blank
Nampak kemacetan di jalan HOS Cokroaminoto akibat perubahan arus lalu lintas Jl Sudirman menjadi satu jalur. foto: Suarabaru.id/

KUDUS – Kebijakan Pemkab Kudus mengembalikan jalan Sudirman menjadi satu arah per Sabtu (11/5), ternyata membuat titik kemacetan pindah ke tempat lain. Salah satunya adalah ruas Jl HOS Cokroaminoto, Mlati Norowito, yang harus macet cukup panjang akibat adanya penumpukan arus kendaraan di hari pertama kebijakan diberlakukan.

Pantauan di lapangan, deretan kendaraan yang terjebak kemacetan hampir memadati seluruh ruas jalan HOS Cokroaminoto. Ini karena kendaraan dari arah timur yang sebelumnya bisa langsung masuk ke Jl Sudirman, kini harus belok ke Jl HOS Cokroaminoto.

”Ya  jadi macet mas..dulu yang dari arah timur mau ke pasar Kliwon bisa langsung masuk jalan Sudirman, tapi sekarang harus memutar,” kata Yayat, seorang pengguna jalan.

Keluhan lain juga disampaikan Darus, salah seorang pengguna jalan. Menurutnya, pengembalian jl Sudirman menjadi satu jalur tidak efektif menekan kemacetan. ”Semestinya yang perlu ditangani adalah persoalan parkir di sekitar pasar Kliwon. Bukan perubahan arus lagi,” katanya.

Dikatakan,  kemacetan jalan Sudirman lebih disebabkan semrawutnya pengelolaan parkir di pasar Kliwon. Padahal, sebuah gedung parkir bernilai puluhan miliar sudah dibangun Pemkab, namun tidak dikelola secara maksimal. Akibatnya, banyak kendaraan yang parkir di bahu jalan hingga berakibat kemacetan tak terelakkan.

Kajian matang

Sementara. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kudus Abdul Halil menegaskan, peralihan sistem lalulintas dari dua arah menjadi satu arah di jalan Jendral Sudirman sudah sesuai kajian matang. Salah satunya adalah evaluasi terkait dampak yang ditimbulkan saat berubah menjadi dua arah.

”Kami sudah melakukan kajian matang. Bahannya dari evaluasi bersama terkait dampak yang ditimbulkan (selama dua arah). Hasilnya, jalan Jendral Sudirman harus dikembalikan satu arah,”ungkapnya.

Ia mengatakan, evaluasi yang dimaksud, adalah amdal lalin yang dilakukan bersama dengan Satlantas Polres Kudus. Terutama kemacetan yang justru lebih sering terjadi dibandingkan saat jalan tersebut masih satu arah.

”Tidak hanya jalan Sudirman saja. Kami nantinya akan juga mengevaluasi jalan-jalan yang ada di kabupaten Kudus. Khususnya jalan protokol yang ada di wilayah perkotaan,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Halil menyebutkan, kebijakan tersebut tidak ada kaitannya kepentingan pemangku pemerintahan sebelumnya. Menurutnya  kebijakan ini murni dari perkembangan dan dinamika kondisi di jalan Jendral Sudirman yang semakin padat dengan jumlah kendaraan.

”Ini menjadikan pertimbangan kami untuk mengambil keputusan itu. Kami pun akan selalu kami mengevaluasi pemberlakuan sistem satu arah lagi,” katanya.

Senada juga diungkapkan oleh Kasatlantas Polres Kudus AKP Ikrar Potawari. Menurutnya pihaknya mendukung untuk pemberlakuan satu arah di Jalan Jendral Sudirman. Apalagi, kebijakan ini sudah berdasarkan kajian yang ada.

”Ini terkait keluhan masyarakat dan kondisi lalu lintas. Kepadatan di jalan ini sudah melebihi kapasitas. Saya yakin jika tidak dilakukan peralihan satu arah akan terjadi kemacetan panjang tiap hari,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemberlakuan sistem satu arah diharapkan dapat mengurangi kemacetan yang ada. Sehingga arus lalulintas di jalan Jendral Sudirman lancar.

”Harapannya arus lalulintas di sini (jalan Jendral Sudirman) lancar dan tidak semrawut. Apalagi sebelumnya, kami bersama pemkab mengikuti lomba wahana tata nugraha. Di mana salah satu penilaiannya adalah penataan lalu lintas. Oleh karena itu, kami mendukung kebijakan ini. Masyarakat juga tidak terjadi kemacetan,” pungkasnya.

Sebelumnya, tiga tahun silam, tepatnya bulan September 2016 lalu Pemkab Kudus melalui kebijakan Bupati H Musthofa mengubah jalan Jendral Sudirman dari satu arah menjadi dua arah. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan di jalan Jendral Sudirman dan jalan lain seperti jalan HOS Cokroaminoto, dan menghidupkan roda perekonomian jalan tersebut.

Namun, kebijakan tersebut juga menuai pro dan kontra, terutama dari pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno. Kala itu ia mengungkapkan kebijakan tersebut adalah kebijakan aneh dan kurang tepat.

Suarabaru.id/Tm