agar ummat manusia untuk tidak menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Narkotika disinyalir kuat menghantarkan manusia ke gerbang nestapa, kesedihan, keterpurukan dan kebinasaan.

Al Qur’an surat Al A’raf Ayat 157 pun menjelaskan tentang  menghalalkan yang baik serta mengharamkan kepada mereka yang buruk. “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rosul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Satgas Anti Narkotika

            Kepedulian masyarakat juga perlu dibangun dan ditingkatkan. Tatanan masyarakat yang cuek dan tidak peduli dengan sekitar merupakan “sasaran empuk” bagi peredaran ilegal narkotika. Tidak saling mengenal di antara tetangga, pagar rumah yang menjulang tinggi, tidak ada pertemuan rutin bulanan sebagai ajang silaturohim diantara warga semakin memuluskan langkah pengedar.

Untuk itu segala bentuk ketidakpedulian baik di tingkat keluarga maupun masyarakat perlu dieliminir sedini mungkin. Mari membangun masyarakat yang memiliki ketahanan yang kuat dengan membentengi  dengan segala bentuk perhatian dan empati terhadap lingkungan sekitar. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan membentuk Satgas (Satuan Tugas) Anti Narkotika.

Satgas Anti Narkotika berdiri mulai dari lini terdepan di tingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan dan seterusnya. Satgas Anti Narkotika ini menjadi forum silaturohim di tingkat komunitas masing-masing. Sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Dalam rangka menjaga generasi  selanjutnya  sehingga menjadi generasi yang kuat dan tangguh dalam menghadapi terjangan sindikat mafia narkotika dan efek negatif yang ditimbulkannya. Satgas Anti Narkotika ini mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

Akan tetapi yang patut diingat adalah kewenangan penyelidikan dan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika  dan prekursor narkotika dimiliki  oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.  Sehingga Satgas Anti Narkotika atau wadah apapun yang dibentuk dalam rangka peran serta masyarakat mesti di bawah koordinasi BNN.

Harmonisasi Antar Lembaga

            Polri, BNN, kementrian terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun masyarakat mempunyai hak dan kewenangan untuk turut serta melakukan langkah preventif menanggulangi merebaknya peredaran narkotika ilegal di masyarakat. Setiap lembaga memiliki program dalam rangka mewujudkannya. Akan tetapi hal yang mesti dihindari adalah egosentris masing-masing lembaga, yang diduga menjadi salah satu penyebab  belum maksimalnya penanggulangan peredaran narkotika ilegal di masyakat.

Harmonisasi setiap lembaga perlu diprioritaskan dalam menjalin hubungan sehingga terjalin program yang sinergis dan tepat sasaran dalam memerangi narkotika. Perwujudan sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan dan/ perwakilan,” oleh lembaga terkait diwujudkan dalam bentuk sinergitas program. Guna menjalin harmonisasi penanggulangan peredaran narkotika ilegal dan prekursor narkotika.

Jika harmonisasi antar lembaga terjalin, maka upaya untuk mewujudkan sila Pancasila yang kelima yakni mewujudkan,”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” akan terwujud. Demi kepentingan nasional berdasarkan semangat “Persatuan Indonesia.”

Seluruh upaya harmonisasi antar lembaga ini menuju ridho Allah SAW di bawah naungan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dimana narkotika dan zat adiktif lainnya, jika digunakan secara ilegal, merupakan barang haram yang bersifat merusak dan membinasakan seperti diatur dalam ayat Al-Qur’an surat Al Baqoroh 195 dan Al A’raf ayat 157.  Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa wajib menjaga dan memelihara tatanan nilai-nilai “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” ini. (Suarabaru.id/Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA), Semarang)