blank
Embun es menempel di rerumputan ketika suhu udara di Dataran Tinggi Dieng minus 1 derajat celcius. (Foto : SuaraBaru.id/dok)

WONOSOBO – Memasuki musim kemarau suhu dingin mulai melanda kawasan Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Wonosobo dan Banjarnegara. Mulai sejak beberapa hari lalu, suhu udara di Dieng minus satu derajat celcius.

Saat suhu udara minus akan diikuti bun upas atau embun es. Embun yang menempel di dedaunan, di plastik yang tergeletak di lahan dan atap bangunan yang terbuat dari ijuk akan tampak memutih terbalut embun es.

“Pagi ini, Senin (17/6), cuaca di Dieng dingin sekali tidak seperti biasanya. Matahari yang bersinar tidak mampu menghilangan rasa dingin yang menusuk tulang. Kalau tidak mengenakan jaket tebal tidak kuat menahan dingin,” ujar Agus Purnomo.

Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Wonosobo dan kini memiliki usaha wisata di Dieng itu, mengaku sangat merasakan kedinginan yang luar biasa dibanding dengan hari-hari sebelumnya.

“Kemunculan es di Dieng ini sudah ketiga kalinya selama tahun 2019. Memang tahun ini kemunculan embun es datang lebih awal. Bun upas biasanya akan muncul ketika musim kemarau datang di bulan Juni hingga Agustus,” katanya, yang hari itu berada di Dieng.

Hanya saja, imbuh Agus, embun es yang membeku masih berada di area Candi Arjuna yang berada di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Banjarnegara. Diprediksi, embun es masih akan terjadi mengingat puncak musim kemarau jatuh pada Agustus mendatang.

“Sejauh ini bun upas masih di area wisata, belum sampai meluas ke lahan kentang milik warga. Jadi masih belum mengancam tanaman kentang milik warga. Karena jika sampai embun es melanda lahan tanaman kentang bisa rusak,” jelas Aris, salah satu petani Dieng.

blank
Agus Purnomo, pemilik usaha wisata di Dieng, merasa kedinginan ketika berada di Dataran Tinggi Dieng di musim kemarau. (Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka)

Rusak Tanaman

Agus menambahkan, fenomena embun es terjadi karena suhu udara di kawasan yang berada di
ketinggian 2.090 tersebut tadi pagi mencapai minus 1 derajat celsius. Biasanya embun membeku saat 0 derajat, terutama di malam dan pagi hari.

“Pada dini hari, mulai pukul 03.00 WIB hingga selepas subuh bisa di bawah 1 derajat celsius. Pada saat suhu dingin tersebut warga tidak tahan berada di luar rumah karena rasa dingin sampai menusuk ke tulang. Harus memakai jaket tebal,” ujarnya.

Masyarakat Dieng mensinyalir gejala alam yang menandai munculnya fenomena tahunan itu.
Gejala itu meliputi suhu di dataran tinggi Dieng yang awalnya amat panas, kemudian cuaca berubah mendung kehitaman namun tiada angin berhembus kencang.

Fenomena bun upas juga ditandai penurunan suhu yang drastis hingga membuat tubuh menggigil. Secara kasat mata, embun beku menampilkan pemandangan yang cantik karena tanaman hijau berubah mengkristal bak salju.

“Tapi fenomena ini justru melahirkan kecemasan bagi petani di Dieng. Bun upas oleh petani bahkan disebut embun beracun lantaran bisa merusak tanaman pertanian. Tanaman produktif warga yang kebanyakan berjenis kentang pun terancam mati,” keluh beberapa petani.

Petani harus siap menanggung rugi karena gagal panen. Padahal, rata-rata tanaman kentang warga telah berusia antara 1 bulan hingga 2 bulan. Saat terik tiba, es yang melapisi tanaman akan mencair atau pecah.

Saat itu, tanaman biasanya akan langsung layu. Bun upas menyebabkan seluruh permukaan tanah, rumput, pohon, hingga bangunan candi menjadi putih laiknya tertutup salju. Namun wisatawan tidak perlu khawatir karena embun es hanya muncul di malam dan pagi hari.

SuaraBaru.id/Muharno Zarka