blank
Dr Marlock, motivator nasional dari Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (berdiri kiri mengenakan ikat kepala Bali), memberikan motivasi perlunya menumbuhkan komitmen baru tentang pendidikan kejuruan. Ini diberikan kepada para Kasek, guru dan karyawan SMK Muhamadiyah se Kabupaten Wonogiri.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mestinya berpeluang besar untuk bekerja. Tapi ternyata, itu tidak mudah diwujudkan, dan menjadikan para lulusan SMK masih menyumbang 11,24 persen angka pengangguran di Tanah Air. Terkait ini, para guru beserta karyawan dan segenap pengelola Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhamadiyah, diseru memiliki komitmen baru, berani membuat kebijakan baru, untuk menjadikan SMK sebagai Sekolah Menghapus Kemiskinan, dan SMK sebagai Sekolah Mencari Kehidupan.

Penegasan itu, Sabtu (13/4), disampaikan oleh Dr Marlock saat tampil menjadi nara sumber dalam acara Penguatan Keluarga Besar Guru dan Karyawan SMK Muhamadiyah se Kabupaten Wonogiri, yang digelar di lantai dua ruang pertemuan Alami Sayang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Kepala SMK Muhamadiyah Tirtomoyo, Heru Purnomo, selaku Ketua Panitia menyatakan, pertemuan ini mengambil tema ”Menuju Wonogiri Berkemajuan.”

Ketua Pimpinan Daerah Muhamdiyah (PDM) Wonogiri, Kusman, hadir untuk membuka acara tersebut. Acara ini, dihadiri para Kepala Sekolah (Kasek) dan insan pendidik SMK Muhamdiyah se Kabupaten Wonogiri serta tokoh Muhamadiyah Wonogiri. Menurut Kusman, pendidikan masuk dalam empat program unggulan Organisasi Muhamdiyah, disamping bidang kesehatan, sosial masyarakat, dan ekonomi. ”Kami berharap, Sekolah Muhamdiyah dapat dikelola secara profesional dengan bersungguh-sungguh dalam usaha kebersamaan, agar diserbu murid,” tandas Kusman sembari menambahkan, ibarat lidi bila disatukan dalam satu ikatan, akan memberikan manfaat yang luar biasa.

Tokoh nasional dari Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI), Marlock, menyatakan, menurut peta pengangguran di Indonesia, ada 5 provinsi yang angka penganggurannya tinggi, yakni Banten, Jabar, Sulut, Kepri dan Jakarta. Marlock prihatin, karena lulusan SMK di Tanah Air masih menyumbang angka pengangguran sebesar 11,24 persen.

Semestinya, lulusan SMK berpeluang besar untuk bekerja, berwirausaha, atau meneruskan kuliah. Tapi proses lulusan SMK untuk menjadi pekerja, jalannya panjang dan tidak mudah karena harus melewati seleksi yang ketat dan kompetitif. Banyak lulusan SMK yang gagal di seleksi administrasi, karena terkendala oleh faktor akademis terkait dengan nilai yang hanya pas-pasan dan di bawah nilai yang dipersyaratkan di Dunia Usaha Dunia Industri (Dudi).

Banyak pelamar kerja yang gagal karena tidak memiliki bekal karakter pembentuk kepribadiannya, tidak lolos tes kesehatan dan wawancara, atau disebabkan oleh hal-hal sepele lainnya yang terkait dengan sikap, perilaku dan tutur kata. Meski untuk bekerja di luar negeri terbuka peluangnya, yakni seperti ke Jepang misalnya, yang membutuhkan 2 juta lulusan SMK tamatan dari Indonesia.

Sebagai motivator tingkat nasional, Marlock, mengajak agar para pengelola SMK Muhamadiyah di Wonogiri, berani membuat komitmen untuk membuat kebijakan baru, dengan senantiasa menyesuaikan pada perubahan zaman. ”Supaya kita tidak termakan zaman, harus mampu menyesuaikan terhadap perubahan zaman itu sendiri,” tandasnya.

Mengenai peluang berusaha, Marlock, menyarankan untuk memulainya dari upaya mengembangkan usaha rumahan yang lebih dulu dirintis oleh orang tuanya. Disebutkan, banyak tokoh wirausaha besar berhasil menjadi konglomerat, karena mengembangkan usaha yang pernah dirintis oleh orang tuanya. Berkaitan dengan kiat peningkatan mutu akademis, kepada para wali kelas ditantang untuk mampu mengantarkan masing-masing satu siswanya lolos tes SMPTN atau bidik misi. Agar dapat meneruskan kuliah ke jenjang perguruan tinggi atau ke Akmil dan Akpol, untuk mendapatkan beasiswa dan ikatan dinas.(suarabaru.id/bp)