blank

SRAGEN – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ingin mekanisme penggilingan padi yang semula konvensional dapat dimodernisasi, mengingat saat ini teknologi mutakhir semakin mudah dijumpai. Para pemilik tempat penggilingan padi diharapkan tak lagi mengandalkan terik matahari untuk menjemur padi, melainkan memanfaatkan mesin pengering (dryer) dan pengemas.

Hal tersebut disampaikan kepala negara saat bersilaturahmi dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) se-Jawa Tengah di Gor Diponegoro, Rabu (3/4/2019), didampingi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan istri Siti Atikoh Ganjar Pranowo, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan sejumlah pejabat lainnya.

Mantan Wali Kota Surakarta itu kemudian berdialog dengan salah seorang pemilik penggilingan padi bernama Endang. Kepada presiden, warga Kecamatan Jenar, Sragen itu menjelaskan, dia memiliki penggilingan padi sejak tahun 2001. Namun mekanisme penggilingan padi masih dilakukan secara konvensional dengan menjemur padi di bawah terik matahari karena belum memiliki mesin pengering (dryer). Endang membeberkan, dirinya belum memiliki cukup dana untuk membeli mesin pengering.

“Sekarang sudah zaman modern. Dari saya kecil saya di desa sampai sekarang saya melihat kalau habis panen itu di jereng atau dijemur di jalan-jalan atau di pelataran. Ini harus dirubah, harus memiliki dryer,” tegas Jokowi.

Selain mesin pengering, dia juga mendorong para pemilik tempat penggilingan padi memanfaatkan alat pengemas. Seluruh beras yang akan dipasarkan dikemas secara rapi dan tercantum merk dan daerah produksinya.

“Kalau bisa di penggilingan padi juga sudah ada kemasannya. Ini penting sekali sehingga keluar dari mesin sudah berbentuk kemasan yang siap dijual atau dipakai sendiri. Jadi semuanya ada tulisan, merknya biar muncul, Sragennya biar muncul,” lanjutnya.

Jokowi juga berencana mengundang Gapoktan, Perpadi, dan pengusaha pupuk ke Istana Presiden usai Pemilu pada 17 April mendatang untuk berdialog lebih lanjut tentang upaya modernisasi pertanian di Indonesia.

“Nanti setelah tanggal 17 April saya ingin mengajak Perpadi, pengusaha pupuk, dan Gapoktan. Saya undang ke istana untuk berbicara dengan Bulog, berbicara khusus masalah padi, beras, pupuk, mesin pengering, penggilingan dan packaging sehingga kita merubah (mekanisme konvensional) semuanya,” ujarnya.

Selain Endang, presiden juga berdialog dengan Panio, salah seorang petani asal Kecamatan Ngrampal, Sragen. Panio menuturkan, dia memiliki sawah seluas satu hektare dan beberapa waktu lalu berhasil memanen 9,5 ton beras.  Untuk mendukung produksi beras, dia memerlukan tambahan pupuk non subsidi karena jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas. Dari hasil penjualan panennya beberapa waktu lalu, Panio mengantongi uang sekitar Rp47,5 juta. Dengan biaya produksi Rp15 juta, maka Panio memeroleh penghasilan rata-rata Rp8 juta per bulan.

“Gaji bupati itu Rp5 juta, panjenengan pikantuk Rp8 juta, ageng panjenengan lho. Niku patut disyukuri,” ujar presiden tersenyum.

Sementara itu, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati menerangkan, 70,80 persen dari total lahan di Kabupaten Sragen adalah lahan pertanian.

“Sragen merupakan lumbung padi nasional dan pertanian merupakan sektor yang paling utama. Luas lahan kami di Kabupaten Sragen 70,80 persen terdiri dari lahan pertanian,” bebernya.

Suarabaru.id/tim