blank

Perwakilan sopir truk pasir dan LSM dialog dengan Pimpinan DPRD Kabupaten Magelang, Senin (20/5). (Foto Suarabaru.id/Tuhu Prihantoro)

KOTA MUNGKID- Ratusan sopir yang tergabung dalam Jaringan Pengemudi Angkutan Pasir Magelang Raya, menggerudug Gedung DPRD setepat, Senin (20/5).Mereka menolak membayar pajak sirtu (pasir dan batu).

“Kami keberatan dipungut pajak. Karena ibarat rokok,produsennya adalah penambang pasir Merapi. Sementara posisi kami adalah pembeli. Mestinya pajak ditanggung penambang,” kata Koordinator Aksi, Erfin Yulianto.

Seperti diberitakan, Pemkab Magelang memberlakukan tarif baru atas pajak sirtu 300% dari sebelumnya. Kebijakan itu diberlakukan mulai Senin (20/5).
Adapun sirtu yang diangkut truk tronton semula dikutip pajak sirtu Rp 50.000 naik menjadi Rp 140.000. Truk engkel naik dari Rp 36.000 menjadi Rp 100.000. Colt Diesel awalnya  Rp 18.000 naik menjadi Rp 50.000. Untuk kendaraan terbuka semula Rp 5000 naik menjadi Rp 15.000.

Sementara itu tarif pajak sirtu yang ditentukan dengan SK Gubernur Jateng Nomor 543/45 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, lebih tinggi. Dalam pertemuan 26 Desember 2018, pihak sopir dan penambang menyatakan, keberatan terhadap SK Gubernur itu.

Tarif pajak sirtu versi Gubernur, yang truk tronton dengan volume angkut 13,4 m3 dikenai Rp 304.850. Truk engkel Rp 218.400, colt diesel Rp 109.200 dan colt bak terbuka Rp 31.850.

Pemkab Magelang diminta agar  menangguhkan atau bahkan membatalkan SE Bupati Magelang Nomor 973/2305/23/2019 tentang Pemberlakuan Tarif Baru Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Menurut Fatchul Mujib, dari LBH Kajian Kebijakan Publik Pemuda Muhammadiyah, prosedur pemungutan pajak yang dilakukan Pemkab Magelang salah alamat, sehingga cacat hukum.

“Sebenarnya, sirtu termasuk jenis pajak tidak langsung,” katanya.
Karena itu Jaringan Pengemudi Angkutan Pasir Magelang Raya menyarankan agar Pemkab Magelang merumuskan kembali teknis pemungutan pajak.
Ichsani,dari Formas (Forum Rembug Masyarakat) menanyakan, pemkab memerlukan waktu berapa hari untuk merumuskan kebijakan baru mengenal hal ini.

“Karena ini menyangkut regulasi, kami belum bisa memutuskan sampai kapan evaluasi terhadap kebijakan pemda ini bisa diselesaikan,” kata Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magelang Drs Soeharno MM didampingi Pj Sekda Drs Adi Wariyanto.

Tidak puas mendengar jawaban tersebut,  para sopir truk pasir meninggalkan gedung wakil rakyat. (Suarabaru.id/Tuhu Prihantoro)