blank
PEMERIKSAAN: Petugas Satpol PP Rembang tengah melakukan pemeriksaan di sebuah kios untuk memastikan apakah ada peredaran rokok ilegal atau tidak.(Djamal AG)

REMBANG – Meski hanya memperoleh bagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembako (DBHCHT) sangat kecil, namun petugas Satpol PP Rembang tak akan berhenti razia rokok ilegal.

“Rokok ilegal sangat merugikan negara dan masyarakat. Karena peredarannya tidak menggunakan cukai, dan kandungan nekotinnya tidak terkontrol,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Rembang, Waluyo, kepada suarabaru.id, Rabu (10/4).

Jika sampai terjadi penurunan pendapatan negara akibat banyaknya peredaran rokok ilegal, secara otomatis juga akan mempengaruhi perolehan DBHCHT di daerahnya. Jika hal itu terjadi, jatah DBHCHT yang diterima Satpol PP juga semakin mengalami penurunan.

Itu sebabnya, Waluyo menegaskan tidak akan berhenti memerangi peredaran rokok ilegal di daerahnya. Langkahnya itu bertujuan agar pendapatan DBHCHT di daerahnya terus mengalami kenaikan, sehingga bisa mendukung pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Rembang.

Apakah di Rembang masih ada rokok ilegal? Kepala Satpol PP itu menegaskan, masih ada rokok ilegal yang beredar di masyarakat, namun jumlahnya tidak besar. Peredarannya umumnya di warung atau kios penjual rokok, utamanya di daerah pelosok.

Kelihatannya orang yang mengedarkan rokok ilegal tidak berani masuk toko basar, mungkin takut ketahuan kedoknya. Melihat kondisi itu, razia rokok ilegal sengaja diarahkan ke daerah pedesaan, utamanya pemilik kios yang berjualan rokok.

Menurut Waluyo, DBHCHT memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, utamanya dalam upaya membangun usaha mandiri masyarakat. Pasalnya, karena DBHCT banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Berapa DBHCHT yang diterima Satpol PP Rembang? Waluyo menjelaskan masih tergolong kecil jika dibanding dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.

DBHCHT yang dialokasikan Pemkab Rembang ke Satpol PP, di tahun 2017 hanya Rp 150 juta, dan realisasinya Rp 133.118.500. Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk pembiayaan operasional kegiatan lapangan, dalam rangka pengawasan, pengamatan, mencari, dan mengumpulkan bahan keterangan, guna operasi rokok cukai ilegal yang beredar di pasar umum.

Kemudian penerimaan DBHCHT tahun 2018, ada kenaikan menjadi Rp 200 juta. Dana tersebut juga digunakan untuk kegiatan pengawasan/ operasi rokok ilegal di 14 kecamatan, sebesar Rp 135 juta lebih. Sedang untuk belanja modal akan disisihkan Rp 64 juta lebih. Alokasi dana lebih diutamakan pada bentuk kegiatan pengawasan, karena untuk menekan peredaran rokok ilegal.

“Tahun ini saya belum tahu, akan dapat DBHCHT berapa? Mudah-mudahan ada kenaikan,” katanya.

Selanjutnya, Waluyo berpesan kepada masyarakat agar ikut berpastisipasi aktif dalam pengawasan peredaran rokok ilegal. Jika mengetahui ada toko atau siapa saja yang mengedarkan rokok ilegal, sebaiknya segera informasikan ke Satpol PP. (suarabaru.id/Djamal AG)